Share

Memilih kabur

Sampai bangun pagi dan mulai melakukan aktivitas di dapur menyiapkan sarapan untuk kedua majikannya. Hani terus memutar otaknya bagaimana caranya untuk bisa pergi dari rumah ini. Sebenarnya dia sudah tak tahan dengan segala kesakitan di dalam hatinya.

"Semalam baru permulaan, bagaimana bisa aku menghadapi semua ini setiap hari. Sungguh aku merasa tak kuat lagi."

Bagaimana caranya menyusun rencana apa yang harus dia lakukan saat ini.

Hingga sarapan pagi ini sudah terhidang semua di atas meja. Nyonya Greta dan mas Bram turun dari lantai atas menuju meja makan. Wajah segar dari keduanya terlihat semakin menawan. Apa lagi mas Bram, wajahnya sudah tak gelap dan kusam lagi seperti saat dia menjadi supir truk. Kini dia berubah menjadi pria kaya dan sangat tampan dengan wajah yang cerah.

Entah bagaimana mas Bram bisa bertemu dengan nyonya Greta. Bagaimana bisa secepat itu menjadi suami nyonya Greta. Dan ibu mertua sudah sangat akrab dengan menantunya ini. Di mana yang belum dipahami betul oleh Hani.

"Sayang, hari ini aku mau ajak kamu ke cabang perusahaan aku yang baru di buka beberapa bulan yang lalu, kamu mau kan temani aku?"

tanya Nyonya Greta dengan nada manja pada suaminya.

"Tentu sayang, kemana pun kamu meminta aku menemani kamu. Aku akan melakukannnya," jawab mas Bram dengan halus.

Membuat hati nyonya Greta berdebar kencang.

Setiap perlakuan lembut mas Bram pada nyonya Greta membuat hati Hani terasa tercabik-cabik. Belum pernah dia di perlakukan selembut itu. Setiap mas Bram pulang ke rumah, untuk menanyakan keadaan Hani saja enggan di lakukan olehnya.

Tapi kenyataannya saat ini di depan mata. Mas Bram kini berubah menjadi pria hangat, penyayang, yang sangat perduli dengan istrinya. Bahkan saat mereka berdua bermesraan seakan tak perduli dengan para pelayan di sana. Bagi Hani mas Bram memang sudah sangat keterlaluan sekali.

Tidak, Hani berpikir dia tak boleh gegabah. Jika dia melakukan sesuatu tindakan yang tak terduga. Bisa saja nyonya Greta melakukan yang lebih di luar perkiraan. Hani juga harus bisa menguasai situasi. Barulah dia memutuskan tindakan apa yang harus dia lakukan.

Sakit, jangan tanya lagi apa rasanya. Buat Hani mulai saat ini dia memutuskan perasaannya pada mas Bram. Sudah cukup sampai di sini perasaan dan ketulusannya untuknya. Sudah anggaplah mas Bram memang benar-benar sudah meninggal dalam kecelakaan tragis itu.

Kenapa Hani tak berpikir sejak awal, terlalu banyak kejanggalan di dalam kasus kecelakan suaminya itu. Tapi Hani berpikir, dia bisa apa jika dia mengetahui yang sebenarnya. Pesona nyonya Greta sungguh sangat menyilaukan mata. Apa lagi dengan hartanya. Lelaki miskin mana yang tak tergiur, jika di sodorkan kemewahan secara gratis sperti itu.

Hanya saja ada satu pertayaan di dalam hati Hani. Apa nyonya Greta mengetahui jika mas Bram memiliki istri di kampung. Atau kah mas Bram tidak mengakui Hani di dalam hidupnya. Semakin dipikirkan oleh Hani, semakin tertusuk rasanya di dalam hati. Ingin mengadu, tapi pada siapa.

Belajar untuk bertahan, agar tak mudah rapuh. Untuk apa tujuan hidup jika menyerah sampai di sini. Hani mencoba menguatkan hatinya sendiri. Namun tak semudah itu, pikiran boleh mengarah pada hal positif. Tapi, hati yang tersakiti secara sengaja lukanya akan menjadi dalam.

Jika lukanya semakin dalam, api kemarahan akan timbul secara alami.

Bagaimana cara mengatasinya, Hani hanya bisa mengusap air matanya. Hani menghela napas panjang, lalu menghembuskan lewat mulutnya. Mengambil segelas air lalu meminumnya hingga tandas. Mbok Rumi mendekatinya dengan heran.

"Kamu kenapa Hani, apa kamu sakit?" tanya Mbok Rumi, sepertinya dia melihat tingkah Hani yang tak biasa.

Mata mbok Rumi, melihat sesuatu kesedihan di dalam raut wajah Hani. Tapi mbok Rumi mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih dalam.

"Nggak Mbok, saya hanya merasa sedih aja. Ingat orang tua di kampung." Hani berusaha berbohong menyembunyikan kesedihannya.

Meski sebenarnya saat ini dia juga merindukan bapak dan ibu di kampung. Ingin rasanya dia menghampiri keduanya lalu memeluk mereka menumpahkan segala kesedihan yang dia alami saat ini. Agar hatinya merasa lega.

Di sini, dia tak ingin mempercayakan pada siapa pun suasana hatinya. Biarlah dia simpan rapat-rapat, tentang pengkhianatan suaminya saat ini. Tentang rasa sakit di hatinya. Biarkanlah luka itu semakin dalam melukainya. Agar dia tahu caranya untuk bertahan.

Hani berpikir lagi, haruskah mas Bram bahagia di atas penderitaannya saat ini. Pantaskah dia mendapatkan perlakuan tak adil selama ini. Bagaimana dirinya begitu bodoh mempercayai pria itu. Selama ini dia berusaha yang terbaik untuk berdiri di samping mas Bram. Menerima keadaan apa-adanya.

Tanpa mengeluh, mengapa begini, mengapa begitu. Namun inikah balasan yang di dapatkan olehnya. Ingin sekali hati Hani berteriak sekeras mungkin. Agar seisi dunia tahu, dia sedang tersakiti. Agar semilir angin membawa kabar pada siapa pun di luar sana. Bahwa dia terluka, sangat terluka.

Setelah membereskan meja makan, kedua majikan Hani beranjak keluar. Naik ke mobil mewah dan melajukan mobilnya ke suatu tempat. Yang tiada satu pun pelayan tahu, kemana tujuan majikan mereka. Tugas para pelayan di sini adalah menyiapkan kebutuhan majikan saat mereka berada di dalam rumah mewah itu.

"Nyonya Greta kini menjadi semakin cantik yah. Aura kecantikannya terpancar dari wajahnya, sejak kedatangan tuan besar ke rumah ini. Pokoknya mereka pasangan yang sangat serasi deh," ucap salah seorang pelayan yang masih mengerjakan pekerjaan di dapur.

"Ya, lihat perlakuan tuan besar pada nyonya Greta. Sungguh suami idaman," sahut seseorang lagi.

Semua pelayan di sini memuji hubungan majikan mereka, Hani hanya diam dan mendengarkan.

"Kalau kamu Hani, apa kamu sudah memiliki suami?" tanya seorang rekan pelayannya, lalu semua pelayan di dalam ruangan dapur menoleh ke arah Hani, menunggu jawabannya.

"Hani mengangguk pelan."

"Kamu udah punya suami Hani? Sekarang dia berada di mana. Apa dia tahu kalau kamu di Jakarta?"

Hani menggeleng pelan.

"Suamiku sudah meninggal," jawab Hani singkat.

"Maaf Hani, aku tak bermaksud membuat kamu sedih," ucap pelayan yang bernama Winda.

Hani mengangguk, lalu mereka melanjutkan pekerjaan dalam diam.

***

Pukul 19.00 sebuah mobil masuk ke dalam halaman rumah mewah milik nyonya Greta. Pasangan suami istri itu lalu turun dari mobil.

"Hani," panggil nyonya Greta.

"Iya nyonya."

"Tolong bawakan belanjaan saya dari mobil, bawa masuk ke kamar atas," pintanya pada Hani yang sedang membersihkan ruang tengah.

Hani mengangguk patuh dan menuju ke mobil mewah milik majikannya.

Beberapa paper bag dari brand ternama memenuhi bagasi mobil. Hani mengambil semuanya, lalu masuk kedalam rumah. Naik ke lantai atas di mana kamar nyonya Greta berada.

"Aduh mas, jangan ah. Geli tau."

Suara tawa nyonya Greta dicampur dengan nada manja membuat kuping Hani terasa panas. Ditambah lagi dengan suara tawa mas Bram yang memenuhi isi ruangan mereka hingga terdengar sampai keluar kamar, dimana Hani terpaku berdiri di depan pintu.

"Hani, ayo masuk."

Nyonya Greta memanggil Hani.

Sepertinya dia telah telah mengganti pakaian dengan pakaian yang minim dan tipis. Membuat setiap lekuk tubuhnya terpampang indah di depan mata. Siapa pun yang melihatnya pasti akan tergoda. Apa lagi pria mantan supir truk ini.

"Letakkan semuanya di dalam lemari aku ingin kamu menatanya di lemari pakaian ku."

"Baik nyonya."

Hani membuka lemari majikannya, lalu membuka barang belanjaan mereka tadi. Beberapa kemeja pria dan kaos mahal, Hani meletakkannya sesuai dengan tempatnya. Semua kebutuhan pria ini nyonya Greta penuhi. Hingga pakaian dalamnya juga. Hani diam, tak bersuara, jangan sampai air matanya tumpah lagi.

"Saat membuka paperbag yang lainnya, semua berisi pakaian dalam wanita, dan beberapa lingerie seksi. Membuat dada Hani bergemuruh sakit rasanya. Beberapa pakaian dalam wanita berbahan tipis dan menerawang yang sudah pasti milik nyonya Greta.

Bahagia sekali rasanya menjadi nyonya Greta, segalanya dapat dibeli dengan uang. Apa lagi suami, sekali jentikan jari saja, para pria langsung bertekuk lutut di hadapannya.

Hati Hani semakin hancur, setelah membereskan barang barang belanjaan majikannya, Hani memilih keluar dari kamar mewah milik majikannya. Saat dia berbalik pemandangan menjijikkan terpampang nyata di hadapannya. Kedua majikannya saling bercumbu mesra, tanpa menghiraukan keberadaan Hani di sana.

Hani dengan cepat keluar dari ruangan itu. Dia turun ke lantai bawah, dan langsung menuju ke kamar belakang miliknya. Hani lalu mengunci pintu, napasnya memburu naik turun. Sungguh dia sudah tak tahan lagi.

Hani memutuskan ingin pergi, ingin kabur dari sini. Dia sudah tak tahan lagi untuk bisa berlama lama di tempat ini. Lebih baik pergi dan tinggalkan tempat ini. Dari pada terus menyaksikan kepahitan setiap harinya yang disajikan oleh kedua majikannya itu.

Hani memasukkan beberapa pakaiannya ke dalam tas. Tak sengaja tangannya menyentuh sebuah map. Saat dibuka olehnya, betapa hancur semakin hancur hatinya kali ini. Mengingat isi perjanjian kontrak kerja yang sudah dia tanda tangani.

Hani duduk di lantai, tak tahu harus berbuat apa lagi. Jika dia kabur hari ini, bagaimana dia bisa menanggung resikonya sendirian.

"Pilih kabur atau bertahan?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
hani harus tahan jangan kalh dengan bram pecundang nggak akan menang,hani harus punya uang nggak mikirin sakit klu uang sdh dapat baru pergi buat usaha ,harus kuat pelan "lawan dan kesampingkan sakit itu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status