Share

Dikerjai

Pov Delisa 

Hari ini kami dipulangkan lebih awal, karena guru-guru ada rapat siang ini. Aku dan teman-teman tidak langsung pulang ke rumah. Kami pergi ke toko buku yang ada di mall, mencari buku untuk referensi tugas yang diberikan oleh guru.

Setelah mendapatkan buku yang dimaksud. Sebelum pulang kami makan di foodcourt.

Selesai makan aku dan teman - teman memutuskan untuk pulang ke rumah, karena tidak nyaman berada di mall dengan seragam sekolah. 

Setelah tiga puluh menit bus yang kami tumpangi sampai di halte dekat rumah. Baru saja menginjakkan kaki di halte tiba-tiba langkahku terhenti melihat siapa yang sedang menatap tajam ke arahku. 

"Kak Erlan! seru Fina dan Wulan bersamaan kemudian menghampirinya.

"Hai," sahut Kak Erlan.

"Kakak ngapain di sini?" tanya Wulan.

"Kakak ada perlu sama Delisa," jawabnya masih dengan menatapku.

Kak Erlan melangkah ke arahku. "Bisa kita bicara?" Kak Erlan berkata dengan ekspresi yang sulit aku artikan.

Aku seperti maling yang ketahuan mencuri. Bagaimana tidak, Kak Erlan yang tahunya aku seorang mahasiswi hari ini ia melihatku pulang sekolah dengan seragam putih abu-abu.

Ria yang berdiri persisi di samping menyentuh bahuku. Seolah ia menguatkan dan menyakinkan kalau semua akan baik-baik saja.

Aku menoleh padanya. Ria mengangguk mantap sambil tersenyum.

"Kakak ada perlu sama Delisa. Kamu pulang saja duluan. Nanti biar kakak yang anter Delisa pulang," ucap Kak Erlan pada Ria.

"Aku duluan, Sha," pamit Ria singkat kemudian bergabung dengan Wulan dan Fina yang sedari tadi bingung menatap bingung pada kami.

"Duluan, Sha, Kak Erlan," pamit Fina dan Wulan bersamaan.

Kak Erlan meresponsnya dengan senyuman. Setelah teman-temanku sudah tidak terlihat lagi, Kak Erlan berjalan ke tempat motornya diparkir.

"Mau sampai besok berdiri di sana?" sindirnya sambil tersenyum miring.

Dengan perasaan tak menentu aku beranikan diri berjalan ke arahnya.

Kak Erlan sudah duduk di atas motornya, sementara aku masih mematung di sampingnya.

"Mau naik sendiri atau kakak gendong!" Mendengar ucapannya aku segera naik ke motornya.

"Kita mau ke mana?" tanyaku saat Kak Erlan sudah menghidupkan mesin motor.

Pertanyaanku dianggap angin. Entah ia tidak mendengar atau memang sengaja membuatku kesal. Ternyata Kak Erlan mengajakku ke taman kota.

Setelah memarkirkan motornya, Kak Erlan menggandeng tanganku. Kami melewati paving untuk mencari bangku taman yang kosong.

Pengunjung taman sudah agak sepi karena waktu hampir maghrib. Begitu menemukan bangku taman yang kosong Kak Erlan langsung duduk. 

Ia memindaiku dari ujung kaki sampai ujung kepala. Aku benar-benar seperti seorang pencuri yang tertangkap basah sedang menjalankan aksinya.

"Maaf," ucapku tanpa berani melihatnya.

Tiba-tiba Kak Erlan berdiri. Posisi kami sangat dekat hingga ujung sepatunya menyentuh ujung sepatuku.

"Apa kamu minta maaf dengan sepatu!" sindirnya tiba-tiba sambil mengangkat wajahku dengan tangannya.

Ditatap seperti ini membuatku tak berkutik. Mataku mulai berkaca-kaca, sekuat tenaga aku menahannya agar tidak menangis di depannya.

"Kakak akan maafin kamu dengan satu syarat," katanya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangnnya dariku.

"Apa syaratnya?" Kali ini kuberanikan diri menatapnya.

"Kamu harus jadi pacar kakak!" ucapnya tanpa ekspresi.

Jantungku berdetak lebih kencang. Wajahku pasti sudah seperti kepiting rebus. Kak Erlan benar-benar puas mengerjaiku hari ini.

"Kalau aku enggak mau bagaimana?" Aku balik menantangnya.

Bukannya menjawab Kak Erlan malah memelukku. Seketika membuat kakiku lemas. Aku seperti kehilangan tenaga.

"Kak," ucapku lirih.

Bukannya melepaskan ia malah semakin mengeratkan pelukannya.

"Sebentar saja," ucapanya setengah berbisik di telingaku lalu mencium pucuk kepalaku.

Ada kenyamanan yang aku rasakan. Aku bisa merasakan ketulusan darinya. Perlahan Kak Erlan mulai menguraai pelukannya.

"Sekarang kita pacaran. Kamu enggak boleh nolak!" Kak Erlan berucap sambil tersenyum menggodaku.

"Aku, kan, belum jawab. Kok Kakak yakin kalau aku mau jadi pacar Kakak," balasku sambil mendorong tubuhnya menjauh.

"Tanpa kamu jawab pun, kakak sudah tahu jawabannya."

"Percaya diri sekali anda!"

"Kalau kamu tidak mau, kenapa diam saja waktu kupeluk!" Ucapan Kak Erlan mampu membuatku malu. Sekarang pasti mukaku sudah seperti kepiting rebus.

"Dasar mesum!" ejekku, bukannya marah Kak Erlan malah tersenyum lebar.

"Kenapa kamu bohong?"

"Aku enggak bohong, tapi Kakak aja yang kurang pintar. Sehingga bisa dibohongi anak SMA," kilahku sambil menyentil hidungnya kemudian berlari ke arah parkiran.

***

"Dek, ada temanmu di depan!" teriak Bunda dari luar kamar.

"Siapa Bun," tanyaku ketika pintu sudah terbuka.

"Erlangga." Jawaban Bunda mampu membuatku terkejut. "Temui sana biar bunda yang buatkan minum," ucap Bunda sambil tersenyum melihat ekspresiku.

"Iya, Bun," sahutku kemudian beranjak ke depan.

Kak Erlan  duduk di bangku teras sambil menatap taman kecil di halaman rumah.

"Kak Erlan!" sapaku karena ia tidak menyadari kehadiranku.

"Dee," sahutnya.

"Kakak ngapain ke sini?"

"Duduk dulu bisa, kan."

Menurut aku duduk di bangku sebelahnya. "Mau kenalan sama camer," jawabnnya asal yang membuatku kesal.

Obrolan kami terhenti karena Bunda datang membawakan minuman dan cemilan untuk kami. Kak Erlan langsung berdiri melihat Bunda datang.

"Silahkan diminum, Nak. Kalau kurang minta lagi sama Adek," ucap Bunda.

"Makasih, Tante. Maaf merepotkan," sahut Kak Erlan sambil tersenyum pada Bunda.

"Kamu enggak suka kakak ke sini?" tanya Kak Erlan.

"Bukannya enggak suka, Kak. Tapi ...."

"Kakak cuma enggak suka kalau kamu harus berbohong pada keluargamu setiap kali kita ketemuan," potong Kak Erlan.

"Iya, tapi enggak secepat ini juga Kakak datang!"

"Iya kakak minta maaf," ucapnya sambil manyentuh punggung tanganku. "Sudah dong Dee, jangan cemberut terus, nanti aku khilaf gimana? ucapannya kali  membuatku kembali melotot padanya, bukannya takut Erlan tergelak geli.

"Ya sudah aku pulang," ucapnya sambil berdiri memakai jaket. "Bisa panggilkan bunda, kakak mau pamit."

Dengan malas aku masuk ke dalam menemui Bunda yang sedang menonton televisi di ruang tengah. "Bun, Kak Erlan mau pamit."

"Kok sebentar, Dek mainnya?" tanya Bunda.

"Enggak tahu Bun," jawabku singkat sambil mengangkat bahu. Bunda tersenyum kemudian berjalan ke depan menemui Kak Erlan.

"Pamit dulu, Tante. Makasih jamuannya, maaf merepotkan," ucap Erlan sopan pada Bunda.

"Iya,  Nak Erlan. Hati-hati, jangan suka ngebut kalau naik motor," pesan Bunda.

Kak Erlan mengangguk patuh. Kemudian mengulurkan tangan pada Bunda. Aku kira ia hanya menjabat tangan Bunda ternyata ia mencium punggung  tangan Bunda dengan sangat sopan.

Bunda memberikan kode agar aku mengantar Erlan sampai depan.

"Kakak pulang, Dee. Sudah dong jangan marah terus. Kalau cemberut begitu terus lama-lama kakak bisa khilaf."

Refleks aku mencubit pinggangnya, ia meringis sambil tertawa, "Aku pulang, ya," pamitnya lagi sambil mengacak-acak rambutku.

"Hati-hati, ya," sahutku.

Ia tersenyum lalu mengangguk kemudian menjalankan motornya. Setelah punggung Kak Erlan menghilang di tikungan jalan aku baru masuk ke dalam rumah.

"Kenal di mana sama Kak Erlan, Dek?" tanya Bunda saat aku baru saja akan masuk ke kamar.

Aku kembali menutup pintu kamar, berjalan menghampiri Bunda di ruang tengah.

"Bunda enggak marah, kan. Kalau temen aku main ke sini?" tanyaku hati-hati.

Bunda menoleh lalu tersenyum. "Bunda suka, kok," jawab Bunda sambil mengusap kepalaku.

"Bunda suka sama Kak Erlan?" Tanpa kuduga pertanyaanku membuat Bunda terkekeh geli.

"Bukan itu maksud bunda, Dek. Bunda lebih senang lihat temanmu main ke rumah. Dari pada kamu ketemuan di luar rumah tanpa sepengetahuan kami," ujar wanita yang masih terlihat cantik di usia yang sudah tidak muda lagi.

"Makasih, Bun," sahutku sambil memeluk Bunda.

Ternyata benar kata Kak Erlan. Tidak pantas seorang lelaki baik-baik mengantarkan wanita tidak sampai ke rumahnya. 

Bagaimana pun laki-laki itu yang dinilai tanggung jawabnya pada wanita. Bagaimana cara ia menyayangi, menghormati serta melindungi wanitanya. Bukannya hanya ingin bersenang-senang. 

Apa mungkin Kak Erlan tipe laki-laki yang baik. Semoga saja aku tidak bertemu dengan orang yang salah. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status