Malam hari .... Setelah makan malam, Ara dan Wei satu persatu masuk ke dalam kamar mereka."Kamu mau ke mana?" tanya Wei ketika melihat Ara mengambil selimut di lemari."Aku akan tidur di sofa," kata Ara sambil membawa selimut yang ada di tangannya ke arah sofa yang terletak tidak jauh dari tempat tidur yang ada di kamar mereka.Wei hanya mengerutkan kening melihat istrinya yang saat ini sedang bersiap untuk tidur di sofa dan memakai selimut."Kamu tidur di kasur saja, biar aku yang di sofa," kata Wei sambil bangkit dan menghampiri Ara."Tidak, aku saja yang di sofa," kata Ara bersikeras.Dia yang meminta tidur terpisah dari Wei, jadi dia juga yang harus menanggung akibat dari keputusannya tersebut.Wei tidak dapat berkata-kata melihat sikap keras kepala istrinya saat ini. Dia hanya menatap tidak berdaya ke arah Ara yang saat ini sudah membungkus dirinya seperti kepompong dan tidur di sofa.'Baiklah, tidak masalah Ara bersikeras tidur di sofa, aku masih bisa memindahkannya ketika dia
Beberapa hari setelahnya Ara dan Wei berusaha untuk tetap bersikap normal ketika mereka sedang berada di dekat Nina dan Wuzini. Baru saat mereka berduaan saja sikap Ara kepada Wei kembali menjadi dingin.Wei benar-benar tidak berdaya menghadapi sikap Ara saat ini hingga dia meminta pendapat mama dan papanya tentang apa yang seharusnya dia lakukan saat ini agar Ara mau memaafkan dirinya."Sebenarnya masalah apapun antara suami istri pasti bisa diselesaikan di tempat tidur," kata Wuzini blak-blakan.Nina mendelik mendengar kata-kata tidak tahu malu suaminya. Pantas saja sejak awal mereka menikah jika ada masalah suaminya pasti akan menggunakan cara seperti itu untuk membuatnya tidak berkutik dan menyerah."Benarkah?" tanya Wei ragu.Dia tahu persis antara mamanya dan Ara jelas jauh berbeda. Mungkin mamanya adalah tipe yang akan menyerah setelah ditaklukan oleh papanya di tempat tidur, sedangkan Ara, Wei rasa tidak akan semudah itu. Salah-salah istrinya itu malah akan semakin marah dan
"Apakah kalian akan pergi? Kebetulan sekali aku juga ingin keluar karena merasa bosan di rumah, bagaimana kalau kita pergi sama-sama?" tanya Juwita tanpa malu."Tidak!" tolak Nina tegas.Bagaimana mungkin dia akan membiarkan wanita ini mengikutinya dan Ara ke mall? Juwita pasti akan mengacaukan rencananya untuk berbicara secara pribadi dengan Ara. Selain itu, Nina juga mulai merasa muak melihat sikap ular keponakan papa angkat menantunya ini.Sebelumnya Nina masih bersikap baik karena melihat Paul. Namun, setelah Nina tahu Juwita mulai mengacaukan hubungan antara Ara dan Wei, Nina merasa tidak bisa lagi bersikap ramah kepada Juwita."Tante ....""Stop! Jangan panggil aku Tante, aku bukan tantemu dan kita sama sekali tidak ada hubungan kedekatan!" kata Nina memotong kata-kata Juwita tegas.Ara hanya tersenyum miring melihat raut wajah Juwita yang menjadi jelek ketika mendengar kata-kata Nina dan mendapatkan penolakan tegas dari mama mertuanya tersebut."Mengapa Tante marah? Apakah Tan
"Tentu saja itu benar!" sela Juwita meyakinkan."Itu tidak benar, Ma. Jangan dengarkan dia. Aku dan Luke hanya bersahabat. Luke juga merupakan salah satu korban selamat di kecelakaan pesawat itu, bisa dibilang kami dekat karena merasa senasib," jelas Ara apa adanya."Jangan percaya Tante, mana mungkin ada pria dan wanita yang murni bersahabat tanpa memiliki perasaan apapun?" Sela Juwita berusaha memojokkan Ara.Nina menatap Ara dan Juwita rumit. Walau dia mempercayai menantunya, tapi apa yang dikatakan Juwita juga memang tidak salah. Tidak ada persahabatan yang murni antara pria dan wanita."Apakah di antara kamu dan pria itu salah satunya ada yang memiliki perasaan berbeda?" tanya Nina kepada Ara ragu."Tidak.""Iya!"Ara dan Juwita menjawab pertanyaan Nina bersamaan."Kamu diam, aku sedang bertanya kepada menantuku!" kata Nina kepada Juwita tegas lalu kembali menatap Ara meminta jawaban dari menantunya tersebut."Tidak, Ma. Aku tidak jatuh cinta kepada Luke, sedangkan Luke sendiri a
Di mall Ara dan Nina berkeliling melihat-lihat beberapa barang kebutuhan pokok yang memang sudah waktunya mereka beli.Selesai membeli beberapa kebutuhan pokok, Nina mengajak Ara ke sebuah kafe yang ada di mall dan memiliki tempat yang nyaman untuk berbicara."Kita ke pojok sana saja," kata Nina sambil menunjuk meja di pojokan yang agak menyendiri dari meja lainnya.Ara mengikuti Nina tanpa banyak tanya. Mereka memesan segelas kopi susu hangat dan beberapa makanan ringan dengan toping coklat."Sudah lama sekali kita tidak ke sini, Mah," kata Ara sambil menatap ke sekeliling ruang kafe seperti sedang bernostalgia.Sebelum dirinya menikah dengan Wei, baik Nina maupun Wei, sering mengajaknya ke kafe ini ketika mereka sudah selesai belanja."Kamu benar. Kadang mendatangi tempat-tempat nostalgia juga dapat mengingatkan kita betapa berharganya waktu yang telah kita lewati bersama orang-orang terdekat kita."" ... " Ara terdiam mendengar kata-kata mertuanya."Ara, apakah kamu masih belum ber
"Itu memang benar, tapi tidak ada salahnya kalau kamu mencoba untuk membicarakan hal tersebut kepada Wei. Siapa tahu kalau dengan wanita yang dicintainya, Wei mau mundur barang selangkah dan mengalah," kata Nina sambil tersenyum penuh arti.Dari cara Wei ketika mengeluhkan sikap Ara yang menjadi dingin kepadanya saja, Nina bisa menebak kalau putranya itu akan lebih memilih untuk mengalah dan merubah sikap yang tidak disukai oleh istrinya, selama Ara mau memaafkan dan memberikan Wei kesempatan untuk berubah."Baiklah, Ma. Ara akan mencoba untuk memberikan kesempatan kedua kepada Wei, semoga saja dia tidak akan mengecewakan Ara lagi," kata Ara setelah lama terdiam memikirkan kata-kata mama mertuanya."Itu bagus sekali, Mama ikut senang dengan keputusan yang telah kamu buat. Jangan lupa, kalian juga harus mempertimbangkan kapan kalian akan memberikan mama cucu. Mama sudah lama sekali ingin menimang cucu dari kalian," kata Nina dengan sorot mata penuh harapan." ... " Ara tidak dapat berk
"Kami pernah bertemu di tempat Ara biasa menyendiri," kata Arga sambil menatap intens ke arah Ara.Sikap Arga yang terang-terangan memperhatikan dan menatap Ara intens, membuat Nina menjadi semakin cemas dan khawatir."Oh? Benarkah? Sepertinya kalian memang benar-benar berjodoh," kata Eva dengan nada menggoda."Tidak, dia wanita milik Wei!" sahut Arga acuh tak acuh mengejutkan Eva dan Nina.Eva merasa terkejut mendengar Ara adalah wanita Wei sementara Nina terkejut karena kata-kata Arga benar-benar merupakan jalan keluar yang tidak disangka-sangka untuknya.Dia tidak lagi harus mengungkapkan kalau Lanara itu sebenarnya adalah Ara. Nina yakin, setelah mendengar kata-kata Arga tadi, Eva pasti akan berpikir dua kali untuk tetap menjodohkan Ara dengan Arga."Benarkah?" tanya Eva mengerutkan kening.Di mata Eva, Wei adalah sumber kesialan bagi wanita manapun yang mencintainya.Dia merasa sayang jika wanita muda di hadapannya ini menikah dengan Wei. Eva khawatir apa yang dialami putrinya ak
"Wei, turunkan aku!" kata Ara yang merasa malu dibopong Wei menuju ke parkiran mall di mana mobil Wei terparkir. Semua orang yang mereka lewati tampak memandang mereka dengan tatapan yang sulit untuk di ungkapkan oleh Ara.Ara hanya bisa menghindari tatapan mereka semua dengan menyembunyikan wajahnya di dada Wei dan pura-pura pingsan."Tidak! Kamu sedang tidak sehat," kata Wei tegas menolak untuk menurunkan Ara dari gendongannya.Diam-diam sudut bibir wei berkedut menahan senyum. Dia senang bisa kembali berdekatan dan bersentuhan dengan istrinya.Di sebuah bar di Prancis ....Piter memandangi sahabatnya yang terus minum dan setengah mabuk dengan tatapan yang rumit.Dia merasa beruntung tidak pernah merasakan jatuh cinta kepada seorang wanita sebagaimana yang saat ini dirasakan oleh Luke.Dalam kamus hidupnya wanita hanyalah selingan karena hal yang dia utamakan adalah karier dan pekerjaannya."Stop! Luke ini sudah terlalu banyak!" cegah Piter ketika melihat sahabatnya ingin membuka s