Ketika Kenzo ingin berbicara pada Midori, keluarga Midori lewat di situ. Dia pun menahan lidahnya.
Leeray melihat anak gadisnya berhadapan dengan seorang pemuda yang sepertinya berkebangsaan Jepang, dia pun bertanya, "Ada apa, Midori Sayang?"
"Ehh tidak apa-apa, Papi," jawab Midori salah tingkah karena kejadian yang baru saja terjadi antara dirinya dan pemuda itu sungguh memalukan.
Kenzo membungkukkan badannya di hadapan Leeray lalu berkata dalam bahasa Inggris, "Perkenalkan Paman, nama saya Kenzo Watanabe. Tadi Nona Midori terpeleset dan kami tidak sengaja bertabrakan. Maafkan, kelancangan saya."
Gadis itu memandang Kenzo sambil menggigit bibir bawahnya yang masih terasa sedikit kebas sementara mendongkol dalam hatinya. 'Dan kau melumat bibirku habis-habisan. Dasar pria menyebalkan!'
"Oohh, baiklah. Salam kenal, Kenzo. Saya ayah Midori, nama saya Leeray dan ini mamanya Midori, Deasy. Kalau ini saudara kembar Midori, Poseidon," ujar Leeray memperkenalkan anggota keluarganya dan dirinya pada Kenzo.
Kenzo membungkuk ke arah Deasy dan Poseidon seperti tradisi orang Jepang ketika menghormati orang lain di hadapannya. Kemudian dia berujar, "Paman Leeray, apa boleh saya mentraktir makan malam di restoran hotel ini nanti malam pukul 19.00?" Dia melirik ke arah Midori, gadis itu sepertinya masih kesal padanya. 'Tetapi merajuk pun kemolekannya tidak berkurang,' pikir Kenzo sembari tersenyum pada gadis itu.
Midori mengangkat alisnya ketika melihat Kenzo tersenyum kepadanya. Dia membatin, 'Sebenarnya tampangnya not bad lah, tapi ciumannya ganas sekali ... seram!'
"Baiklah, Kenzo. Nanti aku akan mengajak keluargaku makan bersamamu di restoran hotel. Kita ketemu pukul 19.00 ya. Kami permisi dulu." Leeray sedari tadi memperhatikan puterinya dan Kenzo yang saling beradu pandang.
Dia mengenal Midori sejak bayi, tentu dia tahu tatapan kesal dan merajuk puteri kecilnya itu. Ada apa dengan mereka berdua? Pemuda itu pun pemberani menurutnya karena berani mentraktir makan malam. Mereka toh baru berkenalan sekali, bagaimana kalau tamunya memesan makanan dalam jumlah banyak dan menghabiskan uang sakunya.
Keluarga kecil itu pun berlalu dari hadapan Kenzo setelah berpamitan. Midori kembali ke kamarnya sendirian karena kamarnya berada di sisi barat, sementara kamar orang tuanya dan Poseidon berada di sisi timur bangunan hotel itu.
Midori berganti floral dress selutut warna hijau muda dengan motif bunga lily merah muda. Dia duduk di teras kamarnya yang menghadap ke taman sambil menyisir rambutnya yang masih agak basah.
Taman kecil itu ditanami dengan pohon bunga sakura, saat itu sedang musim semi di Jepang jadi pohon itu penuh dengan bunga warna merah muda dan tampak cantik. Aroma wangi bunga sakura yang tertiup angin pun dapat Midori cium dari teras.
Dia memang suka negeri Sakura ini, membuat pikirannya menjadi tenang. Dia sebenarnya adalah seorang gadis yang introvert, sifatnya mirip ayahnya, Leeray. Saudara kembarnya, Poseidon yang temperamennya lebih meledak-ledak seperti maminya, sangat ekspresif dan hobi berkelahi di sekolah.
Setelah selesai menyisir rambut panjangnya, Midori berjalan ke dekat kolam ikan di taman itu. Ternyata ada banyak ikan Koi dan ikan Mas di dalam kolam berair jernih itu. Dia teringat masih menyimpan biskuit kering di tasnya. Midori pun bergegas mengambilnya di kamar lalu kembali ke kolam lagi. Dia meremas biskuit kering itu kemudian menaburkan remukan biskuit itu ke permukaan air kolam.
Ikan-ikan cantik itu berebutan memakan remukan biskuit pemberian Midori sehingga membuat gadis itu cekikikan sendiri.
Dari arah berlawanan dengan Midori jongkok di tepi kolam ikan, pemuda yang tadi menciumnya itu memperhatikan Midori. Dia duduk di atas dinding batu taman sembari tersenyum menatap gadis yang molek itu.
Pemandangan di hadapannya begitu menarik bagaikan lukisan. Kecantikan Midori baginya bagaikan puteri duyung Ariel yang ada di cerita dongeng Disney. Midori dan air adalah perpaduan yang indah nan menenangkan.
Midori merasa seperti ada yang memperhatikannya, dia pun celingak-celinguk mencari apa ada manusia lain selain dirinya di taman yang sepi itu. Akhirnya, matanya bertatapan dengan sepasang mata hitam yang sedang menatap lurus ke arahnya. Midori pun terkesiap dan sontak wajahnya merona. 'Pria itu lagi,' batinnya dengan perasaan galau.
Pria itu mengenakan yukata berwarna biru tua dengan motif burung Phoenix berwarna merah keemasan. Sebenarnya pria itu cukup tampan dan gagah, tetapi seumur hidupnya, Midori telah melihat papinya yang sangat tampan dan gagah. Hal itu sedikit banyak membuat indera penglihatannya menjadi tidak sensitif ketika melihat pria tampan selain papinya.
Lagipula dia tidak tertarik untuk berpacaran, dunia orang dewasa dengan kisah percintaan itu agak sedikit membuatnya pusing ketika memikirkannya. Semua film romantis yang pernah dia lihat selalu menyuguhkan adegan seorang wanita yang menangis karena galau dengan perasaannya pada sang kekasihnya. Dia tidak suka itu. Menangisi orang lain itu melelahkan dan menurutnya agak sedikit ... bodoh.
Kenzo heran dengan sikap Midori yang begitu pendiam. Gadis itu berbeda dengan gadis-gadis seusianya yang Kenzo kenal. Biasanya mereka heboh ketika Kenzo hadir dan mencoba menarik perhatiannya begitu rupa. Si Little Mermaid ini begitu dingin dan seolah mengacuhkannya. 'Apa dia mulai kehilangan pesonanya sebagai seorang pria tampan?' batin Kenzo.
Dia pun turun dari dinding batu taman dengan melompat lalu berjalan mendekati Midori sembari tersenyum berkata, "Hai lagi, Nona Midori. Kau suka ikan ya?"
"Maaf, aku lupa namamu ... Kenji?" ucap Midori menebak nama pria itu yang membuat wajah tampan itu berkerut.
"Kau keterlaluan ... bagaimana bisa melupakan namaku hanya dalam waktu kurang dari 1 jam setelah kita berkenalan?" rajuk Kenzo sembari menatap wajah Midori dari jarak 1 meter.
Kecantikan Midori membuatnya menahan napas sekian detik, mungkin ini yang dinamakan 'breath taking beauty'.
"Karena kau membuatku kesal, jadi aku cenderung melupakan namamu ... katakan lagi siapa namamu?" balas Midori dengan santai seraya meringis.
Setelah melihat gadis itu meringis menggemaskan, Kenzo tidak dapat marah. Dia begitu ingin merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya. Tetapi, itu pasti akan membuat gadis itu salah paham dan lebih membencinya, pikirnya.
"Kenzo ... Kenzo Watanabe. Apa kau belum pernah mendengar merk mobil Genoz atau Richter?" ujar Kenzo ingin memberitahu Midori bahwa itu perusahaan milik keluarganya.
Midori menggelengkan kepalanya perlahan sembari menatap Kenzo. "Aku hanya tahu satuan kekuatan gempa bumi diukur dengan Skala Richter," candanya sambil tertawa kecil.
"Gadis cerdas ... sepertinya memang asal-usul nama mobil itu memang karena Skala Richter. Namun, itu merk mobil buatan perusahaanku, Sayang," balas Kenzo memanggil Midori dengan kata 'sayang', dia ingin tahu tanggapan gadis itu.
Ekspresi Midori datar saja seolah tidak peduli. 'Wow! Gadis-gadis yang dia kenal biasanya akan terharu bila dia memanggil mereka dengan kata 'sayang',' batin Kenzo.
"Apa rumahmu di sekitar hotel ini, Kenzo?" tanya Midori dengan penasaran sembari berjalan kembali ke teras kamarnya sementara Kenzo berjalan di sisinya.
"Tidak, rumahku ada di Tokyo. Aku berlibur ke Kyoto bersama teman-teman dekatku. Kami ingin menikmati pemandangan musim semi di sini. Apa kau menyukai Jepang?" jawab Kenzo sembari duduk di lantai kayu di teras kamar Midori.
"Huum ... aku menyukai Jepang, negeri yang indah dan seni budayanya masih begitu kental terasa. Aku suka seni karena mamiku seorang desainer jenius. Dia bahkan mendesain baju-baju pestaku sendiri ketika aku masih kecil," tutur Midori sembari tersenyum ketika membicarakan ibunya.
"Dari mana asalmu, Midori? Ceritakan padaku mengenai keluargamu," pinta Kenzo.
"Aku tinggal di Perth, Australia sejak aku dilahirkan. Namun, darahku mengalir darah Indonesia. Papi dan mamiku tadinya orang Indonesia, mereka lahir di Indonesia, hanya nenek moyang keluarga Carson adalah orang asli Australia, sedangkan keluarga Indrajaya adalah keturunan suku Hokkian. Rumit ya silsilah keluargaku?" Midori tertawa sendiri ketika menceritakan tentang silsilah keluarganya yang memiliki budaya yang bercampur aduk.
Kenzo memperhatikan penjelasan Midori dan senang mendengarnya bercerita. Entah kenapa mendengar suara Midori seperti lagu cinta di telinganya membuat perasaannya berbunga-bunga.
'Sepertinya aku telah jatuh cinta kali ini,' batin Kenzo sembari menatap gadis itu.
Pada pertengahan musim dingin di Jepang, Midori melahirkan putera pertamanya untuk Kenzo. Bayi kemerah-merahan yang lahir melalui jalur normal tanpa harus menjalani operasi Cesar itu menangis kencang saat menghirup napas pertamanya di dunia.Kenzo memberinya nama Kenshin yang artinya kebenaran yang sederhana atau bisa diartikan sebagai kejujuran. Makna lainnya juga menyiratkan sebuah pengorbanan. Ada banyak kisah penuh pengorbanan yang melatar belakangi kehadiran bayi kecil itu sehingga sesuai dengan namanya.Seluruh keluarga besar Watanabe menyambut kehadiran generasi penerus mereka yang berharga dengan penuh kebahagiaan. Sebuah pesta besar digelar di kediaman Watanabe yang ada di Tokyo. Kakek Akehito mengundang sesama tetua kenalannya dari berbagai klan untuk memperkenalkan Kenshin Watanabe.Bayi laki-laki itu memang berambut hitam lebat seperti ayahnya, tetapi ketika matanya terbuka sepasang mata biru terang yang identik dengan genetik ibunya nampak jelas menunjukkan jati dirinya.
Acara resepsi pernikahan yang hanya mengundang kolega dekat, sanak saudara kedua mempelai, serta teman-teman dekat Kenzo itu berakhir sekitar pukul 17.00 waktu Jepang. Mereka berdua dilepas di halaman depan rumah keluarga Kenzo oleh semua tamu dengan mobil pengantin sedan Genoz warna hitam berhias bunga-bunga segar nan cantik itu.Tangan Kenzo melambai keluar kaca jendela mobil yang melaju menjauh menuju ke Hotel Imperial Tokyo. Dia sengaja memesan kamar pengantin di sana agar besok paginya dapat menemui keluarga besar Indrajaya saat sarapan dengan layak. Kenzo memang belum mengenal banyak saudara serta kerabat dekat istrinya dengan baik."Selamat untuk pernikahan Anda, Tuan Muda Kenzo dan Nona Midori!" ucap Yamaguchi yang menyetir mobil pengantin."Terima kasih, Yamaguchi!" jawab Kenzo dan Midori kompak lalu mereka tertawa bersama.Kenzo dan Midori berdebar-debar sepanjang perjalanan mobil menuju ke hotel. Keduanya masih sangat hijau dalam melakukan hubungan suami istri. Pacaran mere
Setelah lewat 2 minggu semenjak Kenzo dirawat di rumah, pemuda itu sudah mulai pulih kondisinya. Kesibukan persiapan pernikahannya jelang hari H membuatnya berdebar-debar teringat tak lama lagi dia akan menjadi seorang suami dan mungkin juga ayah."Midori, besok masa tenang sebelum pernikahan. Jadi hari ini adalah saat terakhir kita bisa bertemu sebelum kamu dipingit," ujar Kenzo sembari menggandeng tangan Midori menyusuri jembatan kayu panjang di pesisir Teluk Tokyo.Langit senja saat dilihat dari tepi pantai memang luar biasa indah. Angin dari arah laut menerbangkan rambut panjang Midori yang tergerai. Kenzo berhenti melangkah lalu melingkarkan kedua lengannya di pinggang Midori dan mereka pun berdiri berhadapan. Perlahan ia mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Midori.Usai berciuman dia pun berkata, "Rasanya masih sama seperti ketika kita pertama kali berciuman di Kyoto. Rasa buah strawberi atau apel. Hahaha." Kenzo merasa dirinya begitu konyol terkenang saat itu."Aku marah dan
Ketika keluarga Indrajaya sampai di kediaman Watanabe, mereka diantarkan ke ruang tamu yang lebih hangat dibandingkan aula besar. Sekalipun sambutan dari keluarga besar Kenzo nampaknya ramah, tetapi Leeray tidak menurunkan kewaspadaannya. Sudah menjadi kebiasaannya sebagai pengusaha bahwa setiap kesepakatan selalu ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Hanya saja mereka belum mendengarnya."Silakan duduk, Semuanya. Terima kasih sudah bersedia memenuhi undangan kami," ujar Kakek Akehito Watanabe dengan nada ramah.Leon menerjemahkan jawaban dari kakak sulungnya, "Selamat siang, Semuanya. Terima kasih telah menerima kehadiran kami dengan ramah."Pemuda itu kali ini benar-benar serius mendengarkan setiap patah kata dari kedua belah pihak keluarga baik Watanabe maupun Indrajaya karena dia menjadi penyambung lidah mereka. Dengan diam-diam Leon menghidupkan fitur perekam suara di ponselnya untuk dokumentasi yang dapat dia berikan ke Kenzo yang tidak hadir bersama mereka dalam pertemuan ini.
Leeray menggantikan ayah ibunda Kenzo yang telah semalaman menjaga putera mereka di ruang ICU. Dia merasa kagum dengan keberanian pemuda Jepang itu saat menperjuangkan cintanya di hadapan tetua keluarga-keluarga yang super kolot memegang teguh tradisi mereka. Beruntung tim dokter bedah Rumah Sakit Tokyo dapat diandalkan sehingga Kenzo masih tertolong nyawanya. Usus pemuda itu robek di beberapa sisi saat tertancap pedang samurai yang digunakan untuk melakukan hara kiri di hadapan altar leluhur klan Watanabe kemarin siang.Dari kaca jendela ruang ICU, Midori memandangi papinya yang menjaga kekasihnya di dalam sana. Alat bantu napas dan selang infus beserta beberapa kabel yang terhubung ke mesin pendeteksi denyut jantung serta kualitas saturasi oksigen semuanya dipasangkan ke tubuh berotot Kenzo yang tertutupi pakaian pasien warna biru muda. Matanya masih terpejam erat dengan napas stabil perlahan.Tiba-tiba ada pergerakan dari tubuh kekasihnya. Midori segera berlari ke meja jaga perawa
Kedua biksuni itu melepas kepergian gadis tak bernama yang ditinggalkan sekelompok ninja di depan pintu kuil beberapa jam sebelumnya. Kini gadis yang tak sadarkan diri dengan kondisi tubuh penuh luka itu telah diinfus di dalam ambulance yang melaju dengan kecepatan sedang menuju ke rumah peristirahatan milik keluarga Yamada di Osaka.Tuan Kenji Yamada mengusap wajahnya yang jelas menampakkan kelelahan. Dia belum sempat beristirahat sejak kemarin karena mengurusi kisah asmara putera sulungnya, Takeshi. Cinta terlarang yang menyisakan kepahitan. Gadis dari klan Tokugawa itu nyaris mati dan dibuang jauh dari kediaman keluarganya. Bila dia boleh jujur, nuraninya menangis mengetahui masih ada praktik-praktik tradisi kolot yang tak berperikemanusiaan. Zaman telah berganti akankah manusia masih tetap berdiri di jalan lama dengan mengeraskan hati seperti Tuan Masumi Tokugawa? batin pria itu prihatin."Apa kau sudah menghubungi Takeshi agar memanggil dokter ke rumah di Osaka, Ito?" tanya Tuan