Short
Kejutan Spektakuler Untuk Keluargaku

Kejutan Spektakuler Untuk Keluargaku

By:  DwisaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
8Chapters
1views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Aku meninggal pada hari ulang tahunku sendiri. Namun, orang tuaku dan suamiku sama sekali tidak menyadarinya. Mereka malah sedang sibuk menyiapkan pesta ulang tahun untuk adik kembarku dengan sepenuh hati. Ketika adikku dikelilingi semua orang untuk memilih gaun pesta, aku diikat erat dan dilempar ke dalam ruang bawah tanah. Dengan seluruh tenaga yang tersisa, aku menekuk jariku yang hampir patah, lalu dengan susah payah memasukkan empat angka: 9395. Itu adalah kode darurat sederhana yang dulu pernah kusepakati bersama suamiku, Willy. Itu adalah sebuah sinyal yang harus dia mengerti jika aku berada dalam bahaya. Tak pernah kuduga, pada akhirnya, kode itu benar-benar kupakai. Namun, Willy tidak percaya. Dia membalas dingin. [ Valerie, cuma karena aku nggak bawa kamu beli baju baru, kamu sampai berakting begini? Gaun tahun lalu masih bisa kamu pakai. Sampai jumpa nanti di pesta, jangan bikin ribut. ] Dia tidak tahu bahwa gaunku sudah lama digunting habis oleh adikku. Dia juga tidak tahu bahwa satu detik setelah dia menutup telepon, nyawaku sudah melayang. Jadi, pada malam pesta ulang tahun itu, aku memang tidak pernah muncul. Namun ketika semua orang melihat hadiah ulang tahun yang sudah kusiapkan terlebih dahulu untuk adikku ... mereka semua langsung kehilangan akal.

View More

Chapter 1

Bab 1

Pada hari ulang tahunku sendiri, aku mati dengan cara yang menyakitkan, sementara keluargaku sama sekali tidak mengetahuinya. Mereka malah menyalahkanku karena tidak hadir di pesta ulang tahun penting adik kembarku.

Mereka tidak tahu bahwa aku sebenarnya ada di sana sepanjang waktu. Hanya saja ... dalam wujud roh.

....

Malam hari, keluargaku mendorong pintu masuk dengan masing-masing membawa banyak tas hadiah. Hanya adikku yang berbeda, dia memegang es krim dan memakannya dengan sangat gembira. Keluargaku memanjakannya seperti seorang putri kecil, tidak rela membiarkan dia lelah sedikit pun.

Mereka mulai menghias rumah. Suamiku, Willy, menoleh ke arah lantai atas dan berteriak, "Valerie, turun bantu dekorasi. Jangan kira karena hari ini ulang tahunmu kamu bisa malas-malasan."

Biasanya, aku akan segera berlari turun untuk membantu. Namun sekarang, aku hanya melayang di sampingnya dan menatap dingin ke arahnya.

Melihat lantai atas tidak ada tanda-tanda gerakan, dia kembali meneleponku, tetapi tidak ada yang menjawab. Saat itu, adikku berjalan menghampiri dan merebut ponselnya, lalu berkata dengan suara manja, "Kak Willy, kalau Kak Valerie nggak ada, biar aku saja yang bantu."

Willy tersenyum sambil mengusap kepalanya dengan lembut dan penuh rasa sayang, "Kamu duduk saja di sana dan istirahat. Es krimmu sebentar lagi meleleh."

Begitu kalimat itu selesai, senyumnya langsung hilang. Dia mengerutkan kening dan meninggalkanku sebuah pesan suara, "Valerie, cepat pulang! Pesta tinggal satu jam lagi. Hari ini banyak tamu yang datang, jangan sampai kamu merusak suasananya."

Selesai meninggalkan pesan, Willy kembali ke ruang tamu.

Ayah dan ibuku melihat wajahnya yang penuh kekesalan, lalu mengejek dingin, "Valerie marah-marah lagi?"

Willy memasang balon sambil terus menghela napas panjang. "Iya, kalau sedikit saja nggak sesuai keinginannya, dia langsung hilang. Harus dipaksa dulu baru mau muncul."

"Sudah kubilang, itu karena kalian terlalu memanjakannya." Ayahku mendengus. "Dia nggak mungkin berpikir tanpa dia, pesta ini nggak bisa jalan, 'kan? Naif sekali. Yang jadi tokoh utama pesta ini memang Violet. Valerie datang atau nggak, nggak penting."

"Tunggu saja sampai besok dia pulang. Biar dia makan kue sisa. Sekalian biar kapok."

Ayah tampak sangat marah. Semakin dia berbicara, emosinya semakin tersulut. Violet segera maju menenangkannya dan menepuk-nepuk punggungnya.

"Ayah, jangan bilang begitu. Kalau Kakak dengar, dia pasti sangat sedih. Hari ini juga ulang tahun Kakak. Mana bisa kalau nggak ada dia? Biar aku cari dia!"

Selesai berkata demikian, dia berbalik dan berjalan keluar rumah.

Seluruh keluarga memuji kelakuannya yang manis dan pengertian, tetapi mereka sama sekali tidak tahu bahwa dia bahkan tidak pergi ke mana pun.

Aku melihat dengan jelas ketika dia memutar arah menuju ruang bawah tanah, lalu menendang pintu besi itu dengan keras. Melihatku tergeletak tak bergerak di sudut ruangan dan penuh darah, dia tertawa sampai hampir kehabisan napas.

Dia melangkah mendekat dan menendangku dua kali tanpa ampun. "Hei, jangan pura-pura mati. Cepat bangun."

Namun, aku memang tidak bereaksi sama sekali, karena aku sudah benar-benar mati.

Hanya saja, dia sama sekali tidak menyadarinya. Dia berjongkok dan mencengkeram rambutku dengan kasar. Aku menutup mata rapat-rapat. Dia sepertinya mulai merasakan ada yang tidak beres, tetapi suara dari luar menarik perhatiannya.

"Kenapa pintu taman nggak ditutup?"

Dia terkejut dan segera melepaskan rambutku. Sebelum pergi, dia kembali menendangku sekali lagi. "Kamu diam di sini saja. Jangan mimpi ikut pesta dan merebut sorotan dariku!"

Setelah berkata demikian, dia langsung memasang senyum manis dan naik ke atas, kemudian berlari masuk ke pelukan Willy.

"Itu salahku, aku lupa tutup pintu. Kak Willy, aku sudah cari ke mana-mana di luar, tapi nggak nemu Kak Valerie."

Willy langsung merasa iba dan berkali-kali berkata tidak apa-apa. "Biarkan saja dia. Hari ini ulang tahunmu. Jangan sedih karena seseorang yang nggak layak."

Tidak layak? Aku tersenyum getir.

Yang tidak layak bukanlah aku. Masalahnya, di mata mereka hanya ada Violet.

Jadi meskipun kami berulang tahun di hari yang sama, bertahun-tahun ini aku selalu merayakannya sendirian.

Namun, tahun ini sedikit berbeda. Ini bukan hanya ulang tahunku. Ini juga upacara perpisahanku.

Sebulan yang lalu, aku didiagnosis kanker stadium akhir. Aku tidak pernah berniat menyembunyikan hal itu. Hasil pemeriksaannya sudah kuletakkan di meja begitu saja.

Namun, aku tidak akan pernah bisa melupakan ekspresi ayah dan ibu ketika mereka mengambil lembar hasil pemeriksaanku lalu mengejeknya. Mereka berkata aku sedang berpura-pura mencari simpati dan mencoba menarik perhatian mereka.

Padahal, aku tidak pernah berniat merebut kasih sayang mereka dari Violet. Aku juga tidak pernah berniat ikut campur dalam pesta ulang tahun ini.

Aku hanya menyiapkan sebuah hadiah dengan hati-hati dan meletakkannya di rumah. Setelah itu, aku berencana merayakan ulang tahunku yang terakhir bersama teman-temanku.

Namun belum sempat melangkah jauh dari rumah, beberapa pria berbaju hitam memukulku dengan pentungan hingga aku jatuh pingsan. Saat membuka mata, aku sudah berada di ruang bawah tanah rumah kami.

Pemimpin mereka menggoyang-goyangkan sebuah kunci. Di kuncinya tergantung boneka Winnie the Pooh yang paling disukai Violet. Beberapa orang lainnya memegang tongkat besi dan tongkat bisbol.

Aku ketakutan sampai kakiku bergetar hebat dan memohon mereka untuk tidak membunuhku. Namun, mereka seolah tidak mendengar permohonanku dan terus-menerus memukuli tubuhku dengan brutal.

Ketika aku hampir pingsan, mereka merobek bajuku dan mengambil foto-foto memalukan. Setelah puas, mereka menggoyangkan kunci itu lalu pergi begitu saja.

Aku mengerahkan sisa tenagaku untuk meraih mereka, tetapi yang berhasil kugenggam hanya boneka Winnie the Pooh itu. Setelah itu, kesadaranku jatuh ke dalam kegelapan yang tak berujung.

Dengan tubuh remuk dan jari-jari bengkok yang hampir patah, aku memaksa menekan tombol panggilan. Namun baik ibu, ayah, maupun Willy, tidak satu pun yang menjawab.

Akhirnya, aku hanya bisa mengirim pesan. Namun, karena jariku rusak parah, mustahil mengetik kalimat panjang. Dalam keadaan putus asa, aku memasukkan empat angka itu: 9395.

Itu adalah kode pertolongan yang pernah kami sepakati. "Kalau kamu dalam bahaya, kirim deretan angka rahasia ini padaku. Aku pasti akan datang menyelamatkanmu." Begitu katanya sambil mengusap rambutku dengan lembut.

Dulu, aku bahkan sempat bercanda, "Sekarang ini zaman hukum, bahaya apa sih yang mungkin aku temui?"

Siapa sangka, lelucon itu justru menjadi penyelamat terakhirku. Aku menunggu balasan dengan seluruh harapan yang tersisa, tetapi pesan yang muncul membuatku terdiam.

[ Valerie, cuma karena aku nggak bawa kamu beli baju baru, kamu sampai berakting begini? ]

Willy ... dia tidak percaya.

[ Lagian, gaun tahun lalu masih bisa kamu pakai. Kenapa harus bertingkah seperti anak kecil? Hari ini ulang tahunmu. Aku nggak mau ribut denganmu. Sampai bertemu nanti di pesta. ]

Sayangnya, aku tidak akan muncul di pesta itu. Seumur hidup ini, kami tidak akan pernah bertemu lagi.

Setelah telepon itu berakhir, satu-satunya hal yang akan mereka temukan ... hanyalah tubuhku yang sudah dipenuhi belatung dan hadiah perpisahan yang sudah kusiapkan dengan sepenuh hati untuk mereka.
Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status