Share

Bab 8. GAGAL HONEYMOON

     Gladys dengan dibantu oleh Bi Sani tengah mempersiapkan segala keperluannya untuk berbulan madu atas perintah Alfa. Sebenarnya Gladys merasa sangat malas untuk pergi. Tapi apalah dayanya jika Alfa telah memiliki keinginan.

     “Sudah siap, Sayang?” tanya Alfa saat dia masuk ke dalam kamarnya.

     “Sudah,” jawab Gladys singkat.

     “Oke! Kita berangkat sekarang!” ajak Alfa setelah memerintahkan pelayan membawa barang bawaannya.

     “Tuan, Nyonya, selamat jalan!” ucap Bi Sani.

     “Makasih Bi. Kami hanya beberapa hari saja kok perginya. Minggu depan isteriku ini akan menjalani wisuda dan mendapatkan gelar dokter secara resmi,” ujar Alfa sambil membelai rambut Gladys. Gadis itu hanya mengulas senyuman tipis di bibirnya.

     “Kami pergi dulu ya Bi. Devan kamu handel perusahaan selama aku pergi!” ujar Alfa yang kemudian memasuki mobilnya. Dia sengaja mengemudikan mobilnya sendirian.

     Selama perjalanan mereka hanya terdiam. Sesekali Alfa melirik wajah isterinya yang kadang masih terlihat murung.

     “Kamu kenapa sayang? Apa kamu tidak bahagia dengan pernikahan ini?” tanya Alfa sambil pandangannya lurus ke depan.

     “T-tidak. A-aku bahagia, kok,” jawab Gladys singkat.

     “Kalo kamu bahagia, kenapa wajahmu tampak murung?” tanya Alfa lagi.

     “A-aku tidak apa-apa. Mungkin hanya capek saja,” Gladys memang sudah beberapa hari ini sering merasa mudah capek. Namun dia tidak tahu kenapa. Alfa mengulurkan sebelah tangannya dan membelai rambut Gladys. “Tidurlah, aku akan bangunkan jika sudah sampai,” ujar Alfa lembut. Gladys menyandarkan kepalanya pada sandaran. Pelan-pelan matanya tertutup. ‘Kamu kenapa, Sayang’ gumam Alfa yang sudah merubah arah mobilnya menuju ke rumah sakit bukan lagi ke bandara. Dia menghubungi seseorang dan menunda keberangkatannya untuk berbulan madu. Pria muda itu tak tega melihat tubuh isterinya yang terlihat lemah.

     Sesampainya di rumah sakit, dia segera memarkirkan mobilnya. Dia berusaha membangunkan Gladys namun, istrinya itu tak merespon. Pria itu pun semakin panik saat menyadari isterinya ternyata dalam keadaan pingsan. Dia bergegas menggendong istrinya dan membawanya ke IGD. Beruntung karena dia bertemu petugas medis dan meminta bantuannya.

     Kini Gladys sedang diperiksa oleh dokter di IGD. Setelah memeriksa Gladys dokter itu segera meminta Alfa menemuinya. Tentunya setelah meminta Gladys dibawa ke ruang perawatan sesuai pilihan Alfa.

     “Bagaimana isteri saya, dokter?” tanya Alfa cemas.

     “Nyonya, kelelahan Tuan. Tekanan darahnya sangat rendah, jadi saya sarankan untuk Nyonya beristirahat dua atau tiga hari di sini,” ucap dokter itu.

     “Kelelahan ... tapi aku sudah melarangnya bekerja dokter,” ujar Alfa keheranan.

     Terlihat dokter itu mengulas senyumnya. “Tuan, lelah tidak selalu karena pekerjaan. Bisa juga karena pikiran atau ... Tuan pasti paham apa maksud saya. Saya sangat mengerti karena kalian adalah pengantin baru,” terang dokter itu yang membuat semburat merah tampak di wajah Alfa.

     “Jangan terlalu bersemangat, Tuan. Kasih waktu untuk Nyonya beristirahat juga. Stamina Nyonya jauh berbeda dengan stamina Tuan,” ujar dokter itu lagi sambil mengulas senyum.

     “Saya mengerti, dokter,” sahut Alfa sambil menahan malu. Ya, sejak resmi menjadi suami isteri, Alfa memang sering meminta haknya sebagai suami kepada Gladys dan seperti kata dokter dia jarang memperhatikan kondisi Gladys. Sementara Gladys, dia tak kuasa menolak keinginan Alfa.

     Alfa memandangi tubuh Gladys yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Dirapikannya surai rambut isterinya. Alfa mengecup kening Gladys dengan lembut. “Sayang, maafkan aku,” ucap Alfa sambil membelai wajah Gladys. Tanpa sadar dia tertidur sambil menundukkan kepalanya di tepi tempat tidur Gladys.

     “Alf,” Alfa tersentak saat merasakan sentuhan di kepalanya. “Sayang, kau sudah sadar?” tanya Alfa.

     “A-aku haus,” lirih Gladys. Alfa segera mengambilkan air minum untuk isterinya, dia membantu Gladys untuk minum.

     “Aku kenapa Alf?” tanya Gladys saat melihat jarum infus di tangannya.

     “Kamu pingsan jadi aku bawa ke mari. Maafkan aku, Sayang. Maaf ... sudah membuatmu lelah dan maaf karena bulan madu kita terpaksa aku batalkan,” ucap Alfa penuh sesal.

     “Alf ... aku ingin pulang,” lirih Gladys.

     “Tidak Sayang! Kamu masih harus istirahat di sini sampai besok. Oh ya! Aku sudah memanggil Bi Sani untuk menemanimu karena aku harus bekerja,” ucap Alfa sambil membelai wajah isterinya. Gladys menghela napas panjang dan dia memalingkan wajahnya hingga membuat Alfa terheran.

     “Kenapa Sayang?” tanya Alfa.

     “Pergilah Alf. Katamu kau mau bekerja kan? Biarkan aku menunggu Bi Sani sendiri,” ucap Gladys setengah merajuk.

     “Kau nggak mau aku pergi, hem?” Alfa tersenyum melihat Gladys merajuk.

     “Terserah kau saja. Memangnya aku siapa sampai melarangmu melakukan sesuatu!” kesal Gladys.

     “Aku suka kau yang seperti ini,” ucap Alfa sambil membalikkan tubuh Gladys menghadap ke arahnya. Dikecupnya bibir sang isteri.

     “Aku tidak akan pergi. Aku akan menemanimu di sini tapi aku tak bisa membatalkan Bi Sani datang karena dia pasti sudah diantar ke sini oleh Devan. Dan benar saja, tak lama kemudian datanglah Bi Sani bersama Devan. Devan memberikan kode kepada Alfa bahwa ada yang harus dia bahas.

     “Sayang aku keluar sebentar sama Devan. Nggak lama kok, nanti aku balik lagi. Bi, nitip isteriku!” titah Alfa. Yang dipatuhi oleh Bi Sani.

     “Ada masalah apa?!” tanya Alfa dingin. Saat ini mereka sudah duduk di Coffe Shop tak jauh dari rumah sakit. Devan menelan salivanya dengan susah payah. Entah kenapa tenggorokannya terasa tercekat.

     “Nona Amalia kembali, Tuan. Dia ada di Bungalow Sakura,” ucap Devan dengan menahan napasnya.

     “Lalu ... apa hubungannya denganku?!” tanya Alfa dengan suara yang semakin dingin. Bahkan Devan merasakan tubuhnya membeku mendengarnya.

     “Nona Amalia ingin bertemu Tuan,” ujar Devan hati-hati. Alfa menatap tajam Devan.

     “Kamu sudah tahu jawabanku!” jawab Alfa sambil beranjak meninggalkan Devan sendirian. Alfa memilih untuk kembali ke kamar rawat isterinya dan mengabaikan berita yang disampaikan oleh Devan. Tiba-tiba dia teringat sesuatu dan menghubungi Devan. Dia meminta Devan untuk merahasiakan tentang mansion karena dia tidak ingin ketenangannya bersama Gladys terganggu. Devan mematuhi perintah majikannya.

     Keesokan harinya, Alfa membawa Gladys pulang ke mansion. Tiba-tiba ponselnya berdering. Dia melihat ada nomor tak dikenal yang tertera di layar ponselnya. Dia berusaha mengabaikannya karena tak ingin perhatiannya pada sang isteri terpecah.

     “Bi, tolong siapkan bubur untuk Gladys!” perintah Alfa. Bi Sani bergegas ke dapur untuk membuatkan bubur untuk nyonya mudanya.

     Beberapa menit kemudian, Bi Sani telah kembali ke kamar Alfa dengan membawa mangkuk bubur. Alfa mengambil mangkuk bubur itu dan meminta Bi Sani keluar.

     “Sayang, ayo makan buburnya. Aku ingin kamu cepat sehat. Kita akan pergi bulan madu setelah kamu sehat,” bujuk Alfa. Gladys merasakan gelenyar dalam hatinya. Ini pertama kalinya di melihat Alfa seperti ini. Dia segera membuka mulutnya dan menerima suapan dari suaminya. Kembali Alfa mendengar ponselnya berdering. Masih nomor yang sama saat Alfa melihatnya.

     “Kenapa tak kau terima?” tanya Gladys. Alfa hanya mengulas senyum. Dikecupnya kening Gladys. “Istirahatlah!” ujar Alfa kemudian beranjak meninggalkan kamar itu. Gladys menghela napas panjang. ‘Alfa aku tahu posisiku. Meski aku isterimu aku tetap tak berarti bagimu’ batin Gladys. Diusapnya sudut matanya yang telah basah.

     Di tempat lain, tepatnya di sebuah kamar yang cukup mewah, seorang gadis cantik dengan tubuh seksi sedang melampiaskan amarahnya pada barang-barang yang ada di kamar itu.

     “Alfa! Jadi kau berani mengabaikanku!” geram gadis itu.

     “Haah!”

     Praang!

     Gadis itu berteriak dan membanting gelas yang di pegangnya. “Kau tidak tahu siapa Amalia, Alfa! Aku akan membuatmu kembali bertekuk lutut padaku!” seru gadis itu.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status