Share

Bab 2. Kakek Tua

Penulis: Rina Novita
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-08 22:27:11

Aku berjalan menyusuri jalan tanpa tujuan. Derai air mata menemani langkahku. Aku tak peduli orang menatap heran ataupun iba padaku. Saat ini aku hanya mengikuti kemana kaki ini hendak membawaku. Entah bagaimana nasib anakku nanti. Saat ini aku hanya bisa berdoa. Semoga  saja aku segera mendapat pekerjaan untuk melanjutkan hidup.

Aku tidak punya siapa-siapa di kota ini. Sejak kedua orang tuaku meninggal, aku hanya hidup sebatang kara. Beruntung aku bertemu dengan Bang Irsan. Laki-laki yang begitu baik dan menyayangiku. Hingga Bang Irsan menjadikan aku sebagai istrinya. Namun semua itu tak bertahan lama. Belum genap setahun kami menikah, Bang Irsan pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya. Sejak saat itu aku tinggal bersama ibu mertua dan ipar-iparku. Selama tinggal di sana, aku sadar diri tidak bisa membantu mencari nafkah. Semua biaya hidupku dan Raihan ditanggung oleh keluarga Ibu Mertua. Oleh sebab itu, aku tidak pernah membantah setiap apapun yang mereka suruh.

Bunda dulu pernah mengatakan bahwa ada sepupunya yang masih hidup. Namun hingga kini aku belum menemukan alamat tempat tinggalnya. Entah dimana mereka tinggal.

Tiba-tiba langkahku terhenti karena mendengar sesuatu.

"Tolong.., tolong Saya ...!"

Astaga! Tiba -tiba aku mendengar suara rintihan seseorang. Sepertinya dari gerobak yang berada tak jauh dariku.

Segera kupercepat langkahku. Aku terperanjat menemukan kakek-kakek tua sedang merintih kesakitan terbaring di dalam gerobak berisi buku-buku bekas dan botol air mineral bekas. Pakaian kakek itu robek, sepertinya baru saja tersangkut oleh sesuatu yang tajam. Sepertinya dia sangat lemas.

"Ya Allah ...! Bapak kenapa?"  Jantungku berdegup kencang melihat kondisinya yang menyedihkan.

"Tolong saya, Nak!" lirihnya dengan suara yang sangat lemah.

Aku melihat sekelilingku sangat sepi. Namun bapak tua ini harus segera aku bawa ke puskesmas. Kebetulan puskesmas sudah tidak jauh dari sini.

Bismillah .... Beruntung Raihan sedang tertidur di gendonganku. Aku mengikat kain panjang penggendong Raihan lebih erat. Lalu meletakkan tas besarku di dalam gerobak, persis disamping kaki kakek tua itu.

Dengan sekuat tenaga aku mendorong  gerobak itu melewati jalanan yang sepi. Sesekali ada yang lewat menatapku dengan heran. Entah kenapa orang-orang itu hanya melihat saja. Tak satupun dari mereka yang bertanya ataupun peduli dengan apa yang sedang aku lakukan ini. Andai saja ada yang membantu, tentu kakek ini akan lebih cepat tiba di puskesmas dan segera mendapat pertolongan.

Peluh menetes dari wajahku. Hingga hijab dan bajuku basah kuyup. Napasku memburu karena mendorong gerobak itu setengah berlari.  Semoga saja belum terlambat.

"Bertahan ya, Pak! Kita akan segera tiba di Puskesmas!" Aku mencoba untuk memberi semangat pada Bapak tua itu.

Aku merasa lega saat melihat gerbang puskesmas sudah di depan mata. Kupercepat langkahku hingga menjadi pusat perhatian orang-orang sekitar.

"Dokter ..., Suster ..., tolong !" Aku berteriak sekencang mungkin agar para petugas itu menghampiri.

"Ada apa, Mbak?" Salah seorang security tergopoh-gopoh menghampiriku.

"Tolong kakek ini, Pak. Sepertinya sedang kesakitan."

"Astaghfirullahaladzim ...!" Security itu terkejut mellihat ada seorang kakek-kakek di dalam gerobak.

Dua orang security berusaha mengangkat kakek itu dari dalam gerobak dan membaringkannya di atas brankar. Seorang petugas puskesmas keluar dan ikut mendorong brankar kakek tua itu ke dalam ruang UGD

Aku duduk kelelahan di ruang tunggu pasien di depan poliklinik, seraya memangku Raihan yang sudah terjaga.

Aku kebingungan ketika Raihan menangis minta ASI.

"Maaf, Suster. Ada ruang untuk  menyusui?"

"Ada, Bu. Silakan masuk saja ke ruang itu!"

Gegas aku melangkah menuju ruang tertutup yang ada di deretan ujung.

Raihan sangat kehausan. Bayi lucu dan montok ini meminum ASI cukup lama hingga tertidur kembali.

Setelah hampir satu jam, aku keluar dari ruang menyusui. Kemudian kembali ke ruang pemeriksaan.

Aku bertanya pada salah satu perawat.

"Suster, mana kakek-kakek yang tadi bersama saya? "

"Sudah pulang, Mbak."

"Pulang? Bukankah  tadi beliau masih sakit?"

"Tadi ada anaknya yang menjemput ke sini."

Aku mengangguk mendengar penjelasan suster itu. Syukurlah kakek tua itu sudah bersama anaknya sekarang. Setidaknya beliau sudah ada yang mengurus

Tiba-tiba aku teringat dengan tas besarku yang berada di dalam gerobak sang kakek.

Saat aku keluar, gerobak itu masih ada dan tasku masih ada di dalamnya.

"Pak, gerobak kakek tadi kenapa tidak dibawa pulang?" tanyaku pada security yang berjaga di depan puskesmas. 

"Orang si kakek pulang naik mobil bagus, Mbak. Itu gerobaknya buat Mbak sajalah!"

Apaa? Mobil bagus?

Ah, sudahlah. Yang penting si kakek sudah selamat.

Aku melihat kembali gerobak yang masih cukup bagus itu. Tiba-tiba aku ada ide. Segera aku lihat isinya. Masih sambil menggendong Raihan aku bersihkan dan rapikan gerobak itu. Kemudian menidurkan Raihan didalamnya dengan alas kain panjang.

"Pak, Saya boleh bermalam di depan puskesmas ini ? Satu malam saja, Pak. Biar nanti saya dan anak saya tidur di dalam gerobak ini."

"Kalau satu malam saja boleh, Mbak. Tapi jangan di sini. Di teras belakang saja.

Betapa senangnya aku mendengar jawaban bapak security itu.

"Kalau  numpang ke kamar mandi boleh, Pak?"

"Silakan, Mbak. Kamar mandi yang di luar itu bisa untuk umum."

"Alhamdulilah. Terima kasih, Pak!"

Tak henti-hentinya aku bersyukur atas kemudahan yang Allah berikan.

Raihan pasti lapar. Sebentar lagi dia akan bangun dan minta makan. Kebetulan tadi aku lihat ada tukang bubur di depan gerbang puskesmas ini.

Gegas aku berlari menuju gerbang dan berteriak pada tukang bubur yang berada di seberang jalan.

"Buburnya satu porsi di bungkus, Pak!"

Kemudian aku kembali berlari ke gerobak, menengok Raihan yang ternyata masih tertidur pulas. Anak itu sudah mulai aktif. Aku tidak mau ambil resiko jika meninggalkannya walau hanya sebentar.

Tak lama bubur diantar oleh si tukang bubur, benar saja Raihan terjaga. Aku menyuapinya. Anak itu makan dengan lahap.

.

.

.

Raihan guling-guling dengan riang di dalam gerobak. Mungkin udara malam yang sejuk membuatnya nyaman. Krim anti nyamuk sudah aku oleskan pada tubuhku juga Raihan. Bagaimanapun juga malam ini kami tidur di luar. Pasti akan banyak nyamuk nanti malam.

Sambil berpikir apa yang akan aku lakukan besok, aku membuka tas besarku untuk mencari selimut untuk Raihan. Tiba-tiba mataku tertuju pada kantong samping tas ini yang nampak begitu tebal. Padahal aku sama sekali tidak mengisi apapun di situ.

Perlahan aku buka resleting tas itu. Nampak menyembul sebuah amplop coklat. Aku mulai mengeluarkan amplop yang berukuran cukup besar itu.

Apa kira-kira isi amplop itu ?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (9)
goodnovel comment avatar
Just Rara
apa kah isi kantong itu uang?
goodnovel comment avatar
Novitra Yanti
penasaran jangan2 kakek meninggalkan uang?
goodnovel comment avatar
Brexs Adun
mantaaap thor, seruu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 220

    "Mas, sepertinya lagi banyak tamu." Langkah Seruni terhenti ketika hendak masuk ke dalam rumah bersama Elkan. "Mereka semua kakak-kakakku. Ayo kita masuk!" Seruni merasa ciut ketika melihat penampilan kakak-kakak Elkan dan keponakannya yang glamour dan elegan. Sangat jauh berbeda dengan dirinya yang sangat sederhana. "Kenapa? Takut? Atau malu?" bisik Elkan saat Seruni menolak untuk masuk ke dalam. Seruni menggeleng dengan wajah pucat. Ia takut tidak diterima oleh keluarga besar suaminya. "Ayo Sayang ...!" Seruni menunduk menatap pakaiannya. Untunglah di mall tadi dia sudah berganti pakaian dengan yang baru. Kemeja dan kulot berbahan silk import yang sempat membuat Seruni ternganga melihat harganya. Setelah menarik napas panjang, Seruni menggandeng tangan Elkan untuk masuk ke dalam. "Selamat malam semua ...!" sapa Elkan pada keluarga besarnya yang sedang berbincang di ruang tamu. "Malam ..., nah ini dia yang ditunggu-tunggu2 sudah datang." Semua menoleh ke arah pintu. Seruni m

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 219

    "Kami akan mengundang kalian di acara resepsi kami minggu depan." Elkan menyerahkan sebuah undangan berwarna perak. "Resepsi?" Salma masih memandang heran dengan keduanya. "Syukurlah. Akhirnya kamu menikah juga. Aku pikir kamu akan seperti Rein." Yuda tertawa lega. Elkan tersenyum namun sesekali masih mencuri-curi memandang Salma dengan lekat. Hal ini pun tidak luput dari penglihatan Seruni dan Yuda. Mereka berbincang hangat. Seruni sesekali ikut tertawa, menjawab secukupnya jika ada yang bertanya. Kesan pertama Seruni pada Salma adalah seorang wanita yang lembut dan ramah. Sungguh Seruni sangat kagum pada sahabat suaminya itu. Seruni pun merasa ada sesuatu antara suaminya dengan Salma. Namun entahlah, dia belum bisa menerka-nerka. Seruni melihat tatapan yang berbeda dari suaminya saat memandang Salma. Raihan dan Maina pun sangat akrab dengan Elkan. Seruni juga melihat suaminya itu sudah sangat familiar dengan lingkungan di rumah itu. Termasuk para pelayannya. Namun Seruni melih

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 218

    "Elkan .. , akhirnya kamu datang," ucap Salma. Sungguh ia tak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini. Elkan spontan berdiri, lalu menatap wanita yang hampir menjadi istrinya itu dengan lekat. Semua kenangan itu langsung terlintas begitu saja di benaknya. Banyak waktu yang telah mereka lalui bersama. Kenangan itu masih sangat segar di ingatannya. Salma pun demikian. Ia mampu melewati masa-masa sulitnya bersama Elkan. Pria yang mau menemaninya di saat dirinya tak punya siapa-siapa. Pria yang selalu menyemangatinya di saat dirnya lemah. Entah apa yang terjadi jika tak ada Elkan di dekatnya waktu itu. Elkan bahkan mau berkorban demi kebahagiaannya dan Yuda. Seruni merasakan ada sesuatu diantara suaminya dan wanita yang dipanggil Salma itu. Wanita berhijab yang sangat cantik dan anggun. Seruni sempat kagum pada kecantikan wajah Salma yang begitu menenangkan.. "Om Elkan, ayo kita masuk!" Yumaina menarik lengan kekar Elkan untuk masuk ke ruang tamu. "Astaghfirullah ... Sampai l

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 217

    "Maaf, ya ...! Maaf ...! Saya permisi dulu. Istri saya sudah menunggu!" "Apaa? Istri?" "Mas Elkan becanda ya? "Memangnya Mas Elkan sudah punya istri?" Para wanita penggemar Elkan itu bukannya menjauh, malah semakin penasaran ketika Elkan mengatakan ditunggu istrinya. "Oke ... oke, Aku akan perkenalkan istriku pada kalian." Elkan berkata seraya tersenyum menatap istrinya yang sedang cemberut sejak tadi. Mata Seruni melebar mendengar ucapan Elkan. Wanita itu lantas memberi kode dengan tangannya agar suaminya itu tidak melakukannya. Dia belum siap jika Elkan memperkenalkan dirinya sebagai istrinya di depan umum. "Yang mana istrinya Mas Elkan?" "Ayo dong Mas kenalin sama kita-kita!" Para wanita itu penasaran sambil memandang sekeliling. Elkan tak menyia-nyiakan kesempatan itu, perlahan melangkah menuju meja Seruni. Para Wanita itu terus memperhatikan Elkan yang ternyata menghampiri seorang gadis remaja yang sangat cantik walau tanpa riasan wajah. Gadis dengan rambut panjangnya

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 216

    "Mas, kita ke mall ini?" Seruni memandang takjub mall besar dan megah di hadapannya. "Iya. kita parkir mobil dulu." Mobil Elkan baru saja memasuki Mall besar di daerah cassablanca. Karena akhir pekan, mall itu tampak sangat ramai pengunjung. Bahkan untuk masuk mencari parkir saja harus sabar mengantri. "Mau nonton dulu, atau belanja?" "Nonton bioskop, Mas? Wah, pasti bioskopnya bagus banget di sini." Elkan terkekeh melihat kepolosan Seruni. Gadis yang unik, namun sangat menyenangkan.. "Aku belanja apa lagi sih, Mas?" "Kata Mama, pakaian kamu itu standar remaja banget modelnya. Nanti orang-orang pikir aku ini bukan suamimu. Tapi Bapakmu." Mereka terbahak-bahak. "Tapi aku enggak ngerti model, Mas." "Gampang. Nanti minta bantuin manager tokonya." Setelah memarkir mobil, Elkan membawa Seruni masuk ke dalam mall. Nampak banyak muda mudi yang berpasangan menghabiskan waktu berakhir pekan. Seruni bergelayut manja pada lengan Elkan. Sesekali berdecak kagum melihat kemegahan mall ya

  • Kaya Setelah Diusir Mertua   Bab 215

    "Loh, Seruni kamu ngapain di sini?" Bu Astrid menegur Seruni yang berada di dapur. "Selamat pagi, Ma. Aku lagi masak sarapan untuk Mas," sahut Seruni tenang. Ia tak menyadari kalau Bu Astrid sudah melotot pada beberapa pelayan di sana. "M-maaf nyonya. Kami tadi sudah melarang. Tapi Non Seruni tetap mau di sini," sahut salah seorang pelayan. "Nggak apa-apa, Ma. Runi sejak kemarin nggak ngapa-ngapain. Bingung, cuma makan dan tidur aja," jelas Seruni sambil mengupas udang di wastafel. Nyonya Astrid hanya menggeleng-geleng kepala, lalu berjalan meninggalkan dapur, kemudian menghampiri putranya yang sedang minum kopi di teras samping. "Elkan, istrimu itu sebaiknya kuliah saja. Sepertinya dia jenuh di rumah." "Apa? Kuliah? Bagaimana nanti jika ada pria seumurannya yang tertarik dengannya?" pikir Elkan dalam hati. Pasti akan banyak pria yang akan tertarik dengan istrinya yang cantik itu. "Elkan, kok malah ngelamun? Kamu setuju, kan?" "Ya nanti aku bicarakan dulu dengan Seruni, Ma."

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status