Share

Mari berteman

Penulis: Emmy Liana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-09 13:51:55

"Jika aku melapor pada polisi, kamu dan keluargamu tidak akan selamat!" tambah pria itu lagi.

Hani masih terdiam di atas pohon. Masih belum mau beranjak dari tempat itu. Dia merasa masih berniat menyelesaikan hidupnya malam ini. Sedikit menunggu, dan membiarkan pria itu pergi. Sayangnya, pria itu enggan pergi. Dia masih berdiri di bawah sana, membuat Hani merasa risih sendiri.

"Kamu tahu kalau di pohon itu ada penunggunya?" tanya pria itu.

Mendengar itu, Hani menggeleng.

"Jika kamu terus berada di situ, penunggunya bisa marah lho." Pria itu berusaha menakuti Hani.

Hani terdiam dan mendengarkan pria itu.

"Jika penunggunya marah, bisa-bisa mata kamu dicungkil olehnya," ucapnya lagi dengan suara yang dibuat mengerikan. Membuat bulu roma Hani berdiri.

"Kamu mencoba membohongi aku kan?" tanya Hani, kesal.

"Aku tak biasa berbohong. Aku kan sudah lama berada di sini. Jadi, aku tahu siapa saja yang pernah menjadi korbannya," ucap pria itu meyakinkan, hingga membuat Hani bergidik ngeri.

"Ayo, turun?" bujuk pria itu.

"Baiklah, aku akan turun!" ucap Hani, "tapi--"

"Kenapa lagi?" Pria itu bingung menatap Hani.

"Aku tak tahu cara turunnya bagaimana," jawab Hani dengan polosnya dan berhasil membuat pria itu tertawa terbahak-bahak.

"Terus tadi kamu panjat pohonnya tadi bagaimana?" Pria itu bertanya dengan masih tak bisa menahan tawanya.

Hani menggeleng. Dalam hatinya, juga bingung. Bagaimana bisa dia memanjat pohon setinggi ini tadi? Mungkin karena sudah terlampau emosi, jadi secara tak sadar Hani melakukannya. Dan tiba-tiba dia sudah berada di atas pohon itu.

"Bagaimana bisa tadi waktu kamu panjat pohon itu bisa sampai ke atas itu? Terus, kok sekarang mau turun tak bisa?" tanya pria itu lagi. Sekarang, dia sudah tertawa.

"Ya sudah! Biar aku di sini aja. Kamu pergilah!" ucap Hani kesal.

"Ya sudah, kamu lompat saja dari atas, mudah bukan?" jawab pria itu asal, sambil berpikir bagaimana caranya biar wanita yang tak berpikir panjang itu bisa turun dari atas pohon.

Brukk!

Tanpa menunggu lama, tubuh Hani lalu jatuh tepat di depan pria itu yang refleks tangannya menangkap tubuh Hani.

Mereka berdua sama-sama membulatkan matanya masing-masing.

Pria itu sama sekali tak menyangka Hani senekat itu mengikuti apa katanya tadi. Sedang Hani terkejut. Bagaimana bisa pria itu mempunyai insting yang tinggi?

Tadi, Hani melompat turun tanpa aba-aba, tapi tangan pria itu begitu sigap menangkapnya hingga tubuhnya tak jatuh ke tanah.

Untuk beberapa saat keduanya terpaku, dengan pikiran mereka masing-masing.

"Boleh aku turun?" tanya Hani akhirnya.

"Tentu saja," jawab pria itu sambil menurunkan serentak kedua tangannya, membuat tubuh Hani langsung jatuh ke tanah.

"Awww sakit," teriak Hani.

Pria itu mengulurkan tangannya membantu Hani untuk berdiri. "Sakit ya?"

Hani menggeleng.

"Kok bisa tak sakit?" tanya pria itu bingung. Hani berjalan dengan menahan punggungnya yang terasa sangat sakit. Sementara itu, pria tersebut mengikutinya dari belakang.

"Dasar wanita aneh!" gerutunya pada wanita yang berada di depannya itu.

"Aku mendengarkannya," ucap Hani kesal.

Keduanya lalu duduk di bangku taman panjang di sana.

******

Lama mereka di sana. Namun, pria itu hanya diam saja karena tahu Hani sedang menangis. Sungguh, dia hanya berniat menemani Hani agar tak lagi melakukan perbuatan percobaan bunuh diri seperti tadi.

Sepertinya satu jam telah berlalu, hingga akhirnya tangis Hani mereda.

Pria itu segera menyodorkan sapu tangannya pada Hani. "Usap wajah kamu!"

Melihat itu, Hani menerima sapu tangan itu lalu mengusap air mata yang masih tersisa di pipinya.

"Terima kasih!" Hani mengembalikan sapu tangan tadi.

Pria itu menolaknya. Jelas, sapu tangan itu sudah kotor oleh air mata Hani, kan? Namun, dengan sopan, dia berkata, "Tak usah, besok saja."

Seketika Hani tersadar kalau sapu tangan itu sudah kotor, "Maaf."

"Hmmm!"

Hani menunduk malu. "Maafkan aku, sudah merepotkan Anda."

"Kamu baru sadar sekarang kalau perbuatan kamu itu merepotkan orang lain?" tanya pria itu.

Hani mengangguk lesu.

"Besok-besok jangan diulangi lagi."

Hani mengangguk lagi. Entah mengapa, rasanya dia ingin menurut pada setiap perkataan pria ini. Suaranya terdengar mendominasi.

Namun, dia begitu terkejut dengan ucapan pria itu selanjutnya, "Kenapa kamu bodoh sekali?"

"Hah, maksud Anda apa ya, pak?"

"Bodoh, ya kamu itu bodoh. Jika malam ini kamu mati, apa kamu pikir bisa langsung ke Surga?"

Hani menggeleng. Dia sadar kebodohannya.

"Jika kamu mati, orang yang menyakiti kamu saat ini pasti akan merasa senang."

Benar kata pria yang berada di sampingnya ini. Mas Bram dan keluarganya mungkin akan senang karena rahasia mereka akan tersimpan selamanya.

"Kamu mau aku beritahu sebuah rahasia?"

Hani mengangguk. Dia penasaran sekali. Dengan kode, pria itu meminta Hani memberi telinganya untuk mendengar perkataannya, "Balas dendam!"

"Buat orang yang pernah menyakiti hatimu untuk bertekuk lutut di hadapan kamu!" bisik pelan pria itu di telinga Hani.

Hani membulatkan matanya. "Maksudnya, balas dendam itu apa ya pak?" tanyanya tak mengerti.

"Dasar wanita aneh!" Pria itu kesal sekali. Wanita ini bodoh apa bukan sih?

"Aku kasih tahu ke kamu, ya! Balas dendam itu adalah melakukan sebuah perbuatan yang bisa menyenangkan hati kamu. Tentunya, dengan mencelakai orang yang telah menyakiti kamu," ucapnya penuh penekanan.

"Apa pak? Kalau itu, saya tak bisa."

"Saya akan bantu. Kamu mau apa tidak?"

"Saya pikir dulu ya, pak," balas Hani.

"Mau pikirnya sampai kapan?" tanya pria itu mulai kesal.

"Ya, sampai saya mengerti."

Pria itu menepuk keningnya, berhadapan dengan Hani yang sungguh sangat polos. "Ya sudah, sekarang kamu masuk ke kamarmu, istirahat dulu, besok kan para pelayan harus bangun cepat."

"Oh iya yah. Kenapa saya bisa lupa?" Hani baru tersadar bahwa dia harus bekerja keesokan paginya.

"Terima kasih pak, sudah menolong saya malam ini." Hani membungkukkan badannya, lalu berlalu pergi dari hadapan pria itu.

"Tunggu! Nama kamu siapa?'

Hani menoleh saat pria itu kembali memanggilnya. "Saya Hani, pak."

"Mari berteman!" ajak pria itu.

Hani menganggukkan kepalanya, membuat pria itu tersenyum kecil melihat punggung Hani menghilang menuju ke kamar belakang.

****

Hani masuk ke kamarnya. Gegas dia membasuh muka dan mencuci kakinya lalu naik ke atas tempat tidurnya. Tubuhnya terlalu lelah, tak membutuhkan waktu lama matanya kini terpejam dan terlelap dalam tidurnya.

Berharap keesokan paginya, Hani sudah bisa menata hatinya.

Berpura-pura baik-baik saja, lebih baik dari pada harus memikirkan apa yang harusnya tak dia pikirkan. Selama melakukan pekerjaannya. Di telinga Hani terus terngiang kata balas dendam.

"Haruskah aku mengikuti ide pria itu?" Hati Hani menjadi bimbang, dia tak tahu kemana lagi arah tujuannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kejutan di Rumah Majikan   Kenyataan pahit

    Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar

  • Kejutan di Rumah Majikan   Meminta maaf

    "Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib

  • Kejutan di Rumah Majikan   Obat yang salah

    "Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan

  • Kejutan di Rumah Majikan   Mbak Via

    Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?

  • Kejutan di Rumah Majikan   Lamaran

    Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha

  • Kejutan di Rumah Majikan   Cincin berlian

    Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status