Dengan perasaan kesal, Hilda melajukan kendaraannya menuju Jalan Sudirman, dia berencana menemuai Riana dikostnya.Hilda tak mempedulikan lagi Firman yang masih terpaku dikantornya, sudah besar ini nanti juga bisa pulang sendiri, pikir Hilda.Hanya butuh waktu sekitar 20menit untuk sampai ditujuan, nampaknya Riana juga sudah tiba dikostnya, kendaraannya sudah terpakir disana.Tok Tok TokHilda mengetuk pintu kamar Riana dan mengucapkan salam, tak menunggu lama terdengar suara seseorang memutar anak kunci pintu tersebut.“Hilda? Lho kok kamu bisa tiba-tiba disini?” Riana tercengan mendapati Hilda yang sudah berdiri diambang pintu.“Kamu itu bukannya menjawaba salamku malah bengong gitu,” ucap Hilda terdengar kesal.“Ya habisnya kamu nggak biasanya aja tiba-tiba datang kesini Hil.” ucap Riana tanpa menyuruh Hilda untuk masuk ke dalam.“Berarti aku nggak boleh nih main kesini? Ya sudah, aku pulang aja, maaf kalo ganggu kamu!” Hilda dengan kesal langsung memutar balik tubuhnya dan hendak
Sudah 3hari Hilda merasa kondisi tubuhnya makin kurang sehat, tak ada sesuap nasi pun yang masuk ke dalam perutnya, dia hanya bisa makan buah itu pun jenis tertentu.Dia juga sudah memeriksakan keadaanya, dokter mengatakan jika Hilda positif hamil dan usia kandungannya memasuki 5bulan.Hal ini sebenarnya yang ditakutkan oleh Hilda, disaat dia mencium kebusukan sang suami, namun Tuhan memberikan hadiah yang seharusnya menjadi hadiah terindah bagi dia dan Firman.Tok Tok Tok“Hil, kamu masih nggak enak badan? Kamu masih cuti hari ini? Mau aku antar ke rumah sakit?” tanya Firman diluar kamar sambil mengetuk pintu kamar Hilda.Tak ada jawaban apapun dari Hilda, Firman sebenarnya khawatir kondisi Hilda, namun sejak pertengkaran terakhir, Hilda benar-benar menghindar dari Firman, bahkan Firman tak pernah bertemu dengan Hilda meskipun sebenarnya Hilda berada dirumah.Hilda sengaja tak ingin bertemu dengan Firman, dia tak ingin suaminya
Brak!!!Hilda menutup pintu mobil bagian penumpang depan dengan begitu kencang, emosinya kali ini sudah benar-benar diubun-ubun kepala.Firman yang duduk dikursi pengemudi sambil terlonjak mendengar kencangnya suara pintu mobil ditutup, kali ini mau tak mau Hilda harus satu mobil dengan Firman, karena Firman yang bersikukuh ingin mengantar Hilda ke rumah sakit guna memeriksakan Hilda.Tak mungkin Hilda menolak, karena Firman juga sudah berpamitan dengan Alex bahkan dihadapan Hilda sendiri, dengan menjaga nama baik hubungan Hilda dan Firman, akhirnya Hilda menyetujui.“Jangan marah-marah tak jelas Hil, kamu jangan mudah percaya ucapan dari temanku, mereka hanya bergurau,” Firman berusaha meredakan emosi Hilda.“Baiklah, kalau begitu besok aku akan menemui teman kamu Mas untuk menanyakan langsung benar atau tidak ucapannya.” Jawab Hilda datar sambil memandang keluar jendela.“Tak baik jika kamu berburuk sangka terus dengan aku, biar bagaimanapun aku ini masih suami kamu Hilda, kamu waji
“Hai Hil, kenapa kamu bisa tiba-tiba datang kemari? Bukankah kamu tadi ke rumah sakit diantar oleh Firman?” tanya Alex setelah Hilda masuk ke dalam ruangannya.“Ada yang perlu aku tanyakan dengan kamu Alex, soal Firman. Benarkah dia sering kau tugaskan keluar kota untuk tugas kantor, meeting dengan para klien?” tanya Hilda.“Tidak, aku tak pernah menyuruhnya untuk pergi keluar kota.” Jawab Alex.Hilda seketika diam membisu, kini semakin banyak kebohongan Firman terungkap olehnya.“Apa ada sesuatu yang terjadi dengan hubungan kalian?” selidik Alex.Sebenarnya Alex dan Hilda sudah berteman sejak lama, bahkan kedua orang tua mereka pun sudah saling kenal, sebelum Firman mempersunting Hilda, awalnya mereka akan dijodohkan, namun Hilda menolak secara halus.Hilda kini bingung, hendak menceritakan soal rumah tangganya kepada Alex atau tidak, karena sejujurnya dia tak ingin membuka aib keluarga dia sendiri kepada orang lain, apalagi Hilda juga belum memiliki bukti yang jelas jika Firman mend
Malam ini Hilda terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit oleh Firman, karena tubuhnya terkulai lemas, bahkan suhu badannya pun cukup tinggi. Sampai dirumah sakit Hilda langsung ditangani oleh seorang dokter, dan karena Hilda benar-benar drop, dokter menyarankan agar Hilda dirawat inap. Setelah mengurus administrasi dan mendapatkan kamar inap, akhirnya Hilda pun dipindahkan ke ruangan. “Apakah selama ini Ibu Hilda tidak pernah meminum vitamin dan obat anti mualnya Pak?” tanya dokter yang menangani. “Maaf Dok, saya juga kurang tahu.” Jawab Firman. “Pak Firman, saya harap Bapak bisa lebih perhatian terhadap Ibu Hilda, apalagi usia kandungannya yang masih dalam trimester pertama terlalu rentan dengan keguguran, apalagi sepertinya Ibu Hilda benar-benar tidak dapat menerima makanan. Ini sebenarnya biasa terjadi pada usia kandungan yang masih muda, oleh sebab itu peran seorang suami sangatlah penting disaat seperti ini.” Terang sang dokter terhadap Firman sambil tersenyum “Kandungan Dok?
Alifa kini sedang ditangani oleh dokter dan perawat di UGD, Elisa menanti didepan pintu ruang UGD dengan perasaan yang cemas. Tadi sebelum tiba dirumah sakit, Alifa mengalami mimisan dan juga mengigau memanggil nama ayahnya. Elisa mencoba menghubungi Firman, untungnya kali ini Firman menerima panggilan darinya. “Ya, halo,” jawab Firman diseberang sana. “Kamu dimana Mas?! Kenapa kamu tak menjawab panggilanku?! Alifa kini masuk rumah sakit!” ujar Elisa dengan nada sedikit tinggi. “Apa??!!!” Firman yang mendengar kabar jika Alifa juga masuk rumah sakit pun tampak shock. “Cepat datang kesini Mas!” pinta Elisa kini sambil menangis. “Halo? Maaf ini siapa ya?” terdengar suara seorang wanita dari seberang sana. Sadar jika yang baru saja bicara adalah Hilda, Elisa pun memutuskan panggilannya. Kini Elisa menangis sendiri, saat ini dia hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Alifa, menunggu kabar dari dokter yang masih ada didalam. “Keluarga atas nama Ananda Alifa?” terdengar suara seorang p
Suasana haru masih terasa diruang rawat Hilda, Bu Nirmala juga masih terbaring lemas diranjang sebelah Hilda terbaring.Setelah Elisa menguak segala kebohongan dihadapan mereka, Firman mengajak Elisa untuk keluar dari ruangan Hilda.Riana masih berada didalam ruangan, sambil menanti Pak Baskoro, ayah Hilda yang sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit.“Kamu yang ngasih tahu ke wanita itu Ri?” tanya Hilda datar kepada Riana.“Ma-maksud kamu Hil?”Hilda menatap lekat ke arah Riana yang kini tampak kikuk, “kamu bukan yang memberitahu dia jika aku sedang dirumah sakit ini, dan Mas Firman juga disini?”Riana membungkam, dia tak tahu harus berkata apa, ada rasa bersalah didalam hatinya, namun Riana pikir itu bukanlah salahnya.Hening, Hilda memandang ke arah luar jendela, nampak pepohonan yang daunnya kini berguguran tertiup angin yang begitu kencang, dia merasa itulah yang dirasakan dirinya kini.Hilda hanya nampak tegar diluar saja, namun hatinya sungguhlah teramat sangat rapuh, sak
Hari ini Hilda sudah diperbolehkan pulang oleh dokter yang merawat dia selama dirumah sakit. Dengan dibantu Bu Nirmala, dia membereskan pakaian serta barang bawaannya.Pak Baskoro juga sudah tiba dirumah sakit untuk mengantar Hilda pulang ke rumah. Sejak kejadian yang membuat Bu Nirmala shock, Firman belum menampakkan dirinya kembali dihadapan Hilda dan orang tuanya.“Sudah siap Nak? Sini biar Papa saja yang bawa tas kamu ya,” ucap Pak Baskoro dengan sedikit bergetar sambil meminta tas yang dibawa oleh Hilda.“Maafkan Hilda Pa, Ma,” ucap Hilda sedikit terisak.“Sudahlah Nak, tak ada yang salah, ini sudah takdir, ini ujian sayang. Kita sebagai manusia harus ikhlas menerimanya, harus ikhlas menjalaninya.” Pak Baskoro membelai lembut kedua pipi Hilda, diusapnya air mata Hilda yang mengalir dipipi Hilda.“Hilda sudah mengecewakan Papa dan Mama. Hilda malu Pa,” tangis Hilda pun pecah, kini dia membenamkan wajahnya ke dada sang ayah.Bu Nirmala pun ikut meneteskan air mata, hatinya juga pil