Share

Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?
Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?
Auteur: Pena Qalbu

Sakit tak Berdarah

Auteur: Pena Qalbu
last update Dernière mise à jour: 2025-08-10 19:04:15

Apa aku bisa menjadi seperti sosok Fatimah Az-Zahra? itulah yang ada dalam pikiran Alsya. Bahkan tidak pernah dilihat atau melihat seseorang yang bukan mahramnya. Sungguh, dia ingin meneladani sifat beliau.

Dia tahu, dosanya terlalu banyak. masih lalai menjalankan perintah-Nya. Tapi semenjak bertemu dengan seseorang, yang telah mengajarkan banyak hal selama ini, menjadikan Alsya terus termotivasi untuk memperbaiki diri.

Setiap malam, dia hanya bisa menangis dalam diam. Takut Allah marah, serta murka kepadanya karena selama ini dia masih sering mengejar cinta dunia, bahkan sempat melupakan akhirat.

Astaghfirullah, hamba macam apa, aku ini?

Seorang gadis berjalan cepat menaiki tangga gedung bertingkat sambil sesekali melirik jam yang melingkar di tangan dengan beberapa buku di genggamannya, apalagi mulutnya komat kamit tidak jelas. Karena masalah ban mobil bocor, membuatnya telat datang ke kampus. Beruntung ada malaikat berbaik hati memberi tumpangan.

BRAK

Semua orang yang berada di ruangan, seketika memegangi dada karena kaget. "ASTAGHFIRULLAH, ALSYA ...." terdengar lantang suara Vino, selaku dosen sastra Indonesia. Vino benar-benar geram, namun mencoba menahan amarah, terlihat jelas dari urat lehernya.

Mampus! batinnya menuruti kebodohannya sendiri.

Sementara, Alsya dengan tampang polosnya hanya tersenyum sambil menunjukkan cengirannya seperti tidak terjadi apa-apa ataupun merasa bersalah. Dia mengira, Vino belum masuk kelas karena biasanya datangnya juga suka terlambat. Tapi kali ini, dia salah besar.

"KELUAR DARI KELAS SAYA, SEKARANG!"

Tenggorokannya begitu tercekat, sampai-sampai mencoba menelan ludah saja begitu susah. "Ta-tapi Pak-"

"Jangan membantah, ALSYA. Cepat, keluar dari kelas saya, SE-KA-RANG!"

Dengan langkah gontai, kakinya meninggalkan gedung bertingkat. Alsya bingung harus ke mana, saat ini. Karena kelas kedua akan dimulai siang nanti. Dia juga tidak mungkin pulang, pasti kedua orang tuanya akan memarahi.

"Ah, aku ke rumah Paman Kevin aja, deh. Main sama si kembar, sambil nunggu kelas siang."

Karena mobilnya masih ada di bengkel, akhirnya Alsya naik taksi. Kebetulan jarak rumah Kevin dengan kampus tidak terlalu jauh. Beberapa menit kemudian, Alsya sampai di perumahan elit. Berlahan, kaki kecilnya masuk dalam rumah besar.

"Assalamualaikum, Paman," tukasnya seraya mencium punggung tangan Kevin yang saat itu sedang membaca koran di ruang tamu.

"Waalaikumsalam, loh Alsya? Kamu nggak ke kampus?" tanyanya dengan curiga melihat keponakan tercinta tiba-tiba ada di rumahnya. Apalagi dengan pakaian yang rapi dengan buku di tangannya.

Alsya yang mendengar pertanyaan Kevin hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe ... i-i-itu, Paman ... a-aku diusir dari kelas."

"APA? DIUSIR KAMU BILANG? KENAPA BISA DIUSIR, ALSYA?? KAMU BUAT MASALAH APA, SAMPAI-SAMPAI DIUSIR?" Kevin tidak habis pikir dengan Alsya, bisa-bisanya dia diusir dari kelas.

"A-aku nggak bikin masalah kok Paman, serius. Tadi itu mobilku bannya bocor, jadi telat datang ke kampus. Beruntung tadi ada orang baik hati yang mau menampungku. Eh, waktu udah sampai kampus malah diusir tuh sama si dosen. Huh, Paham, jangan kasih tahu Bunda dan Ayah ya? Nanti mereka marah, Paman tahu sendiri kan bagaimana marahnya Ayah. Makanya aku ke sini aja, sekalian main sama si kembar."

Kevin hanya bisa menghela nafas panjang, lantas mengangguk mengiyakan permintaan keponakannya itu. Dia kira, Alsya membuat masalah besar, ternyata karena ada sedikit masalah di mobilnya.

"Si kembar mana, Paman? Kok nggak kelihatan?"

"Arya dan Arza ke rumah neneknya."

"Yaah, nggak bisa main sama ke kembar, dong."

"Di kamar atas ada Abel dan Tasya."

Semenjak kejadian beberapa tahun silam, Kevin memutuskan untuk menikah dengan seorang Dokter. 1 tahun setelah dirinya kembali ke rumah, Kevin mengkhitbah Zahra. Mereka berdua dikaruniai 3 anak, satu perempuan cantik bernama Abel, yang kedua Arya dan Arza yang masih menginjak usia 4 tahun.

Tanpa berkata, Alsya berlari ke kamar atas untuk menemui kedua kakaknya itu. Karena sudah lama tidak bertemu. Walaupun Alsya sering main ke rumah Kevin, tapi tidak pernah bertemu dengan Abel karena Abel melanjutkan study-nya ke luar negeri. Beruntung saja, kini Abel ingin melanjutkan kuliahnya di Indonesia, saja. Sedangkan Tasya, jarang bertemu karena memang terbentang jarak yang cukup jauh.

BRAK

Lagi dan lagi, Alsya mendobrak pintu. Beruntung pintu tidak rusak karena ulahnya. "KAK ABEL ... KAK TASYA ...." Alsya berlari memeluk erat mereka berdua. Mereka bertiga saling memeluk satu sama lain, untuk melepas rindu yang tertahan.

"Kangen." Hanya itu kata yang diucapkan Alsya.

"Sudah, jangan menangis lagi. Nanti cantiknya hilang," tukas Abel seraya menghapus air mata yang masih mengalir deras di pipi Alsya.

"Tahu nih, anak. Cengeng banget," timpal Tasya sambil menghapus sisa air matanya yang keluar.

"Kalian berdua juga nangis tuh, nggak aku aja."

"Namanya juga melepas rindu, Sya."

Seorang lelaki memakai pakaian ala dokter dengan stetoskop yang masih melingkar di leher berjalan keluar rumah sakit. Terlihat tampan, apalagi kulit putih, hidung mancung, mata coklat, serta bibir merah muda, membuat siapa saja yang melihat pun terkesima.

"Sore, Dok." Begitulah sapa karyawan saat berpapasan dengannya. Dia hanya membalas dengan senyuman manis yang memperlihatkan lesung kecil di kedua pipinya.

Klik

Begitulah suara dalam mobil. Belum sempat masuk, ada yang memanggil dari arah belakang.

"Dokter Reyhan," teriaknya dari arah belakang sambil berlari kecil dengan membawa sesuatu di tangannya.

"Iya, ada apa, Najma?"

"Ini Dok, ada sesuatu untuk Dokter."

"Apa, ini?" tanya Reyhan sembari mengambil bingkisan itu.

"Makanan dari Mama, Dok. Katanya untuk calon menantu," tukas Najma malu-malu. Sedangkan Reyhan yang mendengarnya pun seketika menghela nafas panjang dan berat.

"Untuk makanannya tolong bilang ke Mama kamu, terima kasih. Tapi satu yang harus kamu tahu, Najma, saya sudah mempunyai calon. Jadi saran saya jangan berharap lagi kepada saya, Najma. Sekali lagi terima kasih, saya pamit."

Setelah mengatakan itu, Reyhan bergegas meninggalkan area rumah sakit. Tapi tidak dengan Najma, dia masih membeku di tempat, memikirkan perkataan Reyhan. Hatinya begitu sakit mendengar perkataan darinya.

Tapi satu yang harus kamu tahu, Najma, saya sudah mempunyai calon. Jadi saran saya jangan berharap lagi kepada saya, Najma

Perkataan itu seketika memenuhi pikiran Najma. Di satu sisi, Reyhan benar-benar dibuat kalut dengan ucapannya sendiri. Bagaimana tidak, dia mengucapkan sesuatu yang tidak seharusnya dia ucapkan. Sebenarnya Reyhan belum mempunyai calon, karena tidak mau memberikan harapan kepada seseorang, dia terpaksa berbohong.

Apalagi semenjak beberapa bulan silam, Reyhan tidak sengaja bertemu dengan sang ibu dari Najma. Dari situ, mama Najma suka memanggil Reyhan dengan sebutan 'calon menantu'. Itu semua membuat Reyhan kurang nyaman.

Reyhan jadi berdoa supaya dalam waktu dekat ini dipertemukan dengan seseorang. Sejujurnya dia tidak menyukai Najma. Karena tanpa diduga, sang mama Najma mengenal bunda Reyhan. Bahkan mereka berdua rencana mau menjodohkan Reyhan dengan Najma. Mengingat perkataan sang bunda yang terus menyuruh untuk menikah dengan Najma, membuatnya menjadi pening.

"Akh," desisnya sembari memukul setir mobil. "Saya harus cepat-cepat menemukan calon istri untuk diperkenalkan dengan Bunda. Supaya Bunda tidak terus menyuruh saya menikahi Najma, seorang yang tidak saya cintai."

Maka, "dengarlah wahai kaum lelaki, janganlah kamu sekali-kali menyakiti seorang perempuan, muliakanlah dia ... Karena perempuan itu bagaikan permata yang harus dijaga, bukan dibuat mengeluarkan air mata. Saat kamu ingin menyakiti wanita, ingatlah kepada ibumu. Apa kamu tega, menyakiti hati ibumu? Kalau tidak, maka jangan menyakiti seorang perempuan. Kalau dia salah, tegurlah dengan lembut, jangan sampai kamu membentak. Karena sejatinya wanita itu suka diperlakukan dengan kelembutan, bukan kekerasan"

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Kritis

    Sedari ijab beberapa jam lalu, Alsya hanya diam. Reyhan yang melihat itu hanya bisa menghela napas panjang, dia tahu, pasti ini berat bagi istrinya. "Dek, kamu capek?" hanya gelengan yang Reyhan dapat. "Kalau capek, kita istirahat saja. Jangan terlalu memaksakan diri, nanti sakit." "Aku nggak papa," jawabnya sedikit acuh, dengan pandangan lurus ke depan. Bohong jika Alsya tidak capek, kakinya sedari tadi terasa pegal, dirinya terlalu naif untuk berkata jujur pada Reyhan. Reyhan yang melihat Alsya sering mengangkat kaki segera bergantian pun berkata, "Kita istirahat sekarang!" Menurut Alsya itu seperti perintah tegas, mau tidak mau, dia menurut. Berlahan tangan Reyhan menggenggam tangan mungil Alsya, tapi ditepisnya."Aku bisa sendiri!" tukasnya seraya meninggalkan Reyhan. Reyhan hanya bisa menatap sendu sang istri. "Apa saya akan kuat menghadapi ini semua?" lirihnya mengikuti Alsya. Dalam kamar, Alsya juga masih diam saja. Dirinya tak tahu, apa yang harus dilakukan. Semuanya teras

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Menikah Lagi?

    Alhamdulillah, acara lamaran berjalan dengan lancar. Alsya tak menyangka, jika Reyhan akan menjadi suaminya, 1 minggu lagi. Walaupun dia masih bertanya-tanya kenapa bisa Reyhan yang melamarnya. "Bun, kenapa Bunda nggak bilang, jika yang mau melamarku itu Dokter Reyhan?""Kamu sudah mengenal dia, Sya?""Iya, Bun, aku sudah mengenalnya, dari dulu." Alsya seketika ingat pertama kali bertemu di rumah sakit, hingga waktu jogging di taman kala itu. "Dia itu Dokter yang menangani Kak Abel waktu aku mengantarkan dia periksa.""Abel sakit apa, Sya?"Alsya menuruti kebohongannya sendiri, dia lupa orang tuanya tidak tau jika Abel sakit. "Itu Bun, asam lambung Kak Abel kambuh, jadinya dia meminta aku mengantarkan ke Dokter Reyhan, dokter yang selalu dia datangi kalau lagi sakit, gitu." Terpaksa, harus berbohong kepada sang bunda. Entah apa yang akan terjadi jika semua keluarga tahu yang sebenarnya, tentang penyakit yang diderita Abel. "Oh gitu, Bunda kira Abel sakit apa sampai periksa ke dokter

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Khitbah

    Ketukan pintu tak membuat Alsya terbangun dari tidurnya. Dia masih tak habis pikir dengan jalan pikiran kedua orang tuanya. "Alsya, Bunda masuk, ya?""Nak, Bunda tahu kamu masih menunggu Nak Arkan, tapi kamu tau sendiri, kan belum ada tanda-tanda sampai sekarang? Apa kamu nggak kasihan nanti sama anakmu? Seandainya nanti dia tanya di mana, ayahnya, apa yang akan kamu jawab? Apa kamu akan jujur, jika ayahnya hilang dan belum ditemukan? Nggak mungkin, kan?""Alsya, Bunda dan Ayah nggak mungkin nemenin kamu sampai nanti, Ayah dan Bunda juga akan tua, anakmu juga butuh sosok ayah, Nak. Kamu juga butuh seseorang la-gi dalam hidupmu. Bunda tahu, pasti berat buat kamu, tapi apa boleh Bunda meminta 1 permintaan ke kamu? Tolong, bersedialah menikah lagi, dan pelan-pelan ikhlaskan Nak Arkan. Kalau Nak Arkan memang masih hidup, sudah dari dulu datangin kamu, kan, Sya? Tapi ini, dia masih nggak ada kabar sama sekali.""Kasihanilah anakmu, Sya. Bunda minta tolong, pikirkan lagi semuanya dengan ten

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Dipaksa Menikah Lagi

    Mengingat perkataan Dokter Silla di RS beberapa jam lalu, membuat Alsya terus saja berpikir, dia takut, takut terjadi sesuatu pada janinnya. "Sya, jangan terlalu dipikirkan, ya. Berdoa saja, semua baik-baik saja. Yang ditakutkan Dokter Silla tadi nggak terjadi.""Bagaimana mungkin aku nggak berpikir, Key.""Besok USG aja ya, aku temenin. Usia kandunganmu kan sudah 10 minggu."Alsya hanya menganggukkan kepala. ***"Bunda Alsya jangan sering kecapekan, jangan angkat-angkat berat dulu, kalau sering sakit itu bisa jadi karena kandungannya lemah. Harus dijaga sendiri, apalagi kandungan bunda masih awal, dan itu rentan keguguran. Jadi harus lebih hati-hati.""InsyaAllah saya akan hati-hati, Dok.""Bunda sudah bisa USG kalau mau, untuk memastikan keadaan janinnya. Ini ada vitamin dan asam folat yang harus bunda minum.""Terima kasih, Dok. Kalau begitu saya pamit, assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam."Seperti yang dikatakan Keysa kemarin, hari ini Alsya akan USG, dia harus tau keadaan janinny

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Suatu Kabar 2

    Hampir 2 bulan, Alsya terus mencari keberadaan Arkan, tapi masih sama. Dia mencari ke sana, ke mari, tak ada tanda-tanda. "Mas, aku rindu," lirihnya pelan sambil memandang foto Arkan. "Kenapa kamu ninggalin aku seperti ini? Kalau kamu masih hidup, tolong kembalilah, Mas Ar, hari-hariku sepi tanpamu. Apa kamu tak merindukanku?" Air mata kembali mengalir deras, dada bergemuruh hemat, dan sesak. Alsya terkejut saat ada yang mengelus ubun-ubunnya. "Sya, makan yuk, kamu dari tadi pagi belum makan, nanti sakit loh." Syifa sendiri mereka nggak tega dengan Alsya, karena setiap hari keceriaannya berangsur hilang. Alsya yang dulu terkenal ceria, sedikit jahil, sekarang jadi pendiam dan sering melamun. Syifa takut, jika Alsya terlalu larut dalam kesedihan, apalagi sampai tidak semangat seperti kala itu. "Aku belum lapar, Bun. Bunda aja duluan sama yang lain, entar aku nyusul kalau udah lapar.""Bunda bawa ke sini ya, makanannya. Nggak boleh nolak, entar Bunda temenin makan." Mau tak mau, Alsy

  • Kemanakah Aku Harus Mencarimu, Mas?    Akad Sederhana

    Kabar baik untuk Sandra, Arian sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah membaik. "Kamu serius melakukan ini semua, San? Kalau keluarganya tahu, bagaimana? Apa nggak kasihan, kamu?""Sudahlah, Ra, aku capek. Iya aku serius melakukan ini semua."Aku juga salah, Ra. Tapi aku harus melakukannya, lanjutnya dalam hati.Tiara yang mendengarnya, hanya menghela nafas panjang. Sudah tak tahu lagi, menjelaskan kepada sahabatnya ini. Entah apa yang ada di pikiran Sandra, hingga dia sampai seperti sekarang. Dia bukan Sandra yang Tiara kenal, Sandra tidak seperti itu. Kali ini, Sandra benar-benar berubah."Mas, bagaimana jika kita melakukan akad lagi? Kita ulang semuanya, sederhana saja, di KUA. Siapa tahu, dengan seperti itu, Mas akan ingat lagi." Sejujurnya, Sandra takut, jika Arian memang benar mengingat semuanya. Tapi ini harus dia lalukan."Emm, boleh Dek. Apa sih yang nggak boleh buat kamu. Tapi nunggu Mas pulih dulu, ya, biar maksimal nanti waktu ijabnya." Sandra mengangguk mantap

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status