Compartilhar

Pertemuan

Autor: Pena Qalbu
last update Última atualização: 2025-08-10 19:05:23

Sesampainya di rumah, Reyhan menyerahkan makanan yang dikasih Najma kepada Sandra. Sebelum bertanya, Reyhan terlebih dulu menjawab, "Itu dari Najma, Bun. Tadi dia kasihkan ke saya."

Sandra yang mendengar perkataan Reyhan hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Sang anak tidak pernah berubah, terus saja memakai bahasa formal, walau dengan orang tuanya sendiri.

"Bisa nggak, itu jangan pakai bahasa formal? Kamu bicara sama Bunda loh, ini. Bukan sama pasien atau teman kamu."

"Nggak bisa, Bun. Sudah kebiasaan, ya udah itu makanan Bunda dan Ayah saja yang makan. Saya ke kamar dulu, mau langsung istirahat."

Saat mau masuk kamar, teriakan Sandra menghentikannya. "REYHAN, BESOK JANGAN LUPA AJAK NAJMA MAIN KE SINI."

Sedangkan Reyhan lagi-lagi hanya menghela nafas panjang. Dia sendiri heran, mengapa orang tuanya bersikukuh ingin menjodohkannya. Memang Najma itu wanita baik, bahkan lulusan ponpes dan soal agama, tidak perlu diragukan lagi. Tapi tetap saja hatinya tidak mencintai Najma.

Terlihat kakak beradik sedang kejar-kejaran dalam rumah, apalagi saling melempar bantal sofa. Syifa yang melihat kedua anaknya pun seketika membola.

"Alsya, Iqbal, apa yang kalian lakukan? Lihatlah, ruang tamu jadi seperti kapal pecah karena ulah kalian."

"Maaf, Bun."

Tak lama setelahnya Alfin datang, karena mendengar keributan dari bawah. "Astaghfirullah, ini pada kenapa? Alsya, kamu itu sudah besar, seharusnya bisa mencontohkan yang baik untuk Adik kamu. Bukan malah sebaliknya." Alfin hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putrinya ini. Di usianya yang sudah dewasa, masih saja bersikap layaknya anak-anak.

"Kamu harus bisa merubah sikap kamu, Sya. Jika tidak, Ayah dan Bunda sepakat untuk jodohin kamu dengan dengan anak sahabat Ayah."

"APA? JODOHIN, YAH? yang benar saja Yah. Bun, aku nggak mau dijodohin," rengeknya, tapi sayangnya Syifa seolah-olah tidak mendengarkannya.

"Ini semua gara-gara kamu, Iqbal!" tukas Alsya, seraya berlari ke kamar.

"Kok jadi aku?" gumamnya pelan.

Di tempat yang berbeda, seorang perempuan termenung sendiri di ruang tamu. Perkataan Reyhan sore itu masih terngiang jelas dalam ingatannya. Hingga dia tersadar kala tepukan di bahunya.

"Kenapa, Nak?"

Terlihat helaan nafas berat Najma. "Aku nggak apa-apa, kok Ma."

"Jangan bohong ke Mama, Nak. Kamu masih memikirkan yang dikatakan Nak Reyhan?"

"Iya, Ma."

"Najma, dengarkan Mama. Kalau Reyhan memang jodoh kamu, sejauh apapun dia mencoba berlari, pasti akan kembali ke kamu. Jodoh nggak akan ketukar, Nak. Nanti coba Mama bicarakan ini dengan Jeng Sandra ya." Najma menjawabnya dengan anggukan kecil.

"Emang aku salah ya, Ma, mencintai seseorang?"

"Nggak sama sekali, Nak. Rasa cinta itu yang menghadirkan Allah, atas kehendak-Nya. Jadi nggak ada yang salah. Yang salah itu terlalu mencintai seorang makhluk melebihi cinta kepada-Nya. Maka dari itu, kalau kamu sudah mencintai seseorang, jangan sampai rasa cinta terlalu besar ya, Nak. Sekedarnya saja, jangan biarkan hatimu terlalu larut dalam kecintaan terhadap manusia," tutur Amel pada putrinya.

"Iya, Ma. Insyaallah aku ingat nasihat Mama." Amel tersenyum mendengar perkataan Najma, seraya mengelus lembut kepalanya.

"Dan ingat satu lagi, jangan sampai karena cinta, kamu menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkannya. Sejatinya itu bukanlah cinta, tapi obsesi. Karena saat rasa cinta itu hadir, bisa membuatmu semakin dekat dengan Allah, bukan malah sebaliknya."

"Iya, Ma."

Pagi ini rencana Alsya akan mengantar Abel ke rumah sakit untuk bertemu dokter. Sebelumnya Abel sudah bikin janji temu dengannya. Entah urusan apa, Alsya pun tidak tahu menahu soal itu. Beruntung dia hanya ada kelas sore, jadi pagi sampai siang free.

Tasya sendiri sudah pulang ke rumahnya, rumah di mana kedua orang tuanya tinggal, di daerah Bogor. Sebenarnya Alsya masih rindu dengan kakaknya itu, tapi keadaan mengharuskan Tasya pulang.

Saat ini Alsya menunggu Abel di ruang tamu ditemani berbagai makanan ringan, serta jus. Inilah yang dia suka saat berkunjung ke rumah Kevin. "Gimana Sya, kuliah kamu?" tanya Zahra yang menemani Alsya di ruang tamu.

"Baik, kok, Tan." Tak lama kemudian, Abel datang hingga mereka berdua memutuskan untuk pergi.

Beberapa saat kemudian, mereka sampai di Rumah Sakit Mahardika, rumah sakit yang terkenal di Bandung. Alsya menunggu di lobi, sedangkan Abel ke resepsionis. Tak membutuhkan waktu lama, mereka berdua berjalan menuju ke ruang dokter yang sudah membuat janji temu dengan Abel.

Tidak begitu jauh, letaknya. Hingga pada akhirnya Abel menemukan ruangan dokter yang dicarinya. "Sya, kamu tunggu di sini saja ya." Alsya hanya menganggukkan kepalanya.

Selepas Abel masuk, Alsya melirik ke sana ke mari untuk melihat sekitar. Tiba-tiba matanya berhenti tepat di ruangan dokter, di mana ada Abel di dalamnya. Terpampang jelas nama dokter di sana Dr. Reyhan Syahputra

Kenapa jantungku tiba-tiba berdetak kencang seperti ini saat membaca nama Dokter itu? Alsya menjadi bingung dengan dirinya sendiri. Hingga dia memutuskan mengalihkan pikirannya dengan membuka hp.

Entah apa yang dibicarakan Abel, karena sudah lama Alsya menunggunya tapi tidak kunjung keluar juga. Dan itu membuatnya penat karena terlalu banyak duduk.

Di sebuah ruangan, terlihat jelas dua orang sedang membicarakan sesuatu yang penting. Tak lama kemudian, ponsel salah satunya berbunyi.

"Saya angkat telepon, dulu."

"Silakan, Dok."

Beberapa saat setelahnya, Reyhan menghampiri Abel yang sedari tadi menunggu. "Maaf, Abel. Ada pasien sedang gawat, saya harus memeriksanya sekarang. Nanti saya atur lagi jadwal untuk janji temunya."

"Ah, iya Dok. Tidak apa-apa. Kalau begitu, saya pamit," tukas Abel seraya keluar dari ruangan.

Sedangkan, Alsya tidak menyadari kehadiran Abel karena terlalu fokus pada ponselnya. Tentu saja itu membuat Abel geram. "Ehem, ehem."

"Eh Kak Abel ... hehehe ... sudah selesai, kah Kak?"

Belum sempat Abel menjawab, Reyhan sudah ada di depannya sembari menyodorkan sebuah lembar kertas.

Lagi dan lagi jantung Alsya berpacu cepat, apalagi melihat dokter muda yang berada di depan Abel. Pertama, saat namanya tak sengaja dibaca, kedua saat bertatap langsung dengan wajahnya.

"Abel, ini sudah saya buatkan jadwal untuk janji temu."

Suaranya ... kenapa membuat hatiku tenang? Suaranya lembut, walau terlihat datar, batin Alsya, beberapa detik kemudian menepuk keningnya sendiri.

"Oh iya, Dok. Terima kasih."

"Oh iya, teman di samping kamu itu, namanya siapa?"

"Namanya Alsya, Dok. Dia keponakan saya."

"Cantik," gumamnya pelan lantas pergi begitu saja. Alsya, jangan ditanya lagi wajahnya sudah pasti merona karena pujian itu.

Pendengaran Alsya memang bisa dibilang tajam, dia mendengar pujian dari Reyhan untuknya. Alsya juga yakin, jika Abel tidak mendengarkan apa yang dikatakan Reyhan tadi.

Di satu sisi, Abel yang melihat Alsya senyum-senyum sendiri pun merasa aneh hingga mengerutkan keningnya. "Kenapa Sya?" Bukannya menjawab, Alsya hanya menggelengkan kepalanya dan itu membuat Abel semakin heran melihat sikap adiknya ini.

Continue a ler este livro gratuitamente
Escaneie o código para baixar o App

Último capítulo

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Kritis

    Sedari ijab beberapa jam lalu, Alsya hanya diam. Reyhan yang melihat itu hanya bisa menghela napas panjang, dia tahu, pasti ini berat bagi istrinya. "Dek, kamu capek?" hanya gelengan yang Reyhan dapat. "Kalau capek, kita istirahat saja. Jangan terlalu memaksakan diri, nanti sakit." "Aku nggak papa," jawabnya sedikit acuh, dengan pandangan lurus ke depan. Bohong jika Alsya tidak capek, kakinya sedari tadi terasa pegal, dirinya terlalu naif untuk berkata jujur pada Reyhan. Reyhan yang melihat Alsya sering mengangkat kaki segera bergantian pun berkata, "Kita istirahat sekarang!" Menurut Alsya itu seperti perintah tegas, mau tidak mau, dia menurut. Berlahan tangan Reyhan menggenggam tangan mungil Alsya, tapi ditepisnya."Aku bisa sendiri!" tukasnya seraya meninggalkan Reyhan. Reyhan hanya bisa menatap sendu sang istri. "Apa saya akan kuat menghadapi ini semua?" lirihnya mengikuti Alsya. Dalam kamar, Alsya juga masih diam saja. Dirinya tak tahu, apa yang harus dilakukan. Semuanya teras

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Menikah Lagi?

    Alhamdulillah, acara lamaran berjalan dengan lancar. Alsya tak menyangka, jika Reyhan akan menjadi suaminya, 1 minggu lagi. Walaupun dia masih bertanya-tanya kenapa bisa Reyhan yang melamarnya. "Bun, kenapa Bunda nggak bilang, jika yang mau melamarku itu Dokter Reyhan?""Kamu sudah mengenal dia, Sya?""Iya, Bun, aku sudah mengenalnya, dari dulu." Alsya seketika ingat pertama kali bertemu di rumah sakit, hingga waktu jogging di taman kala itu. "Dia itu Dokter yang menangani Kak Abel waktu aku mengantarkan dia periksa.""Abel sakit apa, Sya?"Alsya menuruti kebohongannya sendiri, dia lupa orang tuanya tidak tau jika Abel sakit. "Itu Bun, asam lambung Kak Abel kambuh, jadinya dia meminta aku mengantarkan ke Dokter Reyhan, dokter yang selalu dia datangi kalau lagi sakit, gitu." Terpaksa, harus berbohong kepada sang bunda. Entah apa yang akan terjadi jika semua keluarga tahu yang sebenarnya, tentang penyakit yang diderita Abel. "Oh gitu, Bunda kira Abel sakit apa sampai periksa ke dokter

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Khitbah

    Ketukan pintu tak membuat Alsya terbangun dari tidurnya. Dia masih tak habis pikir dengan jalan pikiran kedua orang tuanya. "Alsya, Bunda masuk, ya?""Nak, Bunda tahu kamu masih menunggu Nak Arkan, tapi kamu tau sendiri, kan belum ada tanda-tanda sampai sekarang? Apa kamu nggak kasihan nanti sama anakmu? Seandainya nanti dia tanya di mana, ayahnya, apa yang akan kamu jawab? Apa kamu akan jujur, jika ayahnya hilang dan belum ditemukan? Nggak mungkin, kan?""Alsya, Bunda dan Ayah nggak mungkin nemenin kamu sampai nanti, Ayah dan Bunda juga akan tua, anakmu juga butuh sosok ayah, Nak. Kamu juga butuh seseorang la-gi dalam hidupmu. Bunda tahu, pasti berat buat kamu, tapi apa boleh Bunda meminta 1 permintaan ke kamu? Tolong, bersedialah menikah lagi, dan pelan-pelan ikhlaskan Nak Arkan. Kalau Nak Arkan memang masih hidup, sudah dari dulu datangin kamu, kan, Sya? Tapi ini, dia masih nggak ada kabar sama sekali.""Kasihanilah anakmu, Sya. Bunda minta tolong, pikirkan lagi semuanya dengan ten

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Dipaksa Menikah Lagi

    Mengingat perkataan Dokter Silla di RS beberapa jam lalu, membuat Alsya terus saja berpikir, dia takut, takut terjadi sesuatu pada janinnya. "Sya, jangan terlalu dipikirkan, ya. Berdoa saja, semua baik-baik saja. Yang ditakutkan Dokter Silla tadi nggak terjadi.""Bagaimana mungkin aku nggak berpikir, Key.""Besok USG aja ya, aku temenin. Usia kandunganmu kan sudah 10 minggu."Alsya hanya menganggukkan kepala. ***"Bunda Alsya jangan sering kecapekan, jangan angkat-angkat berat dulu, kalau sering sakit itu bisa jadi karena kandungannya lemah. Harus dijaga sendiri, apalagi kandungan bunda masih awal, dan itu rentan keguguran. Jadi harus lebih hati-hati.""InsyaAllah saya akan hati-hati, Dok.""Bunda sudah bisa USG kalau mau, untuk memastikan keadaan janinnya. Ini ada vitamin dan asam folat yang harus bunda minum.""Terima kasih, Dok. Kalau begitu saya pamit, assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam."Seperti yang dikatakan Keysa kemarin, hari ini Alsya akan USG, dia harus tau keadaan janinny

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Suatu Kabar 2

    Hampir 2 bulan, Alsya terus mencari keberadaan Arkan, tapi masih sama. Dia mencari ke sana, ke mari, tak ada tanda-tanda. "Mas, aku rindu," lirihnya pelan sambil memandang foto Arkan. "Kenapa kamu ninggalin aku seperti ini? Kalau kamu masih hidup, tolong kembalilah, Mas Ar, hari-hariku sepi tanpamu. Apa kamu tak merindukanku?" Air mata kembali mengalir deras, dada bergemuruh hemat, dan sesak. Alsya terkejut saat ada yang mengelus ubun-ubunnya. "Sya, makan yuk, kamu dari tadi pagi belum makan, nanti sakit loh." Syifa sendiri mereka nggak tega dengan Alsya, karena setiap hari keceriaannya berangsur hilang. Alsya yang dulu terkenal ceria, sedikit jahil, sekarang jadi pendiam dan sering melamun. Syifa takut, jika Alsya terlalu larut dalam kesedihan, apalagi sampai tidak semangat seperti kala itu. "Aku belum lapar, Bun. Bunda aja duluan sama yang lain, entar aku nyusul kalau udah lapar.""Bunda bawa ke sini ya, makanannya. Nggak boleh nolak, entar Bunda temenin makan." Mau tak mau, Alsy

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Akad Sederhana

    Kabar baik untuk Sandra, Arian sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah membaik. "Kamu serius melakukan ini semua, San? Kalau keluarganya tahu, bagaimana? Apa nggak kasihan, kamu?""Sudahlah, Ra, aku capek. Iya aku serius melakukan ini semua."Aku juga salah, Ra. Tapi aku harus melakukannya, lanjutnya dalam hati.Tiara yang mendengarnya, hanya menghela nafas panjang. Sudah tak tahu lagi, menjelaskan kepada sahabatnya ini. Entah apa yang ada di pikiran Sandra, hingga dia sampai seperti sekarang. Dia bukan Sandra yang Tiara kenal, Sandra tidak seperti itu. Kali ini, Sandra benar-benar berubah."Mas, bagaimana jika kita melakukan akad lagi? Kita ulang semuanya, sederhana saja, di KUA. Siapa tahu, dengan seperti itu, Mas akan ingat lagi." Sejujurnya, Sandra takut, jika Arian memang benar mengingat semuanya. Tapi ini harus dia lalukan."Emm, boleh Dek. Apa sih yang nggak boleh buat kamu. Tapi nunggu Mas pulih dulu, ya, biar maksimal nanti waktu ijabnya." Sandra mengangguk mantap

Mais capítulos
Explore e leia bons romances gratuitamente
Acesso gratuito a um vasto número de bons romances no app GoodNovel. Baixe os livros que você gosta e leia em qualquer lugar e a qualquer hora.
Leia livros gratuitamente no app
ESCANEIE O CÓDIGO PARA LER NO APP
DMCA.com Protection Status