Share

Bab 54 Pertemuan

Penulis: Lin shi
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-29 20:12:53

Pintu rumah itu perlahan terbuka.

Danang menahan napas, jantungnya berdegup seperti genderang perang. Dalam pikirannya, ia sudah membayangkan Dina dengan wajah lembut dan senyum yang dulu selalu menenangkannya.

Namun, begitu pintu benar-benar terbuka...

Danang terpaku.

Mulutnya nyaris terbuka tanpa suara.

Seorang wanita muncul atau lebih tepatnya, seseorang dengan dandanan yang tak bisa dijelaskan dengan logika manusia biasa.

Rambut keriting panjang menutupi separuh wajah, bibir merah menyala, bulu mata tebal melambai-lambai seolah bisa menepis angin badai. Bajunya merah terang, dan wanginya... menusuk hidung, entah wangi bunga, entah wangi pom bensin.

“Mas ganteng…” suara berat itu keluar pelan, seperti suara pria pilek bercampur manja.

“Mas ganteng... cari eike ya? Masuk yok…” katanya sambil menggigit bibir merah menyala itu.

Danang spontan mundur setapak. Merinding!

Suara itu bukan suara perempuan biasa. Ada nada… bass di dalamnya, membuat Danang mengambil sikap waspada.

“E-eh, anu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 116 Tamu kejutan

    Tidak… tidak mungkin…Kedua kakinya terasa lemas, seperti bukan miliknya lagi. Nafasnya tertahan di tenggorokan. Dunia yang tadi ramai mendadak sunyi, seolah hanya ada dia… dan pria itu.Pria yang selama ini hanya hadir dalam ingatan. Pria yang selama ini ia kubur namanya dalam-dalam. Pria yang menjadi ayah dari ketiga malaikat kecilnya, yang hari ini dia akikahkan seorang diri.Dina menelan ludah dengan susah payah.Ini pasti capek… Ini pasti cuma bayangan… Ini cuma perasaan…Namun bayangan itu tidak memudar.Pria itu tetap berdiri di sana, menatapnya. Tatapan itu membuat jantung Dina seperti diremas kuat. Dina bangkit dari tempat ia duduk dan Dina mundur setengah tapak tanpa sadar. Tangannya gemetar saat refleks memeluk erat Alya. Nafasnya semakin tidak teratur.Kenapa dia di sini…? Bagaimana bisa…? Sejak kapan…?Di belakang Danang/Danu, Dina melihat dua sosok lain. Seorang perempuan paruh baya dengan wajah yang jelas ia kenali. Dan seorang perempuan muda, berdiri sedikit di sampin

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 115 Satu Doa' untuk tiga malaikat kecil

    Halaman rumah Dina sejak pagi sudah ramai. Tenda sederhana berdiri di depan rumah, kursi-kursi plastik tertata rapi, aroma masakan dari dapur bercampur dengan wangi daging kambing yang sedang diolah. Suara obrolan para tetangga saling bersahutan, diselingi tawa kecil dan sapaan ramah.Namun di balik keramaian itu, Dina berdiri di dalam kamar, menatap ketiga buah hatinya yang tidur nyenyak di boks bayi.Rayan Aldama.Revan Aldamar.Alya Adeline.Tiga nama yang selalu ia sebutkan setiap ia berdoa.Tangannya bergetar saat membenarkan selimut Alya. Dina menarik napas panjang. Hari ini seharusnya menjadi hari yang penuh kebahagiaan. Hari akikah. Hari syukur. Hari ketika seorang ayah berdiri di samping ibu, menyebut nama anaknya dengan lantang.Namun hari ini… Ia sendiri.“Ya Allah…” bisiknya pelan. “Aku lakukan ini sendirian. Tapi Engkau tahu, aku tidak sendirian, ada orang-orang yang menyayangiku. Kuatkan aku Allah..."Aini masuk ke kamar, melihat wajah Dina yang terlihat tegang.“Din…” s

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 114 Harapan

    “Mas Dito!”Suara Aini terdengar bergetar saat matanya menangkap sosok yang sudah lama tak ia lihat. Tubuhnya refleks berhenti bergerak, seolah tak percaya dengan apa yang ada di depan matanya.Pria bertubuh tinggi itu tersenyum lebar. “Surprise!” serunya sambil membuka kedua tangan.Aini menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca. “Ya Allah… Mas Dito beneran datang?”Ia langsung melangkah mendekat dan memeluk abang tertuanya itu erat-erat, seakan takut kalau sosok itu hanya bayangan.Dari samping, Amar tertawa kecil melihat reaksi adiknya. “Gimana? Kaget, kan?”Aini melepaskan pelukan, lalu menoleh ke Amar. “Mas Amar tahu?” tanyanya setengah protes, setengah senang.Amar mengangguk santai. “Tahu dong. Kalau enggak, mana mungkin kejutan ini berhasil.”Belum sempat Aini menimpali, seorang perempuan anggun melangkah mendekat. Wajahnya ramah dengan senyum hangat yang familiar.“Mbak Ami,” ucap Aini cepat.“Iya, Aini,” jawab Aminah sambil merentangkan tangan. “Apa kabar?”Aini langsung memelu

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    113 Tamu kejutan

    Malam itu, Danu duduk di ruang keluarga rumahnya. Badannya bersandar ke sofa, kedua tangannya saling mengait, sementara pandangannya kosong menatap lantai. Di kepalanya masih terngiang kalimat terakhir yang ia ucapkan di kantor siang tadi, surat pengunduran diri. Itu adalah satu keputusan besar yang akhirnya benar-benar ia ambil.Endang keluar dari dapur sambil membawa dua gelas teh hangat. Ia meletakkannya di meja kecil di depan Danu, lalu duduk di seberangnya. Sejak tadi, ia memperhatikan anak laki-lakinya itu dengan perasaan campur aduk, bangga, khawatir, sekaligus penuh harap.“Minum dulu,” kata Endang pelan.Danu mengangguk, meraih gelasnya, lalu menghela napas panjang sebelum menyesap teh itu.“Ma… Senin nanti aku resmi jadi pengangguran,” ucapnya, mencoba bercanda, tetapi suaranya tetap terdengar berat.Endan

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 112 Keputusan besar

    Sejak hari Danu resmi mengajukan resign dari perusahaan, kabar itu menyebar lebih cepat dari yang ia perkirakan. Bukan hanya rekan kerja, tetapi juga orang-orang yang pernah mengenalnya, yang dulu hanya sekadar saling sapa mulai mengetahui keputusan itu. Setiap kali bertemu, pertanyaan yang sama selalu muncul, dengan nada yang berbeda-beda.“Kenapa keluar, Dan?”“Sudah dapat tempat baru?”“Atau ada masalah?”Danu hanya tersenyum tipis. Ia menjawab seperlunya, singkat dan tanpa emosi berlebih. Baginya, tidak semua orang berhak mengetahui alasan hidupnya berubah arah. Ia sudah terlalu lelah menjelaskan, apalagi membela diri.Namun, bukan hanya pertanyaan langsung yang harus ia hadapi. Ada selentingan yang sampai ke telinganya, cerita yang beredar diam-diam, disampaikan setengah berbisik namun terasa lebih bising dari suara keras.

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 111 Keputusan berani

    Aini tiba di rumah menjelang magrib. Wajahnya terlihat lelah, namun sorot matanya menyimpan kegembiraan yang tak bisa ia sembunyikan. Setiap langkahnya menuju pintu terasa berat, tetapi semangat di dalam hatinya membuatnya terus melangkah. Begitu pintu terbuka, aroma masakan Dina yang menguar dari dapur menyambutnya, menambah kehangatan suasana.Dina, yang sedang memberi susu Alya, langsung menoleh ketika mendengar suara pintu. Senyum lega menghiasi wajahnya saat melihat Aini. "Cepet sampe, Bun?” tanyanya, suaranya lembut dan penuh kasih.“Nggak macet. Nggak ada pasar tumpah,” jawab Aini sambil meletakkan tasnya di sudut ruangan. “Capek, tapi alhamdulillah… ada kabar baik.” Suara Aini bergetar, mencerminkan perasaan campur aduk antara kelelahan dan kebahagiaan.Deni, yang baru keluar dari kamar, langsung mendekat dengan wajah penuh rasa ingin tahu. “N

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status