LOGINMing Yue teringat di kehidupan sebelumnya, kala itu, Qiang Yuze memang pernah terluka saat menangkap perampok di sebuah toko. Kebetulan Ming Yue sendiri melihat kejadian itu ketika sedang keluar rumah. Para perampok ditangkap, dan Qiang Yuze yang sedang menyamar, akhirnya ketahuan identitasnya oleh prajurit istana.
Orang-orang yang menyaksikan langsung terpesona oleh keberaniannya, seorang Putra Mahkota yang rela mempertaruhkan nyawa demi rakyat. Reputasinya pun melambung tinggi.
Namun, hanya Ming Yue yang akhirnya tahu kebenarannya. Semua itu hanyalah pencitraan murahan. Perampok yang ditangkap bukanlah penjahat sungguhan, melainkan orang suruhan Qiang Yuze sendiri.
Ming Yue di kehidupan lalu yang sudah terlanjur jatuh cinta kepadanya, dengan bodohnya justru membantu mengobati luka Qiang Yuze diam-diam. Di sana rahasianya terbongkar, dan sejak itulah hidupnya terjerat, berakhir di sisi seorang pria yang hanya memanfaatkannya.
Ming Yue mengepalkan tangannya erat, hingga buku-buku jarinya memutih. ‘Tapi kali ini, hal itu tak akan pernah terjadi lagi,’ batinnya bertekad.
“Selain itu Nona,” lanjut Xiao Lin kembali berbisik. “Di malam hari, seorang perempuan diam-diam mendatangi kamar Putra Mahkota.”
Tatapan Ming Yue menyipit. “Siapa?”
“Sepupu Anda, Lao Lan. Hubungan mereka cukup dekat dan sering bertemu secara diam-diam.”
Mendengar hal itu, Ming Yue terdiam beberapa saat. Dadanya terasa bergejolak, namun wajahnya tetap datar kemudian bertanya. “Sejak kapan?”
“Sejak beberapa bulan lalu. Pertemuan pertama mereka terjadi saat Putra Mahkota datang ke rumah bordil dengan menyamar,” jawab Xiao Lin.
Hening sejenak, Ming Yue akhirnya tertawa hambar. ‘Ha! Jadi begitu,’ batinnya.
Dalam hatinya, potongan-potongan masa lalu akhirnya terhubung. Kini ia mengerti, sejak awal, Qiang Yuze hanya menjadikannya alat. Walau memiliki Lao Lan sebagai kekasihnya, pria itu tetap menikahinya setelah mengetahui rahasia besar di tubuhnya. Semua manis kata-kata Qiang Yuze dulu, semua janji kebahagiaan, hanyalah topeng belaka.
Mata Ming Yue meredup, tatapannya tajam bagai pisau. ‘Baiklah, nikmati saja kebersamaan kalian itu sampai ke neraka,’ jeritnya dalam hati, penuh amarah yang tertahan.
Waktu berlalu dalam sekejap, dan hari yang ditunggu akhirnya tiba. Kediaman keluarga Ming dipenuhi kesibukan sejak fajar. Para pelayan berlarian, membawa baki berisi perhiasan dan hidangan. Kerabat-kerabat jauh yang datang dari berbagai kota memenuhi aula depan.
Suasana riuh, penuh ucapan selamat, namun juga dibalut rasa ingin tahu yang tajam tentang nasib pernikahan putri keluarga Ming dengan Pangeran kedua yang cacat itu.
Sebelum matahari terbit, Ming Yue sudah dibangunkan. Ia dimandikan dengan air bercampur bunga melati, lalu tubuhnya dibaluri wewangian lembut. Wajahnya dirias teliti, rambutnya disanggul tinggi dihiasi tusuk emas.
Melakukan semua itu membuat Ming Yue cukup lelah. ‘Untuk kedua kalinya aku harus melalui keributan seperti ini, menyebalkan,’ batinnya menggerutu.
Di tengah ia sedang dirias, tiba-tiba seseorang masuk ke dalam kamar.
“Yue.”
Ming Yue menoleh cepat, alisnya mengerut. Sosok yang masuk membuat hatinya dingin. Itu adalah Lao Lan, sepupunya dari pihak Ayah. Gadis itu melangkah ringan, senyum lebar mengembang di wajahnya.
“Selamat atas pernikahanmu!” seru Lao Lan, tangan terulur hendak memeluk.
Namun Ming Yue segera menahan dengan tangannya. “Jangan memelukku. Riasanku bisa rusak,” ucapnya datar.
Lao Lan mendengus kecil. “Ya ampun, jahat sekali. Padahal aku membawa banyak hadiah untukmu.”
“Terima kasih,” sahut Ming Yue singkat tanpa menoleh lagi, tak terlalu peduli apa pemberiannya.
Lao Lan menatapnya heran. Sikap Ming Yue berbeda dari biasanya, dingin, tidak ramah. Padahal dulu, gadis itu cukup manis, sopan, dan selalu menurut padanya.
Tapi Lao lan tak menyerah, ada sesuatu yang ingin dia tanyakan langsung.
“Yue, Kau yakin akan menikah dengan Pangeran Kedua? Kau tahu kan, dia itu…” Lao Lan berhenti sejenak, lalu berbisik di telinganya, “Cacat. Dan kudengar rumornya dia juga impoten.”
Ming Yue memutar bola matanya malas. “Aku lelah mendengar pertanyaan seperti itu sejak kemarin, pergi sana jika kau hanya ingin bicara omong kosong,” usirnya mulai jengkel.
Wajah Lao Lan menegang, matanya menyipit geram. “Hanya karena menikah dengan keluarga kekaisaran kau jadi besar kepala ya,” ucapnya dengan nada suara yang dinaikkan.
“Ukuran kepalaku masih tetap sama,” sahut Ming Yue santai.
Lao Lan semakin panas. “Lihat saja! Kau akan hidup menderita karena menikahi Pangeran yang tak berguna itu!” balasnya tak mau kalah.
Ming Yue tersenyum tipis dan mengangguk. “Mungkin kau benar. Tadinya, perjodohanku adalah dengan Putra Mahkota Qiang Yuze. Apa sebaiknya aku memilih dia saja?” ucapnya seolah sedang mempertimbangkan.
Mendengar hal itu Lao Lan sontak terbelalak, wajahnya berubah pucat. “A-apa?!”
Ming Yue menatapnya lurus, pura-pura terkejut juga.
“Kau tidak tahu, ya? Itu adalah perjanjian lama antara kakek dan Kaisar sebelumnya. Aku seharusnya menikah dengan—”
“Jangan sembarangan bicara!” potong Lao Lan cepat, wajahnya terlihat panik. “Dia tak mungkin mau menikah denganmu! Yang mulia Qiang Yuze itu milikku!” bentaknya.
Qiang Jun sedikit mengernyit.“Untuk apa?” tanyanya datar.Yong Bai sedikit gugup, tapi tetap menunduk hormat.“Saya hanya ditugaskan memanggil Anda berdua.”Qiang Jun terdiam sejenak, terlihat enggan. Dalam benaknya, dia sudah menebak apa yang akan dikatakan kaisar nanti.“Baiklah, kami ke sana,” jawabnya.Tapi bukan Qiang Jun, melainkan Ming Yue.“Tunggu, Yue—“Qiang Jun hendak menolak, namun Istrinya sudah memegang lengannya.“Ayo cepat. Tidak sopan menolak perintah Yang Mulia.”Ming Yue langsung menghabiskan tanghulu terakhir di tangannya. Kemudian pergi menarik Qiang Jun pergi.Lagi-lagi pria itu tak bisa menolak ajakan Istrinya.Setelah mengikuti Yong Bai, akhirnya mereka tiba di ruang tamu istana utama. Semua anggota keluarga kekaisaran tengah berkumpul.Qiang Jun menghela nafas pelan.‘Kan. Sudah kuduga,’ pikirnya.Ming Yue segera membungkuk sopan.“Maaf membuat Anda menunggu, Yang Mulia.”Sementara Qiang Jun hanya mengangguk singkat. Sikap sopan minimal yang selalu dilakukan
“Tunggu. Apa?” Qiang Mingze memiringkan kepalanya tak paham. ”Kenapa kau tidak mau?”Qiang Jun hanya mengangkat kedua bahunya santai.“Saya hanya tidak mau melakukannya,” jawabnya asal.Aula sontak makin riuh oleh bisikan, namun Qiang Jun tidak menggubris. Ia justru menoleh pada istrinya.“Tidak apa, kan, Yue?”Ming Yue menatap suaminya sejenak, lalu tersenyum tipis.“Aku hanya mengikutimu saja.”Senyuman lega terbit di bibir pria itu.“Kalau begitu, kita kembali.”Ming Yue mengangguk pelan. Mereka berdua lalu membungkuk sopan.“Kami masih ada pekerjaan lain yang harus dilakukan, Yang Mulia. Jika berkenan, kami permisi lebih dulu,” ujar Ming Yue pamit.“Terima kasih banyak atas penghargaan Anda,” tambah Qiang Jun.Qiang Mingze terpaku sesaat. Dalam hatinya, sempat berharap. Tapi akhirnya ia menghela napas panjang sambil memijat pelipisnya.“Baiklah. Kalian boleh pergi,” balasnya mengizinkan.Pasangan itu pun bangkit. Dan melangkah pergi meninggalkan aula yang masih sedikit ribut karen
Hari-hari berlalu, bulan berganti. Sudah cukup lama setelah hari eksekusi Qiang Yuze, beserta pengikutnya yang ikut dihukum.Rasanya terlewat begitu saja dengan damai.Organisasi milik Pangeran kedua telah resmi berubah menjadi Qin Ai Yue. Dan bisnisnya berkembang lebih pesat.Qiang Jun berjalan menuju kamar istrinya. Namun ketika pintu terbuka, ia hanya menemukan Xiao Lin yang sedang merapikan tempat tidur.“Di mana Yue?”Xiao Lin menoleh dan menjawab.“Nona berada di kuil, Tuan.”Qiang Jun menghela nafas panjang.Ming Yue jadi lebih sering berada di kuil. Terus berusaha memecahkan kode dari gulungan kertas pemberian Ayahnya.Qiang Jun segera bergegas pergi ke kuil.Kuil yang berada di puncak gunung itu kini sudah direnovasi oleh orang-orang Qin Ai Yue.Selain bangunan kuil utama, di bagian belakang ternyata terdapat pula rumah para pelayan dewa. Taman yang rindang, juga perpustakaan penyimpanan manuskrip lama.Tempat itu kini jauh lebih hidup. Bahkan beberapa anggota Qin Ai Yue memut
Ming Yue merapatkan bibirnya, mencoba menahan senyuman.‘Sudahlah. Dari pada dia terus merajuk,’ pikirnya pasrah.Perlahan, kedua tangan terulur merangkul lengan Qiang Jun yang ada di atasnya.“Baiklah,” bisiknya lembut. “Akan kutemani kau semalaman.”Seketika mata Qiang Jun berkilat penuh semangat, bahkan sedikit liar. Ia tidak menunggu sedetik pun.Dengan cepat pria itu menunduk dan meraup bibir Istrinya. Mencium dengan rakus. Melumat habis setiap helaan napas Ming Yue.Lidahnya membelit, menuntut, seolah ingin menandai bahwa wanita itu adalah miliknya seorang.Tangan Qiang Jun turun. Menarik satu kaki Ming Yue ke atas tubuhnya dan mencengkeram dengan posesif.‘Di kehidupan kali ini, kau hanya perlu melihatku. Hanya aku,’ gumamnya dalam hatiMembuat ciumannya semakin dalam, sedikit brutal namun dipenuhi cinta yang membara.Hari-hari berlalu. Sudah satu minggu sejak kaisar menunda hukuman Qiang Yuze.Akhirnya, para bangsawan kekaisaran berkumpul di aula pengadilan. Beberapa warga pun
Ming Yue berhasil keluar dari istana secara diam-diam. Langkahnya ringan seperti bayangan.Ming Yue teringat memiliki janji dengan seseorang. Dan sesuatu yang harus ia pastikan sendiri.Hingga akhirnya tiba di dekat gerbang penjara kerajaan.Seperti yang pernah Ming Yue lakukan sebelumnya, dia menyebarkan asap untuk membuat mereka tertidur sementara.Setelah beberapa saat, Ming Yue melesat masuk dengan cepat. Dia pergi ke sel penjara Qiang Yuze berada.Dan saat berdiri di depan jeruji, langkahnya berhenti. Sesaat, Ming Yue terdiam.‘Cih. Apa dia secepat ini mati?’ pikirnya. Berdecak kesal.Namun masih ingin dia pastikan.Kondisi Qiang Yuze sangat menyedihkan.Dengan wajah pucat, dan tubuhnya terkulai terlihat sekarat. Darah masih menetes perlahan dari luka di lengannya.Ming Yue berjongkok dan memeriksa nadinya. Masih ada, walau tipis. Bagai nyala lilin yang sebentar lagi padam.Ming Yue mengembuskan napas, kemudian menggigit ujung jarinya. Setetes darah muncul, dan ia memberikannya p
“Kenapa dia?” tanya Ming Yue. Masih terlihat tenang.An Rong menarik nafas.“Pangeran kedua bertengkar dengan Kakakku, sampai mengeluarkan pedang.”Mendengar hal itu, Ming Yue mengernyit. Tanpa berkata lagi, ia bergegas menuju halaman belakang. An Rong mengikuti dari belakang.Begitu tiba di area tanah luas dekat gazebo, mereka mendengar denting besi tajam. Dua orang tengah bertarung cukup serius. Dengan ekspresi sama-sama kesal.Ming Yue berhenti di dekat kakaknya, Ming Hao. Serta dua pria kembar yang berdiri santai seolah menonton pertunjukan.“Kenapa kalian hanya diam? Bukannya menghentikan mereka?” tegur Ming Yue.Ming Hao menaikkan kedua bahunya santai.“Biarkan saja. Ini menyenangkan,” katanya. Sambil mengunyah camilan.“Awalnya kita sedang main kartu. Tapi Kakak kedua selalu kalah,” ujar Qiang Shen.“Dan dia memergoki An Beiye ternyata curang. Akhirnya marah dan langsung menghajarnya, sampai jadilah seperti sekarang,” sambung Qiang Rui menjelaskan.Ming Yue memejamkan mata sing







