Home / Rumah Tangga / Kehidupan Setelah Perpisahan / Bab 78 Masalalu yang menggangu

Share

Bab 78 Masalalu yang menggangu

Author: Lin shi
last update Last Updated: 2025-11-22 21:36:51

Ponsel Danang berdering, memecah keheningan di sekitarnya. Ia melirik layar dan segera mengangkatnya dengan cepat. “Halo, Din. Ada apa?”

Dari seberang terdengar suara Dinda yang langsung meledak, penuh emosi, “Mas! Tadi wanita itu datang ke rumah!”

“Wanita? Wanita siapa?” tanya Danang, merasa bingung.

“Selingkuhanmulah, Mas…!” Dinda menyahut, nada suaranya semakin tinggi.

Danang refleks duduk tegak, jantungnya berdegup kencang. “Siapa? Sinta? Maksudmu… Sinta itu?”

“Iya lah! Masa Sinta yang lain? Emang, Mas ada selingkuhan yang bernama Sinta yang lain?” Dinda ngomel tanpa jeda, suaranya penuh kemarahan.

“Nggak ada,” jawab Danang lirih, mencoba menenangkan diri.

“Dia mau bertemu denganmu, Mas. Aku usir dia! Kesal banget melihat wajahnya itu!” Dinda melanjutkan, suaranya bergetar karena emosi.

Danang mengerutkan kening, merasa semakin bingung. “Lho… kok dia bisa tahu rumah? Mas nggak pernah kasih alamat rumah, sumpah.”

“Lalu, tahu dari mana dia? Serius, Mas? Mas Danang tidak pernah beri
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 86 Rencana licik

    Ruang itu mendadak hening setelah Rizal keluar, memberi waktu bagi sang kakek untuk memutuskan langkah selanjutnya. Suasana yang tadinya dipenuhi dengan ketegangan kini terasa mencekam, seolah setiap detik berlalu dengan berat. Ahmad menatap surat perjanjian di tangannya. Lembaran itu begitu tipis… namun terasa seperti tamparan yang menyentuh harga dirinya sebagai kepala keluarga, seolah mengingatkannya akan posisi dan tanggung jawab yang harus ia emban.Ia menelan ludah, merasakan tenggorokannya kering. Rahma dan Salman menunggu di sudut ruangan, tetapi tak ada yang berani bersuara lebih dulu, seolah mereka juga merasakan beban keputusan yang harus diambil Ahmad. Dalam keheningan itu, Ahmad menghela napas panjang, menatap tinta hitam yang mencolok di atas kertas, menyatakan bahwa orang tua tidak boleh ikut campur dalam keputusan anak."Anak itu… berani sekali, pakai syarat. Syarat melarang keluarganya sendiri ikut campur? Apa dia pikir dirinya lebih tahu soal rumah tangga? Lebih pand

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 85 Syarat menikah

    Di ruang tengah rumah Aini yang hangat dan nyaman, Aini duduk sambil mengelus dada, merasakan beban emosional yang semakin menumpuk. Wajahnya tampak jelas menahan kekesalan yang sudah berhari-hari ia pendam, seolah setiap detik terasa seperti siksaan. Hanum, dengan perhatian penuh, menuangkan teh hangat ke dalam cangkir untuk Aini lalu duduk di sampingnya, berusaha memberikan dukungan.“Aku itu, Num… sudah nggak kuat dengar ocehan tetangga,” keluh Aini pelan, tetapi suaranya penuh emosi yang tak bisa ia sembunyikan lagi. “Tadi pagi saja, baru keluar rumah bentar, sudah ada Bu Ayu ngomong seenaknya. Seolah-olah Dina itu wanita nggak bener… masa ditanya lagi, ‘Ngurus anak sendirian nggak berat? Mana suaminya?’” Suaranya bergetar, mencerminkan rasa frustrasi yang mendalam terhadap sikap tetangga yang tidak peka.Hanum menghela napas panjang, merasakan ketidakadilan yang dialami Aini. “Bu Ayu itu memang mulutnya suka gatel. Jangan didengerin, Mbak. Orang kayak gitu, makin ditanggapi makin

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 84 Akhirnya

    Ruangan itu seperti membeku, hanya napas berat Jafar yang terdengar. Danu menunduk, kedua tangannya saling menggenggam di pangkuan. Begitu selesai bicara mengenai pergantian namanya.“Kau pikir ini lucu?!” Jafar menggebrak meja kecil di sampingnya. Tempat tisu di atasnya melompat sedikit.Ratna menahan dada. “Astaghfirullah, Ayah… jangan gebrak-gebrak. Itu meja baru dibeli Mila.”Mila menepuk bahu ibunya, pelan. “Bu… ini bukan saat mikirin meja.”Jafar menoleh galak. “Diam, Mil!”Mila langsung membisu, duduk tegak seperti murid SD ketahuan menyontek.Jafar kembali pada Danu. “Kau ini cucu atau bukan? Kenapa kau tidak bicara dulu? Nama itu pemberian orang tuamu! Nama keluarga besar! Kau banting seenaknya begitu saja?”"Ganti yah... bukan banting," kata Mila mengoreksi ucapan ayahnya yang salah.Danu mengangkat wajahnya. “Kek… saya bukan mau tidak menghargai. Tapi nama itu… terlalu banyak kenangan buruk. Aku ingin memulai hidup baru dengan nama baru."“Kenangan buruk?” Ratna mengerutkan

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 83. Ada saja yang julid

    Pagi itu udara hangat. Dina mendorong tiga stroller kecil keluar ke teras, dua stroller kembar untuk Rayan dan Revan, satu lagi untuk Alya yang baru pulang dari rumah sakit. Ketiganya dibiarkan menikmati sinar matahari pagi.Dina sedang membetulkan selimut Alya ketika suara pagar diketuk.“Mbak Dinaaa…”Bu Ayu masuk sambil membawa keranjang. Senyumnya lebar, tapi matanya langsung tertuju ke bayi-bayi itu.“Alhamdulillah… Alya sudah sehat ya?”Dina tersenyum singkat. “Iya, Bu. Sudah jauh lebih baik.”"Bu Aini mana?" "Lagi pergi Bu." "Kamu sendirian?" "Ada adik saya Bu." Tidak lama kemudian, Bu Ayu langsung mulai bertanya tidak enak.“Tapi… nggak susah, Din? Ngurus tiga bayi sendirian tanpa suami?”Dina mengerutkan kening. “Eh… maksud Bu Ayu?”Bu Ayu berdiri sambil melipat tangan di dada.“Ya kamu ini. Cerai, terus punya anak tiga. Hidup sendirian. Ya jelas susah lah. Makanya saya bilang… kamu itu bodoh kalau mau bercerai. Suami kamu enak-enakan seperti lajang."Dina berhenti. Tatap

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 82 Bahagia

    Dina hampir tidak bisa berhenti tersenyum sejak dokter memberitahukan kabar bahagia itu: Alya boleh pulang hari ini. Berat Alya sudah mencapai 2 kilogram, pernapasannya lebih stabil, dan evaluasi alat bantu napas menunjukkan hasil bagus.Sebelum Dina membawa Alya keluar, dokter memberikan penjelasan penting.“Bu Dina, karena Alya punya riwayat gangguan pernapasan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan,” ujar dokter pelan tapi tegas.“Pertama, pastikan ruangan tempat Alya berada tidak panas, tidak pengap, dan tidak terlalu dingin.Kedua, perhatikan napasnya. Kalau terlihat cepat, lubang hidungnya kembang-kempis, atau dada seperti tertarik ke dalam… itu tanda bahaya.Ketiga, jauhkan dari orang yang sedang flu.Terakhir, posisi tidur Alya tetap telentang saja.”“Siap, Dok. InsyaAllah saya jaga baik-baik,” kata Dina sambil membenarkan selimut Alya.Hanum dan suaminya sudah menunggunya di luar. Ketika Dina keluar dari NICU sambil menggendong Alya, Hanum langsung tersenyum lebar.“Alhamd

  • Kehidupan Setelah Perpisahan    Bab 81 Mulai beraksi

    “Zal… penuhi permintaan kakek,” kata Aida pelan, tapi tegas, suaranya tergetar oleh emosi yang mendalam.Rizal yang sedang menyetir spontan menoleh. Kata-kata itu seperti batu yang dijatuhkan ke dadanya, menghantamnya dengan keras. Ia sontak membelokkan mobil ke sisi kiri jalan dan menghentikannya mendadak, ban mobil berdecit keras. Napasnya tersengal, seolah semua berat dunia menimpanya sekaligus. Ia membuka sabuk pengamannya, bersandar ke kursi, lalu menunduk sambil mengusap wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menyingkirkan bayang-bayang gelap yang menyelimuti pikirannya.“Mama…” desahnya berat, suaranya penuh kepedihan. “Kenapa semua orang memaksakan kehendaknya ke aku? Aku bisa gila, Ma… beneran.” Dalam suaranya terdengar kesedihan yang mendalam, seolah ia telah berjuang terlalu lama tanpa dukungan yang ia harapkan.Suaranya pecah, penuh penumpukan amarah dan frustasi yang tak tertahankan. “Aku nggak cinta sama Rima! Titik! Dari dulu sampai sekarang, cuma Dinda yang ada di hati

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status