Dia bernama Nur, gadis yang berparas sederhana itu masih sangat muda, usianya baru menginjak 19 tahun. Dia bekerja di sebuah toko buku yang jaraknya tak begitu jauh dari rumahnya. Tak seperti anak lain yang bisa berkuliah, Nur memillih untuk bekerja karena melihat kondisi ekonomi kedua orang tuanya yang tak memungkinkan. Terbilang cukup sulit jika harus membiayai kuliahnya. Belum lagi biaya sekolah kedua adik kembarnya yang masih duduk di bangku SMA. Ibu Nur tidak bekerja. Terkadang ibu Nur hanya menerima pesanan jika ada yang memesan jajanan pasar padanya. Ya, Ibunya memang pandai membuat jajanan pasar. Sedangkan bapak Nur bekerja sebagai petani.
Keuntungan hasil panen sebagai petani hanya cukup untuk biaya sekolah adik-adik dan untuk makan sehari-hari. Tak ada kemewahan, keluarga mereka sangat sederhana. Meski begitu Nur tidak pernah berkecil hati, dia sangat senang bisa bekerja di toko buku itu. Terlebih lagi, sahabatnya yang bernama Diana juga bekerja di toko buku tersebut. Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Nur dan Diana satu sekolah sewaktu duduk dibangku sd dan SMP. Jarak rumah mereka juga tak jauh, mereka adalah tetangga desa.Nur sudah mengabdikan tenaganya kurang lebih sekitar 8 bulanan, dia cukup betah dan nyaman, apalagi pekerjaannya juga tidak terlalu berat. Nur mempunyai seorang pacar, namanya Gewa. Lelaki yang berbadan tinggi kurus itu berhasil menempati hati Nur selama satu tahun lebih. Hubungan mereka bisa dikatakan awet bukan? Gewa adalah pria yang perhatian dan tulus. Sikapnya itu yang membuat Nur terpikat olehnya.
Kira-kira sudah hampir dua minggu mereka tidak bertemu, mungkin Gewa sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dia adalah karyawan disebuah restoran cepat saji.Dia memilih merantau di kota sebrang, sebab di kotanya sendiri lowongan pekerjaan hampir sulit didapat. Terkadang dia hanya pulang sebulan sekali, dalam keadaan capek hari liburnya dipergunakan untuk beristirahat di kost.Tentu saja 2 minggu tidak bertemu membuat Nur sangat merindukan kekasihnya itu. Saat Nur berberes menyiapkan diri untuk pulang kerja, bibirnya tersenyum mengembang melihat notif w* di hp nya. Ini yang dia tunggu-tunggu, pesan dari Gew*, pujaan hatinya."Dih! kenapa kamu Nur, senyum-senyum sendiri?" Diana melirik Nur yang sedang menatap intens ponsel di tangannya sambil cengengesan.Nur tersenyum girang "Gewa barusan kirim pesan, katanya besok dia pulang. Tau gak sih Di? Aku seneng banget. Udah hampir 2 minggu kami nggak ketemu. Kangen banget....""Cie..cie..yang bentar lagi ketemu nih. Enak ya Nur kalo punya pacar? cariin aku satu dong Nur!" canda Diana sambil tertawa terbahak - bahak."Yaelah Di, kamu mending minta jodohin orang tua kamu aja. Mereka pasti tahu yang terbaik buat kamu hehe... Udah ah pulang yuk!" ajak Nur. Keduanya bergegas pulang.***
Sepanjang malam Nur tidak bisa tidur, dia tak sabar menunggu hari esok, dimana dia akan segera bertemu dengan Gewa. Ibu Nur yang tampak tergesa - gesa ingin ke kamar mandi tiba - tiba saja langkah kakinya terhenti di depan kamar Nur yang masih terang. Waktu menunjukkan pukul 21.45, jam 20:30-an biasanya penghuni rumah sudah pada tidur. Karena kebisaan dan aktivitas keseharian yang melelahkan. Melihat lampu kamar Nur yang masih menyala tentu saja ibu tahu kalau Nur belum tidur, sebab ibu mengenal kebiasaan Nur yang selalu mematikan lampu kamar ketika ingin tidur. Dia tidak bisa tidur dalam keadaan lampu yang masih menyala terang.
"Nur kok belum tidur?" tanya ibu dari luar kamar sambil mengetuk pintu kamar Nur.
"Buka aja buk,nggak dikunci kok." sahut Nur sembari memindahkan tubuhnya dari rebah ke posisi duduk.
Ibu berjalan mendekati Nur "Tidur nak, kan besok Nur kerja."Nur cekikikan mendengar ibunya."Ibuk lupa ya? besok kan hari minggu Buk" jawab Nur.Ibu juga cekikikan, menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, sambil mengingat hari.
"Looh iya Nur, ibuk lupa. Berarti besok mas Danung pulang Nur."
(Danung adalah tetangga mereka yang juga merantau ke luar kota untuk bekerja. Setiap hari minggu dia libur dan pulang ke rumah).
"Mas Danung anak pak Kyai? depan rumah itu ya buk?Emangnya kalo pulang kenapa buk ?" Nur mengangkat bola matanya ke atas, bingung dengan maksud ibunya yang tiba - tiba bahas kepulangan mas Danung."Kan biasanya Bu yai suka pesen jajanan pasar di ibuk Nur. Pesan pagi, terus sorenya di ambil. Buat dibawa balik mas Danung ke perantauan. Maklum anak kost. Kan lumayan kalo ibu dapet orderan. Hehe.." terang ibu kepada putrinya."Eh, Nur! ngomong - ngomong mas Danung itu masih perjaka loh Nur, ganteng pula. Ya walaupun usianya udah kepala tiga, tapi masih kelihatan awet muda kan ya Nur?" imbuhnya.
"Hih! Ibuk nih, malah ghibahin mas Danung. Ya udah aku mau tidur dulu buk."
Ibu Nur yang keasikkan ngobrol sama dengan putrinya, sampai lupa tujuannya ke kamar mandi. Menyadari bahwa kencingnya sudah terasa sampai ujung ibu buru - buru ke kamar mandi.Kira - kira apa ya yang membuat mas Danung betah melajang? Yuk cari tau di episode - episode berikutnya!
Terik matahari menerobos melalui sela - sela kecil genteng hitam yang tatanannya sudah tidak lagi rapih.Kabut putih mengebul dari dapur. Ibu Nur terlihat sangat sibuk, sepertinya dia mendapat banyak pesanan."Nur bangun, bantuin ibuk buat jajan pesanan!" teriak ibu dari arah dapur membangunkan Nur.Hening tak ada sahutan dari Nur.Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul 09:15 tapi Nur masih lelap, merebahkan tubuhnya di dipan miliknya.Ibu melangkahkan kaki menuju kamar Putrinya."Nur ayo bangun udah siang nih, bantuin ibu nak! Anak perawan jangan malas-malas!"Nur memanyunkan bibir sambil mengerdipkan matanya yang rasanya masih lengket"Iya buk, nur udah bangun. Kenapa nggak adek-adek aja sih yang bantuin ibuk?" protes Nur."Hiisss kamu ini! Adek - adek kamu lagi bantuin bapak di ladang. Udah jangan banyak protes! Cuci muka terus ke dapur bantuin ibuk! Ibuk ada banyak pesanan hari ini. Ada pesanan
Malam semakin pekat, seorang putra dan kedua orang tua renta itu masih betah mengobrol. Sepertinya obrolan yang cukup serius, ketiganya saling memandang dan bersahut - sahutan.Pak Kyai: Jadi, gimana mas?Danung : Apanya bi?(Danung pura - pura tidak mengerti apa yang di maksud, padahal sebenarnya dia sudah tau maksud abinya karena sering kali abi menanyakan pertanyaan yang sama)Pak kyai: Umur kamu sudah 35 loh nak, sampai kapan kamu mau melajang? Apa kamu tidak ingin membina rumah tangga seperti teman-temanmu? Setiap gadis yang Abi dan Ummi pilihkan selalu kamu tolak. Kamu mau yang seperti apa Nak ?Danung : Sebenarnya ada satu wanita yang Danung suka bi.Pak Kyai: Siapa nak? coba katakan ke Abi. (Pak kyai pastinya penasaran siapa wanita yang dimaksud putranya).Danung : Danung sudah lama menaruh hati pada Nur, Danung cuma mau menikah sama Nur, bi,ummi.Ummi : Nur putrinya Pak Abdul, depan rumah?(Ummi yang sedari t
Air mata tak henti - hentinya mengucur lancar ke pipi mulus Nur. Isak tangis berusaha ia tahan agar tak satu pun orang rumah mendengar. Dunia seakan runtuh. Dia mengingat kembali saat Gewa melamarnya kemarin, tapi kata - kata bapak tadi sore tiba - tiba terbesit di kapala. Memperparah luka batinnya. Seolah tak di beri jeda untuk menikmati kabar bahagia yang baru kemarin malam di bawa oleh Gewa, mendadak direnggut paksa oleh kedua orang tuanya sendiri. Betapa kecewanya Nur karena ibu dan bapak tidak mendukung pilihannya sendiri. Ini sudah zaman modern kenapa masih ada perjodohan seperti itu ?Namun seegois apapun mereka tetaplah orang tua yang telah melahirkan dan membesarkan Nur dengan kasih sayang.Tangannya meraba-raba kasur, sedang mencari sesuatu. Gerakannya terhenti saat dia menemukan apa yang dia cari,yaitu sebuah ponsel. Dia menggeser layar ponselnya mencari nama kekasihnya. Ini belom terlalu larut, biasanya Gewa belum tidur jam segini. Dia juga belum balik ke peran
Nur yang baru saja memasuki pintu rumah teriak-teriak memanggil bapak, mencari keberadaannya. Namun yang dia temukan malah ibunya yang sedang mencuci piring di dapur."Ada apa sih Nak?baru datang kok teriak - teriak ?" tanya ibu."Bapak mana buk ?""Bapak lagi mandi, ada apa Nur?" mengulangi lagi pertanyaan ibu yang sedari tadi tidak mendapat jawaban dari Nur.Ibu bingung dengan putrinya, baru saja pulang kerja tiba - tiba emosi."Ya sudah, aku tunggu bapak aja buk" masih tidak menjawab pertanyaan ibu."Ada apa Nur ?" bapak sedari tadi mendengar Nur sedang memanggil - manggilnya, karena jarak antara dapur dan kamar mandi cuma sekitar 2 meter. Maklum saja memang rumah mereka tidak besar.Nur yang mengetahui kemunculan bapaknya langsung melemparkan pertanyaan dengan nada tinggi. "Tadi Gewa datang ke rumah terus bapak usir pak?""Oh, anak itu mengadu rupanya? hehm!" bapak tersenyum ke
Waktu begitu cepat, ayam berkokok menandakan hari kembali berganti pagi. Setelah menghabiskan menu sarapan dia buru - buru mengaktifkan motor kesayangannya melaju ke arah tempat dia bekerja. Nur terlihat tidak bersemangat hari ini.Ketika toko sepi, Diana menghampiri Nur sedang merapikan buku yang berantakan di etalase, akibat tangan ceroboh para pelanggan toko ketika sedang memilah - milah buku yang mereka cari."Nur!" panggil Diana.Hening tak ada sahutan dari sabatnya.Tangan Nur memang sedang bekerja menata buku - buku yang berjejeran itu, tapi pikirannya seperti melayang entah ke mana. Terlihat jelas bahwa dia sedang bengong, dan tampak kacau."Nuurrr!" Panggilnya sekali lagi dengan suara yang lebih keras dari pada sebelumnya."Hisss apa sih Di teriak - teriak ?" Nur menoleh ke kanan menatap Diana yang tanpa dia sadari ternyata sudah berdiri di sampingnya sedari tadi.Diana mendengus kesal."Ya habis kamu aku panggil dari ta
Tidak ada yang tahu apa yang Nur rasakan saat ini.Menangis pun sudah tidak bisa, air matanya enggan keluar dari penampungan.Diingatnya kembali momen - momen indah bersama Gewa. Ketika hanya Gewa yang merangkulnya saat ia sedih. Ketika hanya Gewa yang mengerti perasaannya.Gewa itu ibarat rumah, tempatnya berpulang, tempatnya bersandar, tempatnya untuk beristirahat, juga berkeluh kesah.Sekarang Nur sudah kehilangan rumahnya.Mimpi dan rencana - rencana yang sudah mereka susun bersama hancurlah kini.Terlepas dari lamunan, wajahnya beralih menatap pintu kamar yang lupa tidak ia tutup, beradu pandang dengan ibu yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan pintu kamarnya.Ibu mengayunkan kakinya perlahan mendekati anaknya yang sedang terbaring lemas.Mengambil posisi duduk disamping Nur, di usapnya lembut puncak kepala putrinya itu."Ibu dan Bapak berharap kamu akan bahagia dengan pernikahan ini Nur. Sungguh tidak ada orang tua
"Nggak Gew! Kamu kira pernikahan kita akan bahagia tanpa restu orang tua? tidak akan. Aku sudah janji ke bapak dan ibu untuk menuruti perintah mereka. Aku nggak mau jadi anak durhaka Gew!." Nur mengeraskan suaranya menolak ajakan mantan kekasihnya.(Apakah menurut Gewa pernikahan itu sepele sehingga dengan seenaknya dia mengajak Nur kawin lari. Menikah bukan hanya menyatukan pasangan, antara laki - laki dan perempuan saja, tapi juga menyatukan keluarga kedua belah pihak)."Kita masih bisa berteman Gew! Aku harap kamu akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dari aku. Maafkan aku. Tidak sedikitpun aku membencimu, ku harap kamu juga tidak membenciku atas keputusan yang sudah aku ambil" pungkas Nur sebelum dia menyeka air matanya lalu pergi meninggalkan pria yang duduk termenung dengan mata yang berkaca - kaca itu.***Kata umpatan bertubi - tubi nyaring terdengar dari sebuah kamar yang gelap.Beberapa botol alkohol berjejeran di lantai secara a
Melihat putrinya yang lemas membuat ibu sangat khawatir. Segera ibu memanggil bapak. Bapak pun tentu ikut khawatir, ia langsung buru - buru menelpon bidan yang bisa dipanggil untuk datang ke rumah pasien.Dalam waktu kurang lebih 45 menitan akhirnya bidan itu datang ke rumah Nur.Seiring pemeriksaan, ibu dan bapak harus menunggu di luar kamar. Membiarkan bu bidan fokus memeriksa Nur."Bagaimana ini buk? Padahal 2 hari lagi Nur akan menikah tapi malah jatuh sakit"bapak dan ibu menunggu hasil pemeriksaan dengan hati yang tidak tenang. Risau mengkhawatirkan keadaan calon pengantin itu.Tak butuh waktu lama bidan selesai memeriksa Nur.Krieeetttt!!!Bunyi pintu kamar Nur terbuka.Ibu dan bapak langsung menghampiri bidan yang baru melangkah keluar dari pintu kamar Nur."Gimana kondisi anak kami bu ?" tanya ibu Nur, dia terlihat begitu gelisah."Bapak dan ibu tidak usah khawatir, Putri bapak dan ibu tidak apa - apa.