Beberapa hari berlalu, Ming Yue telah melakukan pelatihan yang cukup keras dari gurunya yang tegas namun lemah lembut. Meski begitu Ming Yue tak pernah menyerah, dia terus berusaha, setidaknya dengan usahanya ini, dia memiliki kekuatan untuk melindungi diri sendiri dibandingkan sebelumnya.
Malam itu, setelah selesai mandi, Ming Yue duduk di tepi ranjang. Rambut basahnya ia keringkan perlahan dengan kain tipis. Tiba-tiba terdengar ketukan samar di jendela kamar yang tertutup. Ming Yue mendekat ke sumber suara. Dan di balik jendela itu, sosok yang sama sekali tak ia sangka berdiri di sana.
“Tuan Song?” Ming Yue membelalakkan mata, terkejut. “Apa yang anda lakukan di sini? Sudah saya bilang, sayasendiri yang akan mengirim eliksir itu.”
“Bukan soal itu, kulihat sepertinya kau ingin belajar bela diri? Kenapa tak meminta anggota Song She untuk mengajarimu? Kami punya banyak ksatria hebat,” tanya pria bertopeng itu.
Ming Yue menghela nafas. “Akan ada pertanyaan dari banyak orang dari mana saya mendapatkan guru bela diri, saat sayamembawa Xiao Lin pun Ayah dan kakak mengomel karena pelayan di rumah sudah banyak. Sudahlah, ini masalah sepele, tidak perlu di perdebatkan,” jawabnya.
Tuan Song mendengus kecil, lalu melipat kedua lengannya. Ia melangkah sedikit mendekat, hingga jarak mereka semakin tipis.
“Hal dasar dalam kerja sama adalah kepercayaan. Kami kelompok yang sangat pemilih dalam memilih rekan, jadi artinya kau sudah mendapat kepercayaan kami, nona,” ucapnya dengan nada rendah.
Ming Yue tanpa sadar sedikit mundur, merasa pria itu terlalu dekat. “Anda sendiri menaruh mata-mata pada saya secara terang-terangan,” balasnya.
“Siapa?”
“Xiao Lin.”
Tuan Song terkekeh pelan. “Sudah kubilang dia ada untuk melindungimu,” ucapnya menekankan.
“Oh ya? Lalu-“ belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar ketukan cukup keras di depan pintu kamar.
Tok! Tok!
“Nona, tuan memanggil Anda,” ucap Xiao Dai, salah satu pelayan di sana.
Suara itu membuat Ming Yue tersentak, refleks ia menutup kembali jendela rapat-rapat. “Baiklah, aku segera ke sana!” jawabnya sedikit berteriak.
Beberapa saat kemudian, langkah kaki pelayan itu perlahan menjauh. Ming Yue melirik jendela yang tertutup. “Tolong pergilah tuah Song, saya akan berkunjung nanti,” bisiknya.
Seperti pemberitahuan dari Xiao Dai, Ming Yue berjalan keluar dari kamarnya dan pergi ke ruang kerja ayahnya.
“Ada apa Ayah? Kau memanggilku?” tanya gadis itu.
Ming Lei yang duduk di kursi menoleh sambil tersenyum tipis. “Duduklah nak.”
Ming Yue duduk dengan raut penasaran. Ayahnya jarang memanggilnya malam-malam begini, pasti ada sesuatu yang penting.
“Yue, kau tahu, kakek dan nenekmu dulu memiliki hubungan yang sangat baik dengan mendiang Kaisar,” ucap Ming Lei memulai percakapan.
Ming Yue terdiam sejenak. ‘Pasti tentang itu,’ pikirnya dalam hati sudah bisa menebak.
“Karena itu, dulu Kaisar dan kakekmu membuat perjanjian, mereka akan menikahkan cucu mereka saat dewasa. Dan sekarang, Ayah rasa waktunya sudah tiba. Kau sudah tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik,” lanjut sang Ayah.
Ming Yue mengepalkan tangannya erat. “Aku tidak mau, Ayah.” ucapnya tegas, tanpa ragu.
Ming Lei menatapnya terkejut. “Kenapa tidak mau? Ini kesempatan besar. Kau akan masuk keluarga kekaisaran. Martabat keluarga kita akan semakin tinggi.”
‘Tapi karena itu, keluarga kita hancur dan menderita, Ayah,’ Ming Yue ingin berteriak, namun kata-kata itu hanya berputar dalam hatinya.
“Aku tetap tidak mau. Batalkan saja perjanjian itu.”
“Tidak bisa, Yue. Membatalkan perjanjian itu akan mencoreng nama baik keluarga kita, juga keluarga kekaisaran,” ucapMing Lei berharap Putrinya mengerti.
“Tidak banyak yang tahu tentang perjanjian itu, kan? Jadi batalkan saja. Tidak ada bedanya,” balas Ming Yue bersikeras.
Ming Lei menghela napas panjang. “Barusan Ayah mendapat pesan dari Kaisar. Beliau memerintahkan agar pernikahanmu dengan Putra Mahkota Qiang Yuze segera diadakan. Ini tidak bisa ditunda lagi.”
Ming Yue menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Nama itu membuat dadanya sesak, seolah belenggu dari masa lalu kembali menjeratnya. Ternyata, bagaimana pun ia berusaha, ia tetap tidak bisa menghindar dari takdir itu.
“Baiklah, akan kuterima,” jawab Ming Yue setuju.
Ming Lei tersenyum lega. “Benarkah? Terima kasih, Nak. Maaf Ayah tidak bisa menentang—”
“Tapi bukan dengan Putra Mahkota,” sela Ming Yue.
Ming Lei terdiam. “Apa?” keningnya berkerut heran. “Lalu dengan siapa?”
“Aku mau menikah, tapi dengan Pangeran kedua, Qiang Jun,” jelas Ming Yue.
Suasana seketika hening. Ming Lei menatap putrinya tak percaya. “Pangeran Qiang Jun? Kau yakin? Kau tahu bagaimana kondisi Pangeran kedua, kan? Dia tidak bisa berjalan.”
“Ya, aku tahu,” jawab Ming Yue mantap. “Dan aku tidak peduli. Yang penting aku menikah dengan keluarga kekaisaran, kan?”
Ming Lei menarik napas panjang, memijat pangkal hidungnya lelah. Ia tidak pernah menyangka akan mendengar pernyataan seperti itu dari putrinya.
“Baiklah, Ayah akan mencoba menyampaikan hal ini kepada Yang Mulia Kaisar. Kau kembalilah ke kamarmu, Yue.”
Ming Yue berdiri, sedikit membungkuk. “Baik, selamat malam, Ayah.”
Akhirnya Ming Yue berbalik dan melangkah keluar dari ruangan. Namun sebelum pintu tertutup, ia menoleh sekilas, menatap sosok Ayahnya dengan pandangan sendu.
‘Maaf, Ayah. Aku harus melakukan ini, demi mengubah takdir kita,’ batinnya lirih.
Tanpa memberikan kesempatan untuk protes, Qiang Jun meremas pinggang istrinya dengan cukup kuat hingga gadis itu meringis.“Ahk!”Qiang Jun menyeringai kecil. “Benar, seperti itu. Tapi lebih lembut lagi,” bisiknya.Satu tangan Qiang Jun memeluk pinggang Ming Yue, sementara tangan satunya meraih tiang ranjang dan menggoyangkannya perlahan. Suara berderit kayu pun terdengar, seolah menambah irama palsu dari malam pertama yang tengah dia ciptakan.Ming Yue menahan nafas, wajahnya memerah karena kesal bercampur malu.“H-hentikan, Yang Mulia, apa—” Namun sebelum ia melanjutkan kata-katanya, Qiang Jun menarik tengkuk Ming Yue agar lebih mendekat padanya.“Ada sekretaris Kaisar, utusan Ibu suri dan pelayan Permaisuri di luar, jika kau tak ingin benar-benar melakukannya, kita harus ‘lewati’ malam ini dengan baik, kau paham maksudku kan?” bisik Qiang Jun memberitahu.Ming Yue tercekat, sarulah saat itu ia tersadar. ‘Ah benar, aku lupa,’ pikirnya.Tradisi di keluarga kekaisaran, mereka diam-dia
Iring-iringan pengantin wanita akhirnya tiba di depan Istana Kekaisaran. Para pelayan berbaris rapi di sisi kiri dan kanan, sementara para pejabat serta kerabat istana menundukkan kepala penuh khidmat.Dari dalam tandu, Ming Yue, sang pengantin wanita, akhirnya melangkah turun. Dan di ujung pelataran, pengantin pria sudah menanti. Qiang Jun, duduk tegak di kursi roda, mengenakan pakaian pengantin berwarna merah pekat dengan corak awan keberuntungan.Meski tubuhnya tampak ringkih, wajahnya memancarkan pesona luar biasa, garis wajah yang tegas, serta tatapan mata yang dalam. Sekilas, pria itu benar-benar tampak seperti sosok Pangeran dalam lukisan.Ming Yue terdiam sejenak begitu langkahnya menginjak keluar.‘Terakhir yang kuingat dia seperti orang sakit dan sangat kurus, tapi jika sehat dia memang lebih tampan dari Qiang Yuze,’ pikirnya, dengan jantung berdegup lebih kencang tanpa ia sadari.Qiang Jun mengulurkan tangan. “Selamat datang, istriku,” ucapnya dengan suara berat namun terde
Mendengar hal itu, sudut bibir Ming Yue terangkat membentuk seringai kecil. “Kau bilang apa? Milikmu?”Lao Lan tersentak, baru saat itu ia menyadari kebodohannya sendiri, kata-kata yang harusnya tersembunyi justru meluncur begitu saja.Ming Yue terkekeh, tawanya terdengar meremehkan.“Kau bilang Putra Mahkota milikmu? Jangan terlalu berkhayal, Lao Lan. Hampir semua orang mengagumi Putra Mahkota, sainganmu itu sangat banyak, jadi tidak perlu sekesal ini,” ucapnya, lalu melirik pada Xiao Lin yang masih merias rambutnya. “Benar kan Xiao Lin?”“Betul Nona,” jawab pelayan itu mengangguk, dia menahan senyuman menyadari bagaimana Ming Yue mempermainkan sepupunya.Wajah Lao Lan memerah, bukan karena malu, tapi karena amarah yang memuncak. Tangannya terkepal erat, berusaha menahan diri.“Kalau begitu,” desis Lao Lan. “Kenapa kau tidak memilih Putra Mahkota? Itu kesempatan emas! Kau bisa menjadi Permaisuri di masa depan!”Ming Yue menghela napas pelan, lalu menatapnya datar.“Entahlah, aku tak
Ming Yue teringat di kehidupan sebelumnya, kala itu, Qiang Yuze memang pernah terluka saat menangkap perampok di sebuah toko. Kebetulan Ming Yue sendiri melihat kejadian itu ketika sedang keluar rumah. Para perampok ditangkap, dan Qiang Yuze yang sedang menyamar, akhirnya ketahuan identitasnya oleh prajurit istana.Orang-orang yang menyaksikan langsung terpesona oleh keberaniannya, seorang Putra Mahkota yang rela mempertaruhkan nyawa demi rakyat. Reputasinya pun melambung tinggi.Namun, hanya Ming Yue yang akhirnya tahu kebenarannya. Semua itu hanyalah pencitraan murahan. Perampok yang ditangkap bukanlah penjahat sungguhan, melainkan orang suruhan Qiang Yuze sendiri.Ming Yue di kehidupan lalu yang sudah terlanjur jatuh cinta kepadanya, dengan bodohnya justru membantu mengobati luka Qiang Yuze diam-diam. Di sana rahasianya terbongkar, dan sejak itulah hidupnya terjerat, berakhir di sisi seorang pria yang hanya memanfaatkannya.Ming Yue mengepalkan tangannya erat, hingga buku-buku jari
Hari-hari berlalu, kabar tentang pernikahan Pangeran Kedua dengan putri keluarga Ming menyebar cepat ke setiap sudut kekaisaran.Tiap sudut jalan, kedai teh, hingga rumah pejabat dipenuhi bisik-bisik penuh rasa ingin tahu. Banyak yang terkejut, tak menyangka ada seorang gadis yang bersedia menikah dengan Pangeran yang terkenal cacat dan sangat jarang muncul.Di halaman kediaman Ming, seorang gadis yang tengah jadi perbincangan hangat malah terlihat santai sambil menarik busur di tengah latihannya.“Yue, aku akan bertanya sekali lagi, kau yakin akan menikah dengan Pangeran Kedua? Dia 5 tahun lebih tua darimu,” tanya An Beiye guru bela dirinya. Entah sudah berapa kali pria itu menanyakan hal yang sama.Ming Yue menoleh sekilas, bibirnya melengkung tipis dan menjawab. “Aku yakin, guru. Dan memangnya kenapa usia kami berbeda 5 tahun? Itu hal biasa, sudahlah jangan bertanya lagi.”An Beiye menghela nafas berat. “Kakakmu bahkan masih belum menikah.”Ming Yue menarik anak panah lain dari tab
Beberapa hari berlalu. Di dalam ruang utama kediaman Permaisuri yang luas, dengan pilar merah menjulang dan tirai sutra. Seorang wanita paruh baya mengenakan jubah brokat berhiaskan benang emas. Dialah Permaisuri Yi Ran, wanita anggun yang tengah menikmati teh paginya.Tiba-tiba seorang pelayan perempuan masuk, dia mendekat lalu berbisik pelan. “Yang Mulia, perjodohan Putra Mahkota dibatalkan, Putri keluarga Ming memilih menikah dengan Pangeran kedua.”Cangkir teh hampir terlepas dari tangan Yi Ran. Ia menoleh cepat, matanya yang tajam mendelik penuh rasa terkejut. “Apa? Pangeran kedua? Tapi kenapa?” Pelayan di sampingnya menunduk semakin dalam. “Saya tidak tahu alasannya. Hanya itu yang bisa saya cari tahu.”Yi Ran mendengus keras, wajahnya menegang. Kemudian menyilangkan kedua lengan di dada, tubuhnya dipenuhi aura kemarahan.“Cih! Dasar gadis bodoh! Sia-sia aku menuruti Kaisar hingga menunda pernikahan Putraku, hanya demi memenuhi perjanjian Kaisar terdahulu dengan keluarga Ming.