Share

Tuan Muda Watanabe

Senja pun turun dengan pemandangan langit yang indah di Kyoto. Kenzo melihat matahari tenggelam di cakrawala langit senja berwarna jingga keunguan bersama Midori dari teras kamar tempat gadis itu menginap yang menghadap ke arah barat.

Ini adalah satu hari terindah dalam hidup Kenzo. Menikmati senja bersama bidadari. Ketika dia menoleh ke arah Midori, mereka saling bertatapan. Mata biru Midori bagaikan berlian biru yang begitu indah. Keelokan paras Midori itu membuatnya terpana. Wajah gadis-gadis Asia yang seumur hidup Kenzo lihat seolah tampak begitu biasa bila dibandingkan dengan Midori.

Dia berpikir bagaimana caranya membuat gadis berambut cokelat kemerahan dan bermata biru ini jatuh cinta kepadanya. Dia ingin memiliki Midori sebagai kekasihnya, HARUS!

"Ken ... zo, apa kau tidak ingin bersiap-siap untuk makan malam?" tanya Midori yang sebenarnya ingin mengusir Kenzo secara halus. Dia ingin berbaring sebentar di tempat tidur sebelum waktu makan malam tiba.

Dengan enggan, Kenzo pun berpamitan dengan Midori lalu bangkit untuk kembali ke kamarnya sendiri. Namun, sebelum pergi, dia buru-buru mengecup pipi Midori dan membuat gadis itu terkejut dengan tindakan Kenzo yang tiba-tiba.

"Hey, kenapa menciumku tanpa seizinku?" protes Midori sembari mencebik menatap Kenzo.

Kenzo pun menggaruk-garuk kepalanya sambil meringis. "Apa tidak boleh, Midori? Bukankah orang barat melakukannya ketika bertemu dan berpamitan?" ujarnya beralasan.

"Tapi, kau orang asing bagiku ... bukankah kita baru berkenalan beberapa jam? Kau membuatku takut, Ken ...," ucap Midori jujur.

Kenzo pun meraih tangan Midori dalam genggamannya lalu berlutut di hadapan gadis itu. "Jangan takut padaku, Sayang. Aku bukan pria jahat, sekalipun ini sepertinya terlalu cepat untuk dikatakan ... sesungguhnya aku jatuh hati padamu, Midori," ujar Kenzo sembari menatap wajah Midori.

Gadis itu terperangah karena terkejut mendengar ucapan Kenzo. 'Apa barusan pria ini menembaknya?' batin Midori bingung.

"Maaf, sepertinya aku tidak paham dengan maksud ucapanmu barusan, Kenzo," balas Midori seraya menarik tangannya dari genggaman Kenzo. Namun, berakhir dengan tarik-menarik dengan pria itu.

Midori pun tertawa berderai dan menelengkan kepalanya dengan tatapan tak percaya ke wajah Kenzo. "Well, ayolah jangan konyol. Lepaskan tanganku, Kenzo. Kau kekanak-kanakan!" cerca Midori pada pria di hadapannya itu.

"Aku akan melepaskan tanganmu, Cantik. Tapi sebelumnya, kabulkan permintaanku dulu. Izinkan aku menciummu lagi. Bagaimana?" kata Kenzo dengan percaya diri dan sedikit tak tahu malu.

Midori berpikir keras, dia lelah, pria ini membuang-buang waktu istirahatnya. Mungkin satu ciuman saja bisa mengusir Kenzo. Dia pun menjawab, "Baik, satu ciuman saja lalu kembalilah ke kamarmu sendiri, Kenzo, oke?"

Kenzo pun tersenyum lebar seolah mendapatkan hadiah utama undian berhadiah. "Oke, berdirilah kalau begitu ...," pintanya.

Midori pun berdiri dan tak sempat menyadari ketika Kenzo meraihnya ke dalam dekapannya dan melumat bibirnya 'lagi' seperti tadi sore. Namun, entah kenapa rasa ciuman itu begitu posesif sekaligus membuatnya mendamba ... untuk Kenzo terus menciumnya.

Ketika oksigen dalam otaknya menipis, Kenzo pun mengakhiri ciumannya di bibir Midori. 'Sepertinya gadis itu tadi membalas ciumannya,' batin Kenzo sambil tersenyum puas. Dia menata napasnya yang tak beraturan mengisi oksigen ke dalam otak dan paru-parunya.

"Good bye, Kenzo," ucap Midori melepaskan diri dari dekapan pria itu lalu kabur masuk ke kamarnya dan buru-buru menutup pintu teras kamarnya.

Kenzo tertawa kecil mengetahui gadis incarannya kabur terbirit-birit ke dalam kamarnya. Dia pun bergegas kembali ke kamarnya sendiri. Dia harus menampilkan dirinya dengan baik di hadapan keluarga Midori. 

"Tuan Muda," sapa kepala pengawalnya, Yamaguchi. 

"Aku butuh bantuanmu, Yamaguchi. Pesankan makan malam untuk 8 orang di restoran hotel ini, aku akan turun pukul 18.50 nanti."

"Siap, Tuan Muda. Saya mohon diri," sahut Yamaguchi lalu segera meninggalkan kamar Kenzo untuk mengatur makan malam sesuai perintah tuan mudanya.

Kenzo mandi sebentar di bawah shower lalu mengenakan setelan jas resminya yang berwarna hitam dengan kemeja putih untuk menghormati tamunya pada makan malam kali ini.

Tak lama kemudian ketiga sahabatnya masuk ke kamarnya dan duduk di ranjang Kenzo. Mereka heran karena Kenzo mengenakan setelan jas rapi seperti itu. 

"Ken, kau mau kemana? Tidak kembali ke Tokyo, kan?" tanya Keichiro Yamada, putera pemilik pusat perbelanjaan Suncity di Tokyo dan beberapa kota besar di Jepang seperti Nagoya, Osaka, dan kota lainnya.

"Belum, Kei. Aku akan menjamu calon mertuaku dengan makan malam pukul 19.00 nanti. Kalian bertiga ikutlah mendampingiku." Kenzo menyimpulkan ikatan dasinya yang berwarna merah maroon dengan cekatan dan rapi di kerah kemeja putihnya.

"Apa Tuan Tokugawa datang kemari, Ken?" tanya Shinichi bingung.

"Tsskk bukan calon mertua yang itu, Shin. Ini orang tua gadis berambut cokelat yang tadi siang di onsen. Kau ingat 'kan?" jawab Kenzo sembari mematut-matutkan dirinya di cermin.

Shinichi sontak bengong mendengar jawaban Kenzo lalu dia bangkit dari ranjang meraih bahu sahabatnya itu dan menatapnya sembari berkata, "Sadarlah Kenzo, kau menggali lubang kuburanmu sendiri dengan melakukan hal seperti ini."

"Tsskk biarkan aku memilih jalanku sendiri, Shin ... berulangkali kukatakan, aku tidak menyukai Ayumi. Bahkan hingga kiamat atau Nagasaki Hiroshima dibom lagi pun aku tidak akan menikahinya." Kenzo benar-benar kesal bila Shinichi mengingatkannya mengenai perjodohannya dengan Ayumi Tokugawa.

Dia benci kepribadian gadis itu yang songong dan sering bertindak semaunya sendiri. Intinya gadis manja bukan tipenya, biar gadis itu keturunan kaisar sekalipun.

"Hideo, maafkan aku, tapi aku sungguh-sungguh tidak memiliki perasaan apapun pada sepupumu itu. Kuharap kau tidak tersinggung," ujar Kenzo pada Hideo Tokugawa, sepupu dekat Ayumi.

Hideo hanya tertawa sinis menatap Kenzo. "Aku tidak ikut campur urusan perjodohanmu dengan Ayumi, Ken. Hanya saja kupikir Shinichi benar, tradisi harus dihormati ... aku kuatir kau akan kehilangan segalanya bila menentang perintah tetua adat. Apa kau sudah siap untuk hidup susah, Tuan Muda Watanabe?" ujar Hideo seraya merapikan rambut poninya yang panjang ke belakang.

Mendengar teguran Hideo, Kenzo pun merasa kesal. Namun, sahabatnya yang berusia 3 tahun lebih tua darinya itu memang benar dengan segala ucapannya. 

"Aku menghargai perhatianmu, Hideo. Aku akan memikirkannya dengan serius mengenai hal ini. Tapi ... aku serius dengan perasaanku pada gadis berambut cokelat itu, namanya Midori. Kurasa dia telah membuatku jatuh hati," balas Kenzo sembari berdiri di hadapan ketiga sahabatnya itu.

"Apa Midori ini juga membalas perasaanmu, Ken?" tanya Keichiro penasaran, pikirnya tak semudah itu membuat gadis berkebangsaan asing jatuh hati, yang produksi dalam negeri pun kadang sulit.

Kenzo tersenyum pada Keichiro seraya menjawab, "Sayangnya, aku masih berusaha, Kei. Hahaha ... dia tipe gadis yang tak mudah jatuh hati. Atau mungkin juga aku kurang tampan baginya?"

"Kau payah sekali, Kenzo!" seru Keichiro seraya memukul tubuh Kenzo dengan guling.

"Hey hey jangan merusak penampilanku, Kei! Aku akan bertemu calon mertuaku!" seru Kenzo sembari tertawa tergelak bersama ketiga sahabatnya itu.

"Tuan Muda Watanabe sungguh konyol ... kurasa calon mertuamu akan menolakmu malam ini!" ledek Shinichi membantu Keichiro membully sahabat mereka itu.

"Iiisshh ... kalian ini!" desis Kenzo dengan kesal. 

"Aku berangkat ke restoran sekarang, kalian nanti nyusul aja ke restoran, aku sudah memesan tempat juga untuk kalian." Kenzo melambaikan tangannya sembari berjalan keluar dari kamar tempatnya menginap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status