Share

Bab 8

Author: Robert Martin
Cheryl mengabaikan semua orang dan kembali ke loteng, ruangan kecil miliknya untuk mengobati luka-lukanya sendiri.

Setelah selesai, dia berbaring di ranjang dan menatap kosong ke langit malam yang pekat seperti tinta.

Dia berharap waktu bisa berjalan lebih cepat.

Dia ingin segera lepas dari keluarga yang tak berperasaan ini.

Tiga hari berikutnya, semuanya sibuk mempersiapkan acara kelulusan Sofiana.

Hendra memang sangat menyukai gadis itu. Dia bahkan mengumumkan akan pergi ke kantor catatan sipil untuk secara resmi mengadopsinya dan berkata bahwa Sofiana ratusan kali lipat lebih baik daripada putri kandungnya sendiri.

Hari acara kelulusan tiba.

Hendra yang bahkan tak pernah sekalipun menghadiri perkumpulan orang tua untuk Cheryl, hari itu mengenakan setelan jas mahal yang dibuat khusus.

Tak ada seorang pun yang mengundang Cheryl.

Seolah semua orang sudah lupa bahwa masih ada dirinya di rumah ini.

Sebelum berangkat, Sofiana mengetuk pintu loteng.

Wajahnya tak lagi menyimpan kepolosan dan kelembutan seperti biasanya.

“Cheryl, berlututlah memohon padaku.”

“Aku bisa menyuruh ayah memaafkanmu.”

Melihat Cheryl tak bereaksi, senyuman licik di sudut bibir Sofiana tak lagi bisa disembunyikan.

“Kamu memang unggul dariku dalam banyak hal. Satu-satunya kekuranganmu adalah kamu nggak tahu caranya menunduk dan menjilat orang di sekitarmu.”

“Itulah sebabnya, kamu hanya bisa menyaksikan kekasihmu, keluargamu, bahkan paten penemuanmu, semuanya direbut olehku.”

“Aku sangat penasaran, kenapa kamu nggak mati saja? Hidup layaknya anjing seperti ini, emangnya menyenangkan? Hahaha….”

….

Sofiana terus bercerita panjang lebar.

Dia sama sekali tak khawatir ucapannya akan disebarkan oleh Cheryl.

Sekarang, apapun yang dikatakan Cheryl tak akan dipercaya oleh siapapun.

Hingga Rikardo memanggilnya, barulah Sofiana pergi dan pergi bersama dengan keluarga Cheryl menuju acara kelulusan.

Setelah Sofiana pergi, Cheryl meraih sebuah perekam suara dari bawah ranjang yang masih menyala.

Dengan pelan, dia menekan tombol stop.

Hari ini adalah hari dirinya meninggalkan kota ini.

Sebelum pergi, dia ingin keluarga melihat sendiri, seperti apa bunga beracun yang mereka pelihara selama ini.

Setengah jam kemudian, mobil dari akademi kedokteran tiba.

Melihat Cheryl hanya membawa foto mendiang ibunya, petugas yang datang sempat terkejut dan bertanya, “Kita harus berangkat sekarang, nggak ada koper lain yang perlu dibawa?

“Nggak perlu.”

Cheryl memeluk erat foto itu sambil menggeleng.

Selain foto di pelukannya, dia tak ingin membawa apapun.

Sesampainya di bandara, Cheryl duduk di ruang tunggu, menikmati hangatnya sinar matahari yang menyorot ke tubuhnya.

Di sinilah awal dari kehidupannya yang baru.

Tiba-tiba, Rikardo meneleponnya.

Kemarin, Rikardo kembali ke restoran itu dan memeriksa rekaman CCTV.

Barulah dia tahu, waktu itu Sofiana jatuh sendiri dan sama sekali tak ada hubungannya dengan Cheryl.

“Kita ketemu sebentar setelah acara kelulusan. Aku bicara terlalu kasar waktu itu, jadi mau minta maaf.”

“Oh iya, waktu itu aku lupa ulang tahunmu karena sibuk. Biar aku menggantinya kali ini, aku sudah siapkan hadiahnya.”

Dia sama sekali tidak khawatir Cheryl akan menolak. Dia sangat mengenal perempuan ini.

Dulu, tak peduli sebesar apa pun dirinya membuat Cheryl marah, selama dirinya menghibur sebentar, Cheryl pasti akan kembali padanya.

Namun kali ini, Cheryl tak mengucapkan sepatah kata pun.

Keheningan yang aneh itu membuat hati Rikardo gelisah.

Pengumuman boarding terdengar, waktunya naik pesawat.

Raut wajah Rikardo langsung berubah.

“Tunggu, suara apa itu? Kamu di mana?”

Cheryl memutuskan sambungan telepon, mencabut kartu SIM dari ponselnya, lalu mematahkannya.

Kini, dia tak akan lagi tergerak oleh kasih sayang palsu itu.

Entah ayah, adik, maupun sahabat masa kecilnya, dia tak ingin melihat mereka lagi.

Dengan satu tekad bulat, Cheryl melangkah pergi tanpa menoleh lagi ke belakang.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 18

    “Kita benar-benar sudah nggak mungkin?”Rikardo masih belum ingin menyerah begitu saja.Cheryl tidak menjawab, tetapi diamnya sudah merupakan jawaban.Bukan berarti dia tak bisa menolak Rikardo.Melainkan dia tidak tahu bagaimana cara mengucapkan perpisahan tanpa melukainya.Kesunyian itu adalah kelembutan terakhir Cheryl untuknya.“Baiklah, aku mengerti.”Rikardo menundukkan kepala dan akhirnya menyerah.Cheryl membantunya berdiri, lalu mengambil sebuah kaset dari saku jas laboratorium.Sekilas, Rikardo langsung mengenalinya. Ini adalah hadiah pertama yang pernah diberikan Cheryl padanya, berisi lagu kesukaannya.Namun dulu, karena jatuh cinta pada Sofiana dan ingin benar-benar memutuskan hubungan dengan Cheryl, dia pernah mengembalikan kaset itu beserta tape recordernya.Itu adalah salah satu hal yang paling dia sesali.Setelah itu, dia tak pernah menemukan kaset itu lagi di tape recorder. Awalnya dia mengira kaset itu sudah dibakar bersama barang-barang Cheryl, tapi ternyata Cheryl

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 17

    Suhu udara hampir membeku, membentuk embun es.Hingga rasa pahit terasa di bibirnya, barulah Rikardo tersadar bahwa bibir bagian bawahnya berdarah karena tergigit.Demi pertemuan yang sudah lama ditunggu-tunggu ini, dia menembus waktu selama dua belas bulan, melewati pagi dan malam, hampir menelusuri setiap sudut kota, sampai pendidikannya terbengkalai. Kepala sekolah yang tak tega melihat Rikardo yang dulunya murid teladan begitu terpuruk, akhirnya memberitahu keberadaan Cheryl padanya.Begitu mendapat informasi itu, Rikardo langsung memesan tiket pesawat ke tempat ini.Perjalanan yang melelahkan membuatnya tak sempat minum seteguk air pun. Satu-satunya yang terbayang hanyalah bertemu dengan orang yang selalu menghantui pikirannya.Namun, ketika akhirnya bertemu lagi dengan Cheryl, dia menyadari kenyataan yang menyakitkan.Cheryl sudah bukan lagi sahabat kecilnya yang lembut dan sabar seperti yang dia ingat.Meski berusaha sekuat tenaga, Rikardo tak mampu menemukan sedikit pun rasa ci

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 16

    Rangkaian bintang berkelip di langit, James duduk meringkuk dengan tenang di bangku batu yang diselimuti cahaya bulan.Dia meletakkan lengan bawahnya di atas lutut Cheryl, tapi pandangannya tak lepas dari wajah gadis itu.Sinar bulan membentuk lapisan tipis seperti embun di kulit Cheryl yang sehalus giok putih, membuatnya tetap memukau bahkan di tengah gelapnya malam.Baru ketika salep menyentuh luka bakarnya, James menarik napas dingin dan tersadar kembali.“Lukanya lumayan parah. Kalau nggak diobati, nanti bisa meninggalkan bekas. Kamu juga mahasiswa kedokteran, kenapa sampai nggak diperhatikan begini?”“Nggak apa-apa. Aku laki-laki, sedikit bekas luka di lengan itu nggak masalah. Nggak ada yang bakal peduli….”“Aku peduli.”Cheryl menghela napas, membuat pria itu terbengong.Setelah mengoleskan obat, Cheryl menatapnya dengan serius dan berkata, “James, besok kamu pulang ke kampus saja. Aku mengerti perasaanmu, tapi aku nggak punya waktu untuk memikirkan soal cinta sekarang dan aku j

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 15

    Di bagian barat lapangan akademi kedokteran, di dekat sebuah sebuah pohon ginkgo, Cheryl memilih tempat yang hangat untuk duduk.Aroma disinfektan dari laboratorium masih tercium samar di hidungnya. Dia membuka kancing kerahnya, menghirup udara segar luar ruangan, lalu menaburkan remah-remah roti gandum ke kumpulan merpati abu-abu dan putih.Sudah tiga bulan dia berada di akademi kedokteran.Begitu masuk ke laboratorium, dia sering bekerja seharian penuh.Kartu akses di sakunya seakan sudah membekas di jas lab putihnya.Kesibukan seperti ini bagi orang biasa mungkin sulit ditanggung, tapi bagi Cheryl yang sudah melewati banyak rintangan, ini belum seberapa.Di tim penelitian obat baru laboratoriumnya, rekan-rekan yang bekerja bersamanya adalah para maestro terkemuka di dunia medis saat ini atau bahkan senior yang menjadi panutan di bidang kedokteran.Meski saat ini dia hanya berperan sebagai asisten laboratorium, dalam waktu tiga bulan saja, ilmu yang dia dapat sudah jauh lebih banyak

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 14

    Suara bantingan tinju di tubuh terdengar begitu berat dan bergema di ruang tamu.Rintihan Sofiana semakin lama semakin terputus-putus. Tubuhnya bergetar seperti ikan yang terkapar kehabisan air, wajahnya berlumuran air mata dan ingus, “Ma… maaf Om Hendra. Aku hanya anak yatim piatu dan terlalu menginginkan sebuah rumah, makanya aku bilang semua kebohongan itu.”Tiba-tiba, dia meraih ujung celana Hendra, lalu membenturkan dahinya ke lantai hingga muncul memar biru keunguan, “Tolong ampuni aku, aku nggak akan bohong lagi. Kumohon, maafkan aku.”Hendra menatapnya dengan mata memerah.Jawaban yang diberikan hanyalah hantaman tinju yang lebih keras.Saat akhirnya Hendra berhenti memukul, Sofiana sudah tergeletak di lantai seperti anjing mati dengan napas yang tersengal.“Ayah,” terdengar suara Yuseli yang seperti keluar dari dasar jurang beku, “Siapa sebenarnya… yang mendonorkan darah untukku di kecelakaan itu?”Tubuh Hendra bergetar hebat. Tiba-tiba, dia menampar dirinya berkali-kali.“Che

  • Kehangatan Yang Datang Terlambat   Bab 13

    Melihat Hendra hendak membuang tape recorder itu ke tempat sampah, Rikardo segera melangkah maju.“Tunggu, aku mau dengar dulu apa yang direkam di dalamnya.”Ucapan mereka malah membuatnya teringat sesuatu.Cheryl sengaja menaruh tape recorder itu di dalam kotak kado dan menempatkannya di posisi yang begitu mencolok, pasti ada alasannya.“Untuk apa didengar? Bisa jadinya isinya hanya kata-kata yang mengutuk kita. Nggak bagus, mending dibuang saja.”Anehnya, Sofiana berdiri dan bergegas membuka kaset di dalam tape recorder itu.Sikapnya terlihat sangat tegang, benar-benar tak seperti dirinya yang biasanya tenang dan anggun.“Berhenti.”Rikardo jelas tak akan membiarkannya berhasil, dia langsung maju untuk menghentikannya.Saat keduanya berebut, Rikardo lebih dulu menekan tombol putar.Disertai suara statis, terdengar suara sombong yang begitu jelas.“Cheryl, berlututlah memohon padaku.”“Aku bisa menyuruh ayah memaafkanmu.”….Di dalam rekaman, nada suara Sofiana sama sekali tidak terde

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status