Share

Pasrah

Penulis: Emmy Liana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-09 13:41:53

"Mas Bram!" Suara Nyonya Greta memanggil mas Bram, membuat keduanya terkejut, "Mbok Rumi, lihat mas Bram nggak?"

Mendengar ucapan sang majikan, Hani seketika sadar bahwa posisinya begitu berbahaya. Bisa-bisa, dia akan dituduh "menggoda" suami majikannya ini.

"Pergilah, mas! Istri kaya rayamu sedang mencari keberadaan kamu," usir Hani sambil memalingkan wajahnya. Akan tetapi, dalam hatinya, menahan perih yang teramat sakit di dalam dada.

"Aku tak mau pergi, dek, sampai kamu mau mendengar penjelasan dariku."

"Sudahlah mas! Jangan mencari alasan. Aku sudah ikhlas kok."

"Nggak bisa begitu dek. Mas mohon, kamu mendengar sedikit saja penjelasan dariku saat ini."

"Aku sudah tak perduli lagi, mas! Tadinya, aku ingin sekali menanyakan alasan kamu mengkhianatiku. Tapi tidak, aku sudah tak berniat ingin tahu lagi. Dengan semua yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, aku sudah mendapatkan jawabannya," tegas Hani tanpa menoleh dan memandang wajah suaminya. Tidak! Itu bukan wajah suaminya, namun almarhum suami! Baginya, suaminya sudah mati. Pria di hadapannya ini bukanlah sang suami.

"Dek, aku mohon! Mengertilah dengan keadaan kita saat ini. Jika kamu tak datang mengacaukan situasi saat ini, mungkin kita akan segera hidup enak di kampung," bujuk mas Bram pada Hani.

"Mengacaukan bagaimana maksud kamu mas? Mau aku menemui nyonya Greta dan menceritakan semua kebenarannya?" ancam Hani dengan suara lantang. Kini dia sudah tak takut lagi. Lama-lama berbicara dengan pria tak tahu malu di hadapannya berhasil membuat emosi Hani berapi-api.

"Jangan begitu dek. Biar bagaimanapun, kamu masih tetap istri aku, dek."

"Aku tak sudi masih ingin menjadi istri kamu mas. Ceraikan aku sekarang juga!"

"Pokoknya sampai kapan pun, aku tak akan menceraikan kamu dek. Di hatiku, masih selalu memikirkan kamu setiap saat," jawab Mas Bram, "Kamu akan selalu menjadi wanita pertama dalam hati mas, dek. Tentang nyonya Greta jangan dipikirkan, mas hanya suka pada hartanya saja. Jika nanti sudah tiba waktunya, mas bisa menguasai seluruh kekayaan istri mas, kamu akan mas belikan rumah mewah di kampung."

Plak!

Mendengar ucapan Bram yang kurang ajar, Hani menampar keras pipinya. Betapa teganya pria ini memainkan perasaan wanita.

Sementara itu, Bram terkejut mendapati Hani bisa bertindak kasar padanya.

"Dek, kamu sudah berani menampar aku?" tanya Bram mulai emosi.

Hani hanya diam. Perempuan itu menatap tajam Bram, hingga pria itu segera membalas tamparan Hani.

Plak!

Kekuatan pria itu begitu besar. Hani sampai jatuh tersungkur di bawah tanah. Air mata seketika mengalir di pipinya deras.

"Mas Bram, apa kamu ada di sana?" Suara nyonya Greta kian mendekat. Dengan sebuah senter di tangannya, Hani bisa melihat dari mana arahnya perempuan itu akan datang.

Dengan hati sakit, Hani segera memilih meninggalkan Bram.

"Hampir saja ketahuan! Jika sampai nyonya Greta melihat, tamatlah riwayatku," gumam Hani pelan.

Di sisi lain, Bram gelagapan mengambil langkah seribu.

Dengan berlari kecil, Bram berlalu meninggalkan Hani yang sudah berlalu menuju ke kamar miliknya.

Sungguh! Hani hanya mampu menangis di dalam hati. Jika saja mas Bram mau sedikit saja bersabar, tentu Hani juga tak usah perlu pusing seperti ini. Hani sudah terbiasa hidup susah di kampungnya, asal sang suami giat bekerja mencari nafkah. Namun, apa yang terjadi semuanya di luar dugaan Hani.

Suaminya malah mengambil jalan pintas dan bermain hati! Bahkan, berani bermesraan di depan wajah Hani. Lalu, bagaimana bisa pria itu berani meminta Hani untuk menunggunya?

Hani merasa putus asa. Dunianya menjadi gelap. Tak bisa berpikir jernih lagi. Hancur dan kecewa bercampur aduk menjadi satu. Ingin terus melangkah ke depan, rasanya tak mungkin untuk bertahan di dalam rumah mewah ini dengan pemandangan menyakitkan setiap waktu. Yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah satu, mati.

Hani pun yakin tak akan ada satu pun keluarga yang akan mencemaskan dirinya.

Menghapus air mata yang sejak tadi semakin mengalir tak henti, Hani berjalan menuju ke rumah belakang. Agak jauh dari rumah besar itu. Di belakang, terdapat beberapa pohon rindang yang menjadi tujuannya saat ini.

Hani berjalan lurus, tatapan mata menjadi kosong.

Langkahnya lurus menuju pohon yang dipilih olehnya saat ini. Lima menit dia berjalan, dia sudah berdiri di sebuah pohon besar. Dalam diam, tangan Hani merogoh kantong celemek miliknya. Sebuah tali tambang yang cukup panjang dikeluarkan.

Hani lalu memanjat ke atas pohon dan mengikat tali itu di atas dahan yang dirasanya cukup kuat. Hani sudah menutup mata pasrah. Inilah jalan satu-satunya yang bisa dia lakukan.

Rumah tangga yang dia dan mas Bram bina dengan penuh rasa cinta, dikhianati sang suami. Hani juga sadar diri tak mampu bersaing dengan istri barunya. Lalu, wajah Ibu mertua dan ipar yang sangat bahagia menikmati hasil kerja keras suaminya. Rumah yang menjadi saksi cinta juga sudah dijual oleh mereka. Hani tidak punya tempat lagi. Dia bahkan ragu, apakah orang tuanya akan mau memiliki putri tunggal, berstatus janda yang diceraikan?

"Hey kamu!" hardik seorang pria dengan suara keras. Dengan cahaya senter terang menyilaukan mata mengarah padanya, Hani tak bisa melihat jelas wajah pria yang sedang mengarahkan cahaya senter pada wajahnya.

"Aku bilang turun sekarang juga!" kata pria itu lagi. Tunggu, suaranya familier. Apakah suara tukang kebun kemarin?

"Aku tak mau turun! Biarkan aku menyelesaikan apa yang sudah aku pikirkan," ucap Hani pelan.

Pria bertubuh tinggi tegap itu lalu memandang ke arahnya. Entah kenapa, pria ini terus ikut campur dalam masalah pribadi Hani.

"Turun sekarang!" perintahnya lagi sambil berteriak.

"Tolong jangan ganggu keinginanku tuan," ucap Hani mengiba.

"Turun sekarang, atau aku akan melaporkan pada polisi!"

Hani terdiam tak berkutik. Memikirkan jika para polisi datang kemari, pasti saja akan menyulitkan lagi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu mau mati maka mati ajalah kau pengecut. gimana rasanya kena tampar?? jadi wanita koq tololnya g hilang2. bikin malu wanita yg berasal dari kampung aja dikirain goblok kayak kamu juga
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kejutan di Rumah Majikan   Kenyataan pahit

    Niko mendekati mbok Rumi, menantikan jawaban pasti darinya. Sesuatu yang sangat berharga milik kakaknya sudah dibongkar."Katakan padaku mbok, apa yang hilang," pinta Niko menekankan.Mbok Rumi semakin ketakutan, saat ibu Siti dan Nita juga turut masuk ke dalam kamar majikannya."Kalian sedang ingin tahu tentang apa? Bertanyalah padaku atau Nita. Kami bisa menjawabnya."Tiba-tiba ibu Siti bersuara, dan masuk ke kamar.Niko mendekati kedua wanita ular itu, lalu menatap wajah mereka satu per satu dengan tatapan tak suka."Jelaskan padaku, kemana semua barang-barang milik kakakku!" Cecar Niko pada ibu Siti."Kalau semua barang-barang milik Greta hilang bukan salah kami, dong. Kamu sebagai adiknya yang harusnya bertanggung jawab."Jawab ibu Siti dengan enteng."Maksud kamu apa?""Semua barang-barang milik Greta sudah dijual.""Semuanya salah kamu nak Niko, semua aset dan kekayaan milik menantuku kamu ambil alih, hanya tersisa perusahaan yang keuntungannya per tahun tak seberapa. Jadi wajar

  • Kejutan di Rumah Majikan   Meminta maaf

    "Nak Hani," panggil ibu Siti.Hani menoleh ke arah suara, dan memandang tajam ke arah ibu Siti. Wajah ibu Siti menampakan senyum terbaiknya. Membuat hati Hani sedikit lega. Pastinya ibu Siti tak mendengarkan perbincangan mereka barusan."Ayo kita makan siang nak, mbok Rumi sudah menyiapkan hidangan spesial untuk menyambut kedatangan kalian di rumah ini."Ibu Siti mengajak Hani dengan nada yang begitu lembut, seakan tak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Melihat tindakan ibu Siti yang tak biasa seperti ini, Hani sudah bisa menebak. Sepertinya ada sesuatu yang diinginkan oleh Ibu Siti yang mulai baik padanya. Dengan telaten ibu Siti menyendukkan nasi ke piring milik Hani. Hanya pada piring Hani, dia tak perduli dengan wajah cemberut Nita. Bram malah tersenyum melihat kelembutan ibunya."Makan yang banyak ya nak Hani, masakan mbok Rumi sangat enak lho," ucap ibu Siti.Seolah Hani tak tahu itu.Hani memutar bola matanya, rasanya malas sekali mendengar wanita penjahat ini tiba-tib

  • Kejutan di Rumah Majikan   Obat yang salah

    "Di mana kak Greta?Mata Niko memandang sekeliling ruangan itu, tapi kakaknya tak ada.Niko segera berdiri lalu berniat mencari keberadaan kakaknya."Niko, tunggu!"Suara Bram menghentikan langkah Niko. Tapi tak diindahkan olehnya. Niko melangkahkan kakinya menuju lantai atas, di mana kamar kakaknya.Wajah ibu Siti dan Nita berubah memucat. Mereka saling berpegangan tangan. Mungkin mereka sedang melakukan sebuah kesalahan, hingga wajah mereka ketakutan seperti itu. Apa lagi Bram tak kalah paniknya.Saat sudah tiba di depan pintu kamarnya, Niko tampak ragu membuka pintu kamar milik kakaknya itu. Belum juga di meraih handle pintu, seorang wanita dengan riasan berantakan, dan rambut kusut keluar dari kamar itu."Hei, siapa kamu?"Bentak Niko pada wanita itu, sehingga dia menjadi kaget setengah mati.Sedetik kemudian dia memandang wajah Niko, lalu mendekatinya."Tanyakan saja pada pria yang sudah membayar jasa saya semalam."Jawab wanita itu ketus, tak perduli lalu pergi tak menghiraukan

  • Kejutan di Rumah Majikan   Mbak Via

    Semua yang berada di dalam ruangan saling bergantian memberikan selamat pada Hani dan Niko. Bapak terlihat meneteskan air mata, saat melihat Hani. Begitu pun dengan ibu, tak berhenti mengucapkan doa agar Hani dan Niko merasa bahagia.Keputusan telah dibuat, satu bulan lagi mereka akan menikah. "Bapak dan ibu tenang saja. Semua urusan pernikahan, aku yang akan siapkan."Ucap Niko pada kedua calon mertuanya."Terima kasih nak, bapak dan ibu mempercayakan semuanya pada nak Niko."Jawab Bapak.Dia merasa tenang, sepertinya Niko adalah pria yang baik. Apa pun yang menjadi keputusan Hani adalah yang terbaik bagi dirinya. Ibu memeluk Hani, merasa terharu. Hani sudah mendapatkan kepahitan di masa lalunya.Dia berhak menemukan kebahagiaannya saat ini. Dan Niko adalah pria yang tepat baginya. Ponsel Niko berdering, layar ponselnya menyala. Sepertinya panggilan dari nomor telpon rumah nyonya Greta kakaknya."Halo, tuan Niko."Suara mbok Rumi terdengar pelan sekali."Mbok Rumi ada apa menelpon?

  • Kejutan di Rumah Majikan   Lamaran

    Hani pulang dengan rasa bahagia. Momen terindah yang tak dapat dilupakan olehnya. Niko benar-benar memperlakukannya dengan sangat baik. Tak ada alasan bagi Hani untuk menolak dirinya.Bahkan Hani tak bisa memejamkan mata, mengingat setiap kata yang diucapkan oleh Niko tadi saat melamar dirinya. Ini bukan mimpi, dan inilah kenyataannya. Hani memandang tangannya, yang saat ini cincin berlian bertahta indah melingkar di jarinya.Entah apa yang dipikirkan oleh Niko. Kenapa permintaannya terlalu mendadak seperti ini. Sudahlah, Hani tak ingin banyak berpikir, biarkan semuanya berjalan sebagaimana mestinya.Sinar matahari pagi menerobos kaca jendela kamar Hani. Bunyi ponselnya yang berisik membangunkannya. Tangan Hani meraih ponsel di atas nakas, lalu menggeser layarnya."Halo sayang," sapa Niko terdengar sangat gembira dari seberang."Apa kamu sudah bangun? Cepatlah bersiap, aku akan mengajak kamu ke suatu tempat." Hani mengernyitkan dahinya."Mau ke mana?""Sudah jangan banyak bertanya, ha

  • Kejutan di Rumah Majikan   Cincin berlian

    Tepat pukul 19.00 mobil Niko sudah masuk ke halaman rumah Hani. "Hani, nak Niko sudah datang, cepatlah keluar."Pinta ibu sambil mengetuk pintu kamar Hani berulang kali.CeklekPintu kamar Hani terbuka.Melihat Hani keluar dari kamar membuat bapak dan ibu takjub.Hani mengenakan gaun berwarna hitam panjang, dengan belahan samping hingga sampai di paha. Memperlihatkan pahanya yang putih dan mulus. Gaun yang sangat pas di tubuh ramping miliknya. Polesan make up yang sedikit berbeda malam ini membuat penampilannya semakin memukau."Cantik sekali putri ibu," ucap ibu memuji putrinya."Bapak mengira kamu ini bidadari nak. Kamu cantik sekali." Bapak juga tak ingin kalah, memuji penampilan putrinya."Jika Niko melihat kamu, bapak yakin dia tak akan mengantarkan kamu pulang nak. Bisa gawat ini."Ucap bapak berkelakar.Membuat ibu dan Hani tertawa."Sudah pak, cukup guyonannya. Kasihan nak Niko kalau menunggu terlalu lama di luar." Ucap ibu meminta berhenti.Bapak dan ibu mengantar Hani keluar

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status