Share

Bab 9. MENEMUI AMALIA

     Beberapa hari kemudian, Gladys telah kembali sehat. Saat ini dia sedang menatap bayangannya di cermin dengan bangga. Ya, hari ini adalah hari wisudanya. Hari di mana dia akan mendapat gelar dokter secara resmi. Sebuah cita-cita yang telah lama diimpikannya. Namun, beberapa detik kemudian senyum itu hilang dari bibirnya saat dia menyadari sesuatu. Dia terduduk di tepi ranjang. ‘Tak ada gunanya aku wisuda. Tak ada artinya aku mendapat gelar dokter. Semua sia-sia dan sama saja. Aku akan tetap tak akan bisa lepas dari rantai yang dipasang pria itu’ gumam gadis itu.

     “Sayang, sudah siap?” Alfa tertegun saat melihat istrinya sedang menangis.

     “Hei! Kenapa?” tanya Alfa sambil menghapus air mata sang isteri.

     “Aku tidak akan wisuda, Alf. Semuanya percuma saja,” lirih Gladys.

     “Kenapa bilang begitu, Sayang?” Alfa mengangkat dagu isterinya dan menatap tajam ke mata Gladys.

     “Untuk apa aku jadi dokter jika tak bisa mengabdikannya untuk masyarakat. Lebih baik aku tetap menjadi tawananmu di sini,” lirih Gladys.

     “Gladys!” seru Alfa sedikit meradang mendengar peryataan isterinya.

     “Aku benar kan Alf?” timpal wanita itu lagi sambil menatap ke arah luar jendela.

     “Kamu salah, Sayang. Kamu isteriku bukan tawananku,” ucap Alfa menahan geram.

     “Kalo aku isterimu, kenapa aku tak boleh melakukan yang aku sukai. Kenapa kamu mengekangku,” lirih Gladys. Alfa tersentak mendengar apa yang Gladys ungkapkan. Dia tak pernah menyangka jika Gladys akan merasa terkekang.

     “Aku tidak mengekangmu, Sayang. Aku hanya takut kehilanganmu. Sudahlah ayo berangkat agar kau tak terlambat. Kita bicarakan itu nanti lagi!” ucap Alfa sambil menarik tangan Gladys untuk mengikutinya.

     Acara wisuda Gladys berjalan lancar. Akhirnya dia resmi menjadi dokter. Namun, gadis itu tak tampak bahagia. Alfa menghela napasnya.      

     “Kau sangat ingin bekerja di rumah sakit?” tanya Alfa membuat Gladys mendongakkan kepalanya dan menatap Alfa. Saat ini mereka sedang berada di sebuah restoran mewah untuk merayakan kelulusan Gladys sebagai dokter.

     “Aku akan ijinkan. Tersenyumlah dan berbahagialah,” ujar Alfa akhirnya mengalah. Dia tak ingin lagi melihat wajah isterinya murung. Bagaimanapun, dia lebih menyukai Gladys yang periang dan mudah tersenyum. Namun, sejak dia membawanya ke mansion, dia hampir tak pernah melihat Gladys tersenyum. Kalo pun tersenyum, dia tahu ada keterpaksaan di sana.

     “Aku akan mengijinkanmu bekerja di rumah sakit tapi jangan pernah mencoba kabur dariku. Dan ya, Devan akan mendampingimu. Karena aku takkan bisa selalu menemanimu. Turuti aku atau kau praktek di klinik perusahaan bersamaku!” tegas Alfa.

     “Baiklah. Aku terima syaratmu. Lagipula, aku ini isterimu. Kemana aku akan pergi kalo bukan pulang kepadamu,” ujar Gladys dengan suara manja.

     “Terima kasih, suamiku,” ucap Gladys sambil mengecup pipi suaminya. Alfa merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. Dia tak menyangka jika hal kecil yang dilakukannya akan bisa membuat isterinya begitu bahagia dan sikapnya berubah padanya.  Tiba-tiba ponsel Alfa berdering. Ada nama Devan yang tertera di layar ponselnya.

     “Halo!” ucap Alfa dengan nada dingin. Tiba-tiba rahangnya mengetat dan pandangannya menggelap.

     “Aku segera ke sana!” ucap Alfa kemudian. Entah apa yang dikatakan Devan.

     “Sayang, aku antar kamu pulang dulu. Ada masalah di perusahaan!” ucap Alfa tegas.

     “A-aku naik taksi saja,” ucap Gladys terbata.

     “Tidak!” lalu tanpa disadari, Alfa menarik tangan Gladys dengan kasar membuat wanita itu meringis kesakitan.

     Alfa mengayunkan langkahnya memasuki sebuah bungalow mewah. Bungalow itu juga miliknya. Dulu dia sering mengajak kekasihnya ke bungalow itu. Bungalow itu juga yang telah merubah seorang Alfandra Shaquille Bimantara menjadi seorang don juan yang sering membuat para gadis patah hati. Karena di bungalow itu dia menyaksikan kekasih yang dicintainya berselingkuh denngan sahabatnya. Bahkan saat itu dia menyaksikan mereka sedang melakukan hubungan intim layaknya suami isteri.

     Brakk!

     Alfa membuka pintu dengan kasar bahkan Devan yang ada di belakangnya pun ikut berjingkat. Di dalam kamar Amalia yang tadi mengamuk terkejut saat mendengar suara pintu yang dibuka dengan kasar. ‘Siapa yang datang. Kasar sekali’ gerutu gadis itu. Kemudian dia bergegas keluar untuk melihat siapa yang datang. Betapa terkejutnya dia saat melihat sosok yang ada di sana dan sedang menatap tajam ke arahnya. Sejurus kemudian dia kembali tersadar dan berlari ke dalam pelukan pria itu.

     “Alfa! Kamu datang Sayang!” seru gadis itu. Namun di luar dugaan gadis itu, Alfa justeru mendorong tubuh gadis itu agar menjauh darinya.

     “Mau apa kau kembali?!” tanya Alfa ketus.

     “Alfa ... maafkan aku Sayang, aku tahu aku salah. Tolong! Maafkan aku. Kita sama-sama lagi ya?” rengek gadis itu. Mendengar itu, Alfa hanya tertawa sinis.

     “Kenapa tiba-tiba kau mau kembali? Apa karena aku sekarang sudah semakin sukses?!” sarkas Alfa.

     “B-bukan begitu, Sayang. A-aku kembali karena aku masih mencintaimu!” seru gadis dan kembali memeluk tubuh Alfa.

     “Pembohong!” seru Alfa sambil kembali mendorong tubuh Amalia.

     “Sayang ... kamu kenapa kasar padaku?” Amalia mulai menitikkan air matanya.

     “Dengar Lia, jika kamu mencintaiku, di mana kamu saat aku butuh kamu?! Saat aku terpuruk dan hampir kehilangan semuanya karena orang tuaku meninggal? Tidak ada Lia! Kamu tidak ada! Dan kau! Aku melihatnya. Aku melihat semua yang kau lakukan dengan laki-laki itu di sini! Di sini Lia! Di Bungalowku! Itu! Kamar itu ... kamar yang kau pakai bukan?!” bentak Alfa. Emosinya sudah tak terbendung lagi. Bahkan sudut matanya mulai menitikkan air mata. Amalia tercekat mendengar semua perkataan Alfa.

     “A-Alfa d-dia yang memaksaku,” lirih gadis itu mencoba membela diri.

     “Memaksamu?!” terdengar suara tawa yang membahana di ruangan itu. Bukan tawa bahagia namun tawa yang penuh luka dan rasa sakit.

     “Kau menikmatinya, Lia. Kau menikmatinya!” seru Alfa sambil mencengkeram rahang gadis itu. Gadis itu hanya meringis menahan sakit. Air matanya mengalir deras. Dia tak menyangka, Alfa yang dulu tak pernah berlaku kasar akan bisa sekasar ini. Alfa yang dulu sangat mencintainya dan tak pernah sekalipun marah padanya kini bisa semurka itu padanya.

     “Kau ingin kembali kan?! Jangan mimpi! Dan dengar ... pergilah menjauh dari hidupku. Jangan pernah kau tunjukkan wajahmu yang menjijikan ini atau aku akan berbuat lebih kejam lagi padamu!” bentak Alfa sambil menorong gadis itu hingga terjatuh ke lantai.

     “Alfa aku mohon, Sayang. Beri aku kesempatan lagi. A-aku janji akan berubah. A-aku janji akan setia. Bahkan aku juga mau jadi budakmu. T-tolong Alfa! A-aku mohon ... aaarggh!” tiba-tiba gadis itu memegang perutnya.

     Alfa dan Devan tersentak melihat hal itu. “Tuan ... D-darah!” seru Devan melihat darah yang mengalir di kaki gadis itu. Alfa mendengkus kesal.

     “Bawa dia ke klinik terdekat! Aku nggak jadi tertuduh jika dia mati!” umpat Alfa dengan kasar. ‘Bikin repot saja’ gerutunya dalam hati.

     “Maaf ... Apa salah satu dari kalian adalah suami Nona ini?” tanya dokter yang memeriksa Amalia.

     “Bukan!” sahut Devan dan Alfa hampir bersamaan. Membuat dokter itu mengernyit.

     “Dia adalah tamu kami yang kebetulan menginap di Bungalow kami tak jauh dari sini. Kebetulan tadi kami sedang membicarakan masalah bisnis,” terang Devan setelah mendapat isyarat dari Alfa.

     “Ada apa memangnya, dok?” tanya Alfa dingin.

     “Begini Tuan, dari hasil pemeriksaan kami ternyata Nona ini sedang hamil dan menurut perkiraan saya usianya sudah lima minggu. Beruntung dia segera dibawa ke mari jika terlambat sedikit saja maka janinnya takkan bisa selamat,” terang dokter itu.

     Alfa sedikit tersentak mendengar penjelasan dokter. Tak lama kemudian sebuah senyuman sinis terbit di bibirnya. ‘Aku mengerti sekarang’ gumam pria itu.

     “Terima kasih atas penjelasannya dokter. Boleh saya menemuinya?” tanya Alfa.

     “Tentu saja. Silakan!” dokter itu memberikan ijin kepada Alfa.

     “Alfa,” panggil Amalia lirih saat melihat kehadiran Alfa. Wajahnya tampak pucat. Namun Alfa sedikitpun tak perduli.

     “Siapa ayahnya, Lia?!” tanya Alfa dingin. Amalia tersentak mendengar pertanyaan Alfa. Airmatanya kembali menitik.

     “Aku tanya siapa ayahnya, Lia?! Bukan menyuruhmu menangis. Apa karena ini kau ingin kembali padaku? Kau ingin mencarikan ayah untuk anakmu?” kali ini Alfa mencoba sedikit menrunkan egonya.

     Alih-alih menjawab pertanyaan Alfa, gadis itu justeru semakin terisak. Alfa berdecak kesal karenanya.

     “Terserah! Kalo kau tak mau menjawab. Ayo! Aku antar kau kembali ke bungalow. Istirahatlah di sana!” ujar Alfa sambil menggendong Amalia menuju mobilnya.

     “Kembali ke bungalow, Van!” titah Alfa.

     “Alfa ... kamu akan menemaniku kan?” tanya Amalia dengan suara lemah.

     “Tidak! Aku langsung pulang. Isteriku menunggu!” jawab Alfa dingin.

     Deg!

     Amalia tercekat mendengar ucapan Alfa. ‘Isteri. Dia sudah menikah. Tidak ... tidak mungkin’ gumam gadis itu dalam hati.

     “K-kamu s-sudah menikah?” tanya Amalia.

     “Hmm!” Alfa hanya berdeham.

     “Kamu bohong kan, Fa? Kamu hanya ingin membalas dendam padaku kan?” Amalia masih berusaha menolak kenyataan.

     “Aku bukan kamu yang suka berbohong padaku. Terserah kau mau percaya atau tidak!” sarkas Alfa.

     Setelah mengantar Amalia, Alfa segera beranjak untuk meninggalkan bungalow. Namun baru beberapa langkah, Devan mendekatinya.

     “Maaf Tuan, Bi Sani telepon. Katanya ... Nyonya pingsan,” ucap Devan hati-hati.

     “Apa?!” seru Alfa terkejut. Dia segera berlari menuju mobilnya. Devan mengikutinya dari belakang.

     “Kamu temani Lia dulu! Beri kabar jika ada apa-apa!” seru Alfa lalu melajukan mobilnya dengan kencang. Devan hanya terbengong di tempatnya. ‘Ya Tuhan! Punya majikan satu kenapa gini amat ya’ sungut Devan. Pemuda itu kemudian melangkah menuju teras bungalow dan memilih duduk di sana.

    

    

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status