Home / Zaman Kuno / Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas! / Bab 3. Menagih Hak Pada Perdana Menteri

Share

Bab 3. Menagih Hak Pada Perdana Menteri

Author: nanadvelyns
last update Last Updated: 2025-07-26 14:16:08

"Tuan, nona pertama... Ingin menemui Anda." 

Bawahan perdana menteri berbisik ragu menyampaikan kehadiran Dalia. 

Mendengar putri sulungnya datang, kening perdana menteri yang keriput pun terlipat. 

Jarang sekali putrinya keluar dari kediaman pribadinya atau bahkan mengunjunginya. 

Ada masalah baru apa yang sebenarnya terjadi?

Terakhir kali putri sulungnya keluar kediaman untuk membuat masalah, dia mendapat laporan bahwa Dalia telah mendorong Salsa hingga jatuh dari tangga. 

Mendengus tipis, pandangan mata perdana menteri mendingin dari biasanya. Jika Dalia kembali membuat masalah pada Salsa, sebagai Ayah, perdana menteri akan 'mendidik' Dalia lebih keras dari sebelumnya. 

"Suruh dia masuk," jawab perdana menteri dingin. 

Tak lama pintu terbuka, angin dari luar pun berhembus masuk. 

Sosok Dalia melangkah anggun dengan kepala terangkat, tatapannya teduh dan dingin. 

Perdana menteri yang merasakan aura yang berbeda dari putri sulungnya pun mengerutkan kening lebih dalam. 

Biasanya Dalia akan menunduk saat bertemu dengannya, membuat perdana menteri enggan terus menerus berinteraksi dengannya. 

"Dalia memberi salam pada ayah," ucap Dalia, dengan berat hati menyebut pria di depannya ayah. 

"Tuan." Suara Odine terdengar, mengalihkan perhatian perdana menteri. 

Dalia tersenyum samar, dia baru menyadari bahwa Odine sangat berani agresif.

"Ada apa ini?" tanya perdana menteri datar, wajahnya seolah siap memarahi Dalia karena yakin putri sulungnya berulah lagi. 

Belum sempat Dalia bicara, Odine sudah lebih dulu membuka mulutnya. 

"Ini kelalaian saya, saya tidak melayani nona dengan baik sehingga mengganggu ketenangan perdana menteri. Mohon tuan jangan menghukum nona." 

Odine tiba-tiba berlutut, membuat Hana yang berdiri di sebelahnya terkejut dan mau tidak mau ikut berlutut.

Dalia tersenyum samar dengan dingin. Dia ingat, Odine selalu memohon untuk dirinya. Meskipun permohonannya terkesan peduli, tetapi permohonan itu lah yang justru membuat situasi Dalia bertambah buruk. 

Dalia menoleh ke arah Odine sekilas, lalu sedikit menundukkan kepalanya menghadap perdana menteri lagi. 

"Ini tidak ada kaitannya dengan apa yang dikatakan pelayan pribadi saya, Ayah," ucap Dalia. Kali ini diam-diam perdana menteri merasakan sesuatu yang berbeda dari putrinya.

"Langsung ke intinya, jangan membuang-buang waktuku, Dalia. Berhentilah membuat masalah," ujar perdana menteri tajam, mengancam lebih dulu tanpa mendengarkan penjelasan Dalia. 

Dalia tetap tenang, dia sudah terbiasa dengan penekanan seperti ini dari ayahnya. Hatinya sudah mati sekarang. Dia tidak lagi berharap ayah dan dua kakaknya menolongnya. 

Dalia kembali mengangkat kepalanya untuk menatap lurus perdana menteri. "Saya pikir adik perempuan sangat sibuk sehingga lupa mengirim persediaan makanan, pakaian baru, dan jatah uang bulanan saya. Sudah satu minggu juga tidak ada pelayan yang datang untuk membersihkan kediaman saya." Dalia memberi jeda sebentar. 

Perdana menteri tertegun mendengarnya, sudah dia duga, ayahnya tak tahu menahu tentang tingkah Salsa. 

Tetapi tindakan acuh mereka yang lebih mempercayai orang asing daripada keluarga satu darahnya sendiri sampai mati tetap tidak bisa dimaafkan. 

"Menurut ayah, apa saya perlu mencabut rumput dan menyikat lantai sendiri?" sambung Dalia, lalu melirik Odine yang sudah memasang raut wajah gelisah.

Perdana menteri menatap Dalia tidak percaya, lalu lebih memilih melirik Hana dan Odine. "Apa itu benar?"

Kali ini belum sempat Odine bicara, Dalia sudah lebih dulu membalas. 

"Jika ayah tidak percaya, ayah bisa mengutus pelayan kepercayaan ayah untuk memeriksa kediaman pribadi ku." 

Kalimat mantap dari Dalia cukup membuat perdana menteri menatap putrinya bingung. Pria itu percaya tidak percaya dengan Dalia. 

Tak lama suara Odine yang menahan tangis terdengar, wanita itu kini bahkan menempelkan dahinya di lantai. 

Hatinya luar biasa cemas, jika dia tidak bisa mencegah Dalia 'memberontak', maka Salsa akan menghukumnya habis-habisan. 

"Tuan, mohon maafkan nona kami. Nona tidak bermaksud menyinggung tuan dan nona kedua, ini adalah kelalaian saya dalam mengurus nona, sehingga nona selalu merasa kekurangan."

Dalia menaikkan alis kirinya sekilas, selalu merasa kekurangan? 

Odine ini... Nyalinya sangat besar. 

Mendengar kalimat Odine yang memohon sambil menangis untuk putri sulungnya, hati perdana menteri tersentuh. 

Segera matanya melirik Dalia tajam. "Dasar anak manja! Harus diberikan berapa agar kamu puas? Tidak bisakah kamu dewasa dan berhenti membuat pelayanmu repot?!"

Dalia mengepalkan kedua tangannya, matanya berangsur mendingin. 

"Apa sebelumnya saya pernah mengeluh seperti ini pada, Ayah?" balas Dalia dengan nada yang sedikit tercampur emosional, lalu ia melirik Odine. 

"Aku sedang bicara dengan perdana menteri, siapa yang mengizinkanmu menyela terus menerus?" 

Odine terdiam, dia tidak bisa membalas lagi. Kedua sudut alisnya menyatu hebat selagi kepalanya masih terus menunduk ke lantai.

Sejak kapan kendalinya pada Dalia menjadi kacau?!

Mendengar Dalia bertanya demikian padanya, perdana menteri pun ikut terdiam. 

Benar, putri sulungnya sudah lama sekali, bahkan bertahun-tahun tak pernah mengajukan keluhan atau permintaan apa pun.

"Kenapa tidak membicarakan masalah ini pada Salsa adikmu? Dia yang mengurus kediaman ini," tanya perdana menteri. 

Dalia menggeleng pelan. "Jika bisa apakah saya masih berani mengganggu Ayah?"

Perdana menteri terdiam lagi, namun kini keningnya sedikit terlipat. "Salsa tidak mungkin mengabaikan saudarinya, kamu--"

Dalia memotong. "Saya juga berpikir demikian, Ayah." Bibirnya mulai tersenyum tipis, menampilkan sosok tenang yang anggun. 

"Adik Salsa akhir-akhir ini sangat sibuk menyiapkan acara spesial untuk Ayah, oleh karena itu saya memilih untuk menemui Ayah secara langsung. Lupa akan satu dua hal bukanlah masalah, saya juga tidak mengatakan adik Salsa tidak peduli pada saya. Justru sebaliknya, Salsa sangat peduli dan mengurus kediaman sangat baik bertahun-tahun. Saya pun demikian, karena sangat peduli dengannya jadi enggan untuk menambah bebannya dengan keluhan kekanakan ini." 

Raut wajah perdana menteri perlahan berubah lebih baik, namun masih menyimpan sedikit keraguan di hatinya. 

"Ya, Ayah akan mengaturnya untukmu setelah ini," jawab perdana menteri, membuat senyum Dalia semakin jelas. 

Meskipun hatinya penuh kebencian dan bahkan tak sudi tersenyum di depan keluarganya sendiri, tetapi sekarang bukan waktunya ia mengedepankan dendam. 

Dalia menunduk lagi. "Terima kasih, Ayah." Lalu ia menatap perdana menteri lagi. "Apakah... Ayah masih bersedia mengabulkan satu permintaanku lagi?"

Perdana menteri menghela napas tipis, dia sudah menduga Dalia bersikap lebih patuh dan tenang karena ada maunya. Entah permintaan kekanakan apa lagi yang akan dia lontarkan. 

"Apa?" jawab perdana menteri singkat. 

"Apa aku boleh menanam bunga mawar putih di sekitar kediamanku?" ujar Dalia, membuat perdana menteri menaikkan alis kirinya. 

Bunga mawar putih adalah kesukaan mendiang istrinya, sudah lama sekali perdana menteri tidak mendengar bunga itu disebutkan. 

Odine yang tidak mengetahui hal tersebut hanya diam-diam mengerutkan keningnya bingung, posisi berlututnya masih belum berubah. 

Melihat raut wajah perdana menteri yang sedikit bingung pun, Dalia kembali bicara. 

"Belakangan ini saya sangat merindukan ibu, jadi... Saya ingin mengekspresikan perasaan rindu saya dengan menanam bunga kesukaan mendiang ibu. Apakah... Ayah akan mengizinkanku?" ujar Dalia, matanya sedikit berkaca-kaca saat mengatakan ini. 

Perdana menteri yang memang sangat setia pada istrinya pun ikut tersentuh, kepalanya mengangguk tanpa berpikir dua kali. 

"Tentu, Ayah akan mengatur pelayan untuk membantumu menanam mawar putih." 

Dalia tersenyum tipis, bagus. Dia berhasil menyentuh hati perdana menteri, kedepannya akan lebih mudah 'mengendalikan' perdana menteri melalui perasaan emosionalnya. 

"Kalau begitu Dalia pamit undur diri, maaf telah mengganggu waktu sibuk Ayah. Dan..." Mata Dalia melirik Odine yang masih berlutut. "Maaf juga atas sikap tak sopan pelayan saya, saya akan mendidiknya lebih baik." 

Perdana menteri diam-diam kembali tertegun, melihat Dalia yang tersenyum dan tenang seperti ini membuatnya tidak bisa tidak memikirkan mendiang istrinya. 

Sementara Odine menggigit bibir dalamnya, lalu ia perlahan berdiri dan menatap sulit ke arah Dalia. 

Dalia tidak peduli, wanita itu segera membungkuk ke arah perdana menteri dan pamit undur diri sebelum Odine kembali bicara. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 9. Kesepakatan Dengan Sang Adipati

    Dalia tetap tenang, sementara Hana sudah menangis ketakutan. "Nona pertama keluarga Ishraq, Dalia Ishraq."Begitu jawabannya terlontar, Faqih dan Bima melirik cepat ke arah adipati Gara."Nona yang ini, yang mulia," bisiknya. Meskipun begitu, adipati Gara tetap menarik keluar pedangnya dan menyodorkannya ke wajah Dalia. "Apa saja yang kamu dengar?"Dalia menunduk, raut wajahnya tak menunjukkan kepanikan sama sekali. Hal ini cukup menarik perhatian mereka. "Huanghou memberikan racun pada orang dalam kediaman perdana menteri untuk Nadine Guifei." Adipati Gara menaikkan alis kirinya sekilas, diam-diam terkejut dengan keberanian Dalia.Wanita lain biasanya akan menangis dan gemetar, lalu memohon agar diampuni. Tetapi tidak dengan Dalia, wanita itu tetap tenang dengan sorot mata dinginnya. "Katakan, kamu ingin dibungkam dengan cara seperti apa?" tanya adipati Gara lagi sambil menempelkan badan tumpul pedangnya yang dingin. "Wangye, tetapi dia--" Saat Bima hendak mengingatkannya, pr

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 8. Menghindar

    "Nona, gawat! Pakaian yang sempat saya cuci tadi malam kini penuh dengan kotoran! Bahkan beberapa bagiannya terpotong!" Hana melapor dengan napas terengah-engah. Pagi ini saat hendak membantu Dalia menyiapkan diri untuk acara ulang tahun perdana menteri, Hana ingin mengambil pakaian baru yang akan dikenakan Dalia. Tetapi sayang, dia malah mendapati pakaian itu sudah menggenang di genangan air bercampur tanah. Wajah Hana menahan tangis, sepertinya wanita itu kebingungan, marah, dan sedih atas apa yang menimpanya. Acara ulang tahun perdana menteri dilaksanakan pagi menjelang siang, waktu Dalia untuk bersiap pun tidak banyak. Dalia tersenyum tipis dan mengelus kepala Hana. "Lupakan baju itu, aku juga tidak berniat mengenakannya."Hana terlihat keberatan. "Tetapi, nona... Jika Anda datang di acara itu hanya dengan baju sederhana, Anda akan menjadi bahan tertawaan. Perhatian juga pasti hanya jatuh di nona Salsa!"Dalia terkekeh tipis melihat Hana sangat bersemangat membantunya untuk

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 7. Petunjuk Tersirat

    "Nona, dari mana Anda tahu bahwa racun itu disembunyikan di rumah para pejabat bangsawan?" tanya Hana penasaran, dia jarang melihat nona-nya banyak bicara terlebih di urusan orang asing. Dalia hanya tersenyum tipis. "Karena aku tahu, itu saja."Hana menghela napas tipis, menyadari Dalia enggan memberitahu dia tidak berani bertanya lagi. Kemudian bibir Hana tersenyum lebih dalam. "Tetapi kenapa Anda tidak menjawab saat tuan tadi bertanya? Bukankah jika adipati Gara tahu Anda membantunya maka--""Maka kita tidak akan tahu bencana atau keberuntungan yang akan menunggu." Potong Dalia. Hana menatap Dalia tidak mengerti. "Kenapa bisa tidak beruntung? Adipati Gara memiliki kekuatan besar yang bisa menguntungkan Anda, bukan? Bahkan lebih baik jika dia menikahi Anda."Dalia melirik tajam. "Jika kamu ingin menikah dengannya maka silahkan saja, jangan bawa namaku." Hana mengerucutkan mulutnya. "Aku kan hanya mendoakan hal baik untuk nona. Lagi pula adipati Gara juga belum menikah, tidak ada

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 6. Adipati Gara?

    Hari ini Dalia diam-diam menyelinap keluar dari kediaman Perdana Menteri untuk menjual tusuk rambut emas pemberian Salsa sebelumnya. Tidak ada alasan untuk menyimpan tusuk rambut tersebut, dia butuh dana untuk memperbaiki kediamannya dan membeli beberapa kebutuhan lain yang tak dilengkapi kediaman. Kepalanya mengenakan topi tudung menjuntai untuk menutup wajahnya, seorang wanita bangsawan tidak diperkenankan untuk memunculkan wajahnya di khalayak rakyat. Sebelum keluar dia sempat meminta Odine untuk menjemur beberapa karung bunga telang agar dapat diolah menjadi teh untuk mengelabui perhatiannya. Dalia juga membeli beberapa bahan makanan, selimut baru, dan beberapa pasang baju. Terakhir kali ia menerima pakaian baru--entahlah, dia sendiri pun lupa. "Nona sepertinya belakangan ini Anda mulai menjauhi Odine, apa aku salah?" tanya Hana tiba-tiba. Dalia melirik sekilas. "Bagaimana denganmu?"Mendengus kasar, Hana meremas belanjaannya. "Bahkan sejak awal melihatnya aku sudah mengatak

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 5. Keberhasilan Langkah Pertama

    Awas! Hati-hati membawa yang itu!" Seru Hana pada pelayan yang sibuk membawa bahan dapur, baju, dan perlengkapan baru pribadi Dalia lainnya. Dalia duduk tenang di halaman depan kediamannya, sementara Odine izin pergi mengurus sesuatu. Dalia yakin wanita itu sekarang tengah mengadu pada Salsa.Sempurna. Dia berhasil. Meskipun beberapa bahan dapur yang dikirim ada yang mendakati masa busuk, tetapi setidaknya jatah uang bulanannya turun dengan utuh. Dalia bisa meminta Hana membelinya secara pribadi nanti. "Nona, bagaimana Anda tahu cara membujuk perdana menteri?" tanya Hana semangat, tergambar jelas di wajahnya bahwa wanita itu senang. Dalia menggeleng pelan. "Aku hanya menyampaikan kebutuhanku." Lalu menyeruput tenang teh hangatnya. Setelah sebelumnya sempat bersitegang dengan keluarganya, kini Dalia dapat menikmati waktunya sendiri untuk menjadi tenang. Tetapi tidak tenang seutuhnya, masih terlalu dini untuknya merasa puas. Badai utama yang merenggut nyawanya belum muncul, Dalia

  • Kehidupan Kedua: Nona Ingin Menuntut Balas!   Bab 4. "Putri Yang Dibuang"

    "Kak Dalia?"Suara jernih yang manis langsung menyapanya saat ia baru saja keluar dari ruangan perdana menteri. Jantung Dalia seolah berhenti berdetak, gejolak emosi diam-diam merambat ke puncak. Kedua tangan Dalia mengepal tanpa sadar, sorot matanya lebih dingin berkali-kali lipat. Salsa. "Sedang apa kakak di sini?" tanya Salsa dengan senyum manisnya. Dalia berusaha tetap tenang, bayangan rasa sakit antara hidup dan kematian kembali ia rasakan hanya dengan melihat wanita itu. "Menemui Ayah," jawab Dalia pendek. Kening Salsa terlipat, sorot matanya jelas sedang mencurigai sesuatu dan sekilas melirik Odine tajam. Hingga tak lama ia terlihat menghela napas gusar. "Astaga... Apa kakak diomeli Ayah lagi?" tanyanya dengan raut wajah khawatir. Dalia ikut mengerutkan keningnya. "Apa?"Salsa tiba-tiba melangkah maju hendak melewatinya. "Aku akan bantu bicara dengan Ayah, Ayah pasti salah paham lagi." Dalia dengan cepat merentangkan tangan kirinya, memblokir langkah Dalia. Apa wanita

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status