Share

HAL MENGEJUTKAN

Penulis: Hyuna Joy
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-13 11:16:56

Marlan pun menceritakan pertemuannya dengan Azril. Saat itu berkenalan dan menjadi dekat dengannya. Terlebih, pria itu memiliki pandangan yang berbeda terhadap Safa sehingga sebagai seorang ayah paham betul apa yang Azril rasakan.

Safa sendiri yang mendengar bagai tertusuk duri, sama sekali tidak mengetahui jika Ayah memantau sejauh itu. Bahkan, rasanya ayah lebih banyak mengetahui tentang Azril.

“Belajarlah menerima Azril dan lupakan Faqih, Nak. Jika Faqih mencintaimu, dia tidak akan membuatmu kecewa.” Marlan mengusap lembut kepala Safa dan memberinya pengertian.

Safa menggeleng tak percaya. Ia yakin jika Faqih tidak seburuk yang ayahnya katakan, hati kecilnya yakin jika Faqih merupakan pria baik dan tidak kehadirannya kemarin pasti terjadi sesuatu dengannya.

“Raihlah surgamu bersama Azril, Safa. Sekarang dia suamimu dan tidak perlu lagi kamu memikirkan Faqih,” tegas Marlan agar Safa membuka hati.

Hati Safa meringis, dadanya begitu sesak dan tidak ingin berdebat dengan ayah. Emosinya semakin menggebu membuat Safa ingin berteriak bebas. Ia pun memilih bangkit menjauh dari sang ayah.

“Tolong tinggalin Safa sendiri, Yah,” kata Safa lemah. Tubuhnya sudah ia jatuhkan di atas ranjang tanpa memedulikan Marlan yang masih berbisik pelan.

Tak lama, Marlan pun mengalah. Ia membiarkan Safa beristirahat dan meninggalkan kamar. Walau hatinya ikut sesak melihat Safa penuh beban.

“Safa kenapa, Pak?” Marlan hampir terkejut karena melihat Azril yang sudah berada di hadapan.

“Biarkan Safa istirahat dulu di dalam. Dia masih emosi.”

Azril pun tak banyak komentar dan menuruti apa yang mertuanya katakan. Ia mengajak Marlan yang wajahnya sudah berubah sendu.

“Saya minta maaf, ya, sudah membawa kamu terlibat dalam kesengsaraan. Semoga kamu sabar menghadapi Safa yang cukup keras kepala,” ujar Marlan menasihati Azril.

Rasanya tidak sebanding dengan kebaikan Azril. Pria itu sangat tulus dan selalu tersenyum saat diajak berbicara. Sedangkan Safa sendiri selalu penuh emosi saat diberitahu hal yang baik.

“Do’akan Azril ya, Pak, Azril akan berusaha untuk membahagiakan Safa.” Azril selalu bijak dalam segala hal. Terutama tentang wanita yang tidak bisa dipermainkan.

Marlan mengangguk sembari merangkul bahunya hingga keduanya terlibat dalam perbincangan yang membuat mereka semakin akrab.

Sore pun menjelang, Safa belum juga terlihat keluar dari dalam kamar. Azril khawatir terjadi sesuatu yang akhirnya memberanikan diri untuk melihat kondisi Safa. Saat membuka pintu, terlihat Safa masih terlelap dengan pakaian yang masih rapi melekat di tubuhnya.

“Safa, bangun, Fa, sudah sore.” Azril mengusap lembut lengan Safa.

Sayup suara masuk ke dalam telinganya membuat Safa terusik. Ia mengerjap, lalu membuka matanya perlahan.

“Mau ngapain kamu?” Safa terkejut langsung menjauhkan tubuhnya dari hadapan Azril. Beruntungnya, pakaian masih lengkap dan hijab di kepalanya pun belum terlepas.

“Sudah sore, Fa, sebentar lagi waktu Asar masuk. Kamu sudah salat Zuhur belum?” tanya Azril lembut. Ia memiliki kewajiban untuk mengingatkan istrinya.

Safa mengusap wajahnya kasar, lalu beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi. Ia memang belum salat Zuhur karena ketiduran. Dengan segera Safa menunaikan kewajiban yang tak lama berlanjut azan Asar terdengar.

Usai itu, Safa berdiam di dalam kamar. Ia membuka laptop untuk melanjutkan pekerjaannya sebagai penulis. Safa begitu pandai menyusun kisah seseorang dalam tulisan, tetapi berbeda dengan dirinya bertolak belakang seolah menginginkan hidup yang sempurna.

Ternyata menjalani hidup sesungguhnya tidak seindah dalam novel yang Safa buat. Seketika dadanya bergemuruh tidak tenang. Entah mengapa, ia ikut merasakan padahal selama ini hanya menjadi pengamat setia.

“Fa, aku izin keluar dulu, ya,” kata Azril melihat Safa yang sedang fokus menatap layar laptopnya.

Safa tak merespon dan justru menggerutu tak karuan. Pikirnya untuk apa meminta izin karena Safa pun tidak terlalu memedulikan kepergiannya.

Azril sendiri hanya menghela napas pasrah. Ia meninggalkan kamar Safa dan berlalu tanpa pamit. Setidaknya, ia sudah mengatakan jika dirinya pergi.

Bahkan, Safa masih betah bergelut di hadapan layarnya sampai larut malam tiba. Setelah Isya tadi, ia kembali melanjutkan dan menyelesaikan naskahnya hingga sempurna.

“Safa, Safa!” Marlan mengetuk pintu perlahan.

Safa pun menyahut dan meminta ayahnya untuk masuk karena pintu tidak dikunci. Wajahnya sudah tersenyum menyambut kehadiran ayah yang telah menemani Safa setelah kepergian ibu.

“Kata Bibi kamu belum makan. Kenapa?” tanya Marlan memerhatikan putrinya yang tampak sibuk. Ia tahu setiap harinya memang sibuk dengan laptop, tetapi tidak sampai melewatkan makan malam dan mengurung di dalam kamar hampir seharian.

“Ayo makan dulu, Ayah tidak mau kamu sakit.” Kesehatan Safa tetap menjadi perhatian utama. Meski Safa sudah dewasa, tetapi Marlan selalu menganggap Safa sebagai putri kecilnya.

Sebenarnya Safa malas makan dan tidak merasakan lapar. Namun, melihat wajah ayah yang begitu peduli membuat Safa mengiyakan tawarannya.

“Apa Azril belum pulang, Safa?” Marlan kembali bertanya karena tidak melihat Azril di dalam kamar Safa.

Safa menghela napas.Lagi-lagi ayah selalu menanyakan keberadaan Azril, apa anaknya telah berubah karena setiap berhadapan dengannya yang dibahas selalu Azril.

“Jika Ayah tidak melihatnya berarti memang pria itu belum pulang, Yah,” tukas Safa enteng sembari menyuapkan nasi dalam mulutnya.

Marlan menggeleng. “Apa kamu tidak menanyakannya, Safa? Barangkali terjadi sesuatu dengan Azril!”

Seketika kenikmatan Safa hilang, tetapi ayah sangat tidak suka jika melihat makanan yang masih tersisa. Dengan terpaksa, Safa segera menghabisi sebelum nafsu makannya benar hilang.

“Untuk apa, Yah? Dia sudah besar, pasti ingat jalan pulang. Jika terjadi sesuatu pun dia bisa menyelesaikan masalahnya sendiri,” jawab Safa ketus untuk apa mengkhawatirkannya.

“Safa, tetapi dia suamimu. Seharusnya kamu sedikit peduli dengannya.” Marlan tidak ingin kalah dan tegas terhadap putrinya.

Safa semakin murka. “Ayah sendiri yang meminta dia menjadi suami Safa bukan Safa.” Ia pun bangkit dan melenggang pergi meninggalkan tanpa pamit. Kali ini menentang ucapan ayahnya karena hati Safa sudah lelah untuk terus mengalah.

“Safa!” Marlan berteriak histeris. “Ayah belum selesai bicara.”

Safa tak menanggapi, ia terus berlari hingga menutup pintu sedikit keras. Batinnya kembali menjerit dan terisak tanpa suara.

Sedangkan Azril sedang meyakinkan kedua orang tuanya mengenai kabar yang ia bawa. Mereka tidak percaya dan menganggap Azril hanya lelucon.

“Kamu tidak berbuat senonoh, ‘kan, Ril?” Wanita paruh baya di hadapannya tampak khawatir.

“Astagfirullah, Mih, Azril tidak mungkin melakukan itu. Azril masih punya iman dan takut akan dosa,” kata Azril jujur. Ia pun telah memegangi kedua tangan ibunya. “Maafin Azril, Mih, Azril datang ingin meminta restu sama Amih dan Bapa.”

Sebenarnya, Azril sudah memberitahu melalui pesan, tetapi mereka tidak membacanya sehingga memiliki pemikiran yang buruk.

“Siapa wanita itu, Nak?” Sebagai ibu sangat percaya jika Azril memang anak yang baik.

Azril menatap wajah ibunya yang amat penasaran. “In syaa Allah dia wanita yang sangat baik, Mih.”

Hamidah pun mengusap punggung tangan Azril lembut sembari tersenyum. “Kenalkan Amih padanya, Nak!”

Azril mengangguk. Melihat ibunya yang antusias membuat otaknya berpikir keras. “Nanti akan Azril bawa ke sini, Mih.”

Seketika kedua alis wanita itu berkerut. “Kenapa tidak sekarang, Ril? Amih sama Bapa siap sekalian kita silaturahmi sama orang tua istrimu itu.”

Amri pun mengangguk setuju dengan apa yang istrinya katakan, tetapi berbeda dengan Azril yang mematung tertegun.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kaulah Jodohku   PELABUHAN TERAKHIR

    Safa tersenyum senang melihat tingkah Zahra yang semakin hari semakin pintar. Terlihat dia sudah sangat aktif dan mudah diberitahu. Kini, ia sedang membantu dirinya yang menyiram tanaman.“Nda, duduk saja,” kata Ara.“Memangnya Zahra bisa?” tanya Safa tersenyum.Zahra mengangguk, lalu mengambil selang air dari tangan sang bunda dan menyiraminya ke tanaman. Seketika Safa terharu dengan sikap dewasa Zahra.“Ma syaa Allah, pintarnya anak Bunda. Ya sudah sekarang kita mandi, yuk.” Mengingat waktu sudah sore dan Zahra harus sudah rapi sebelum abinya datang.Zahra pun mengangguk dan berlari kencang. Sedangkan Safa menggeleng, lalu mengejarnya perlahan. Ia tak sanggup lagi untuk berlari seperti Zahra.“Jangan main air, Nak,” ujar Safa saat melihat putrinya sudah berada di kamar mandi. Dia sudah bisa mandi sendiri sehin

  • Kaulah Jodohku   CEMBURUNYA SEORANG AYAH

    Selesai acara, wajah sumringah dan bahagia terpancar dalam diri Safa. Ia memang selalu senang seakan mendapat amunisi dalam tubuhnya.“Fin, bagaimana kesan pertamamu?” tanya Safa melihat wajah Finna yang murung.Finna menggeleng, tak bisa berkata lagi. Apa yang didengar cukup meresap dalam hati dan seolah tertampar membawa dirinya untuk menjadi lebih baik.“Terima kasih, Saf, sudah mengajakku ke sini,” ujar Finna sendu.“Semua atas izin Allah, Fin,” kata Safa. Ia senang jika Finna pun senang, penantian dan perubahannya tak sia-sia berarti.Mereka pun pulang dan Safa kembali mengantarkan Finna ke rumah. Setelah itu langsung bergegas karena Azril sudah menunggunya di rumah.“Mba mampir dulu ke dalam, istirahat, kita makan,” kata Safa menawarkan.“Nggak usah, Mba, saya langsung pulang saja,” balas Vio. Ia tidak enak dan ingin langsung istirahat di rumah saja.“Masuk dulu saja, Mba, jarang-jarang Safa menawarkan.”Suara itu muncul dari ambang pintu siapa lagi jika bukan Azril. Safa pun la

  • Kaulah Jodohku   DRAMA SETIAP HARI

    Pagi hari, Azril merengek pada Safa karena dirinya yang terabaikan. Biasanya baju dan perlengkapan sudah berada di atas kasur, tetapi kini tidak ada.“Sayang, bajuku mana?”“Iya, Mas, sebentar.” Safa menggeleng karena Zahra pun tidak ingin ditinggal.Drama setiap pagi memang selalu begitu. Anak dan suami memperdebatkan perhatiannya, Zahra pun selalu bisa mengambil simpati Safa yang membuat Azril cemburu.“Anak Bunda sudah cantik, ma syaa Allah.” Safa mengecup rambut Zahra yang wangi, lalu memberikan bedak yang sudah tertutup sebagai mainannya.Sedangkan Safa bangkit untuk mengambil baju sang suami dan Zahra langsung menangis mengejarnya.“Zahra, sini, Nak.” Azril memanggilnya, tetapi tidak digubris oleh Zahra.Anak itu justru menarik baju ibunya dan Azril pun mendekat untuk menggendongnya. Namun, bukannya anteng, anak itu malah mengamuk.“Anak salehah ko ambekan sih. Bentar, Sayang, bundanya lagi ambil baju dulu buat Abi,” kata Azril memberitahu.Zahra tetap menangis dan Safa yang sud

  • Kaulah Jodohku   WAKTU YANG TEPAT

    Mau tidak mau, Safa hanya pasrah dan menurut. Demi kebahagiaan suami tercinta, ia menyuapi Azril yang makan dengan lahap.Bayi besar yang manjanya melebihi Zahra, selalu merasa iri jika waktunya habis sama Zahra. Namun, Safa paham dan mengerti selagi permintaan Azril masih wajar.“Kamu sudah tahu kabar dari Ning Balqis belum?” tanya Azril.Safa menggeleng. memangnya ada kabar apa. Ia tidak mendapat kabar apa pun darinya. Mengingat sibuknya Safa sebagai ibu rumah tangga yang menyambi menulis.“Beliau akan mengadakan tasyakuran empat bulan dan aku diberitahu sama Amih tadi pagi. Kita diminta untuk pulang, acaranya minggu depan.”“Ma syaa Allah, Alhamdulillah. Penantian Mba Aqis, Mas. Aku malah nggak tahu karena jarang komunikasi juga sama Mba Aqis.” Safa ikut senang dan haru mendengarnya.Memiliki kesibukan menjadi seorang is

  • Kaulah Jodohku   PANDANGAN PERTAMA

    Keesokan harinya, Safa dan Azril sudah melakukan aktivitas seperti biasa. Beruntungnya sekarang hari libur sehingga ada waktu untuk beristirahat setelah perjalanan kemarin.“Sayang, maksud dari Radit semalam itu siapa memang?” tanya Azril penasaran.Ia belum sempat bertanya karena rasa lelah yang menyerang dan Safa pun tidak bercerita lebih lanjut karena tertidur.“Oh, sepertinya Radit menyukai Finna, Mas.”Azril mengernyit bingung, dari mana dia mengetahui sahabat Safa. Padahal, Safa tidak pernah bercerita dan tampaknya Faqih sendiri tidak mengetahui banyak tentang pertemanan Safa.Namun, belum juga bertanya, Safa sudah lebih dulu memberitahu. Ia mengatakan jika Radit pernah bertemu dengan Finna saat mengantarkan undangan untuk Ayah ke rumah.“Oh, jadi ceritanya cinta pandangan pertama,” kata Azril menyimpulkan.“Hmm, mungkin, tetapi nggak ada salahnya kita bantu jodohkan mereka, Mas. Lagipula kayanya Radit pria yang baik.” Safa menerka. Selama mengenal, tidak ada tingkah yang membua

  • Kaulah Jodohku   MENEMPUH HIDUP BARU

    Hari berputar begitu cepat, kini Safa dan Azril sedang bersiap untuk menghadiri pernikahan para mantannya. Marlan juga sudah terlihat lebih segar dari hari kemarin dan Safa bersyukur semua bisa berkumpul dalam keadaan sehat.“Sudah rapi belum, Mas?” tanya Safa berdiri di hadapan Azril.“Sudah cantik, Sayang.” Bibir Azril merekah dan mencubit pipinya gemas. Tak lama, wajahnya mendekat maju, lalu mengecup keningnya sedikit lama.“Safa, ayo!”Safa mengerjap dan mendorong tubuh Azril menjauh. Suaminya itu terkadang tidak tahu tempat. Seketika wajahnya kikuk, melihat ke arah Ayah. Safa malu dan wajahnya bersemu merah.“Ayah sudah siap?”Sebenarnya tanpa ditanya, Safa sudah bisa melihat jika Ayah sudah rapi. Namun, karena kegugupannya sehingga pikirannya tak terkontrol lagi.Sedangkan Azril menahan senyum seakan tak bersalah dan Marlan justru ikut tersenyum membuat Safa semakin malu.“Ayo kita berangkat.” Safa membuyarkan rasa canggung yang ada. Tidak ingin kedua pria itu terus meledeknya k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status