Share

Chapter 2

Terik matahari menerobos melalui sela - sela kecil genteng hitam yang tatanannya sudah tidak lagi rapih.

Kabut putih mengebul dari dapur. Ibu Nur terlihat sangat sibuk, sepertinya dia mendapat banyak pesanan.

"Nur bangun, bantuin ibuk buat jajan pesanan!" teriak ibu dari arah dapur membangunkan Nur.Hening tak ada sahutan dari Nur.

Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul 09:15 tapi Nur masih lelap, merebahkan tubuhnya di dipan miliknya.

Ibu melangkahkan kaki menuju kamar Putrinya.

"Nur ayo bangun udah siang nih, bantuin ibu nak! Anak perawan jangan malas-malas!"

Nur memanyunkan bibir sambil mengerdipkan matanya yang rasanya masih lengket

"Iya buk, nur udah bangun. Kenapa nggak adek-adek aja sih yang bantuin ibuk?" protes Nur.

"Hiisss kamu ini! Adek - adek kamu lagi bantuin bapak di ladang. Udah jangan banyak protes! Cuci muka terus ke dapur bantuin ibuk! Ibuk ada banyak pesanan hari ini. Ada pesanan dari bu Yai, barusan bu Ais juga pesan buat tahlil nanti malem".

Nur segera mandi setelah itu membantu pekerjaan ibu nya.

****

Pekerjaan ibu akhirnya selesai, Nur tampak lelah. Dia mengistirahatkan tubuhnya di kursi kayu depan tv, sedikit bersantai sambil mengamati acara tv yang dia suka.

Bunyi beberapa ketukan terdengar dari pintu. Dia buru - buru membuka pintu, penasaran siapa yang bertamu sore-sore gini? Pria tampan berbadan setinggi kurang lebih 172-an berdiri tegak di depan pintunya. Pria itu tersenyum menatap Nur yang sedang membukakan pintu untuknya.

"Ibu kamu ada, Nur?" tanya mas danung lembut

"Mas Danung mau ambil pesanan ya? tunggu bentar ya mas ibu lagi sembayang ashar. Duduk dulu mas!" Nur mempersilahkan mas Danung duduk di kursi rotan ruang tamu, yang agak sempit itu.

Mereka berdua hanya duduk, diam tak bergeming. Canggung karena jarang sekali bertemu bahkan hampir tak pernah. Walaupun rumah mas Danung berada tepat di depan rumah Nur (terpisah jalan raya) tapi selama ini mas Danung memang merantau, dan sekalinya pulang kerumah mungkin jarang sekali keluar rumah.

Nur yang sadar mas Danung sedang curi-curi pandang ke arahnya malah membuatnya merasa tidak nyaman.

"Baru pulang ya mas?" Nur mencoba meluweskan suasana yang kaku sedari tadi.

"Iya Nur, tapi besok mas balik lagi ke perantauan...."

"Ehh mas Danung pasti mau ambil pesanan ya?"  ibu Nur yang tiba - tiba muncul memotong obrolan mereka berdua.

"Tunggu sebentar, ibu ambilin dulu ya" lanjutnya.

Mas Danung tersenyum mengiyakan.

"Ini jajannya. Kok tumben mas Danung ya ambil?biasanya kan bu Yai" Tanya bu Nur sambil menyodorkan plastik putih yang berisi jajan.

"Ummi lagi nggak enak badan buk, jadi aku yang ambil" jelasnya.

"Ya Allah mas, semoga bu Yai cepet sembuh ya mas"

"Inggih buk, aamiin. Makasih doa baiknya. kalau begitu aku pamit dulu ya buk, Nur. Nitip salam buat bapak ya". Mas danung melangkahkan kakinya meninggalkan rumah itu.

Matahari terbenam, hari berganti malam.

Malam ini bulan nampak bulat sempurna, sungguh indah. Malam yang dinanti - nanti Nur dari kemarin, bukan, lebih tepatnya dia menanti Gewanya. Rambutnya yang terikat dan polesan tipis diwajahnya membuat dia terlihat lebih manis, sampai Gewa pun enggan memalingkan pandangan dari wajah kekasihnya itu. Mereka saling melepas rindu yang sudah beberapa hari di tahan - tahan. Dialog - dialog romantis mengiringi malam yang dingin. Sampai ditengah obrolan Gewa mengatakan sesuatu yang membuat nur tersedak jus yang baru beberapa teguk ia minum.

Gadis itu menatap kekasihnya dengan ekspresi terkejut.

Gewa berkata bahwa dia akan segera melamar Nur. Seolah tak percaya bahwa pria yang saat ini duduk didepannya akan melamarnya secepat ini. Tanggal pernikahan akan ditentukan saat acara lamaran. Nur tidak pernah menyangka bahwa dia akan menikah di usia yang terbilang sangat muda. Walaupun begitu dengan senang hati pasti dia akan menerima lamaran Gewa. Dia berpikir akan hidup bahagia bersama Gewa, orang yang sangat dicintainya, pria yang begitu perhatian dan tulus. Pipinya merekah dan bibirnya mengembang, tak kuasa menyembunyikan rasa bahagia bercampur haru.

"Kamu beneran mau ngelamar aku secepatnya? Nggak lagi bercanda kan?" Nur mencoba memastikan lagi.

Gewa menangkap kedua tangan Nur yang berada di permukaan meja, mengelus lembut punggung telapak tangannya sambil tersenyum.  

"Beneran Nur, aku nggak lagi bercanda atau pun ngeprank kamu. Usia ku kan juga udah 24 tahun, sudah cukup matang untuk membina rumah tangga. Tapi apa kamu sudah siap menikah? Kalau pun belum siap aku akan menunggu sampai kamu siap Nur"

"Aku sangat siap, aku juga pengen nikah sama kamu. Sepertinya nikah muda dengan pujaan hati akan seru. Seneng banget sebentar lagi aku akan jadi mrs Gewa. Ku rasa aku adalah wanita paling bahagia malam ini Gew" Ujar Nur dengan wajah sumringah.

Gewa tak kalah senang melihat kekasihnya begitu bahagia.

"Bulan depan aku akan kerumah kamu untuk bertemu ibu dan bapak kamu" terang Gewa.

"Aaaaa !"Nur berteriak, membuat beberapa customer di cafe itu menatapnya.

Apa yang terjadi dengan Nur? dan kenapa Nur berteriak? Ikutin terus ya ceritanya!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status