Share

Bab 14

Pagi hari di awal musim semi, udara terasa sedikit dingin.

Rachel menitipkan kedua anaknya kepada neneknya. Setelah itu, dia baru berangkat ke tempat pemakaman.

Begitu dia keluar, suara Michael terdengar di belakangnya, “Ma, Mama harus hati-hati di luar.”

Anak kecil itu mengerutkan keningnya, matanya penuh dengan kekhawatiran.

Entah mengapa, ada perasaan tidak enak di hatinya.

Rachel melemparkan senyum padanya, “Nggak apa-apa, kalau sudah selesai Mama langsung pulang, kok.”

Rachel tidak memberitahu Michael kalau dia akan pergi ke tempat pemakaman.

Hal tentang kedua anak itu adalah sebuah rahasia yang Rachel kubur di lubuk hatinya yang terdalam.

Rachel tidak ingin Michael tahu kalau Michael memiliki dua kakak laki-laki yang meninggal tepat setelah mereka lahir.

Rachel menyetir mobil yang neneknya aturkan untuknya. Dia pun langsung menuju tempat pemakaman.

Tempat pemakaman itu terletak di pinggiran paling terpencil di Kota Suwanda. Rachel menyetir selama lebih dari satu jam untuk mencapai tempat tujuan. Begitu turun dari mobil, dia pun melihat Shania yang mengenakan gaun hitam panjang sedang berjalan ke arahnya.

“Kak Rachel, akhirnya kamu datang ke sini.”

Shania terlihat sangat sedih. Namun, di mata Rachel, sikapnya itu terlalu dibuat-buat.

Rachel mengerutkan bibir dan berkata dengan dingin, “Pimpin jalan.”

“Kamu datang sendirian, Kak?” tanya Shania pelan-pelan.

“Memangnya kenapa?”

Rachel balik bertanya dengan dingin.

Rachel telah meninggalkan Kota Suwanda selama empat tahun. Dia telah putus hubungan dengan semua koneksi yang dia miliki dulu.

Sekarang satu-satunya orang yang masih melindunginya adalah neneknya. Bagaimana mungkin dia membiarkan neneknya datang ke tempat seperti ini hanya untuk menghadapi kesedihan?

Shania menyembunyikan siasatnya dengan sangat baik. Dia menghela napas dan berkata, “Kak Rachel, kami selalu kira kamu sudah mati. Jadi kami juga membuat batu nisan untuk kamu, tepat di sebelah batu nisan kedua anak itu. Sejak kamu pergi, Papa menangis setiap hari. Tadi malah aku kasih tahu Papa kalau kamu masih hidup. Papa sangat senang.”

“Oh ya? Kalau dia senang, kenapa hari ini dia nggak ikut kamu datang ke sini dan bertemu denganku?”

Rachel langsung mengungkapkan kebohongan Shania belas kasihan.

Raut wajah Shania spontan membeku, tapi dia tetap bersikap seolah-olah dia dan Rachel saling menyayangi, “Tadi malam Papa terlalu semangat, tekanan darahnya tiba-tiba naik. Pagi-pagi dia sudah pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Papa juga takut nggak bisa mengendalikan perasaannya saat melihat kamu, jadi dia hari ini dia nggak datang ke sini. Kak Rachel, habis dari sini, aku bawa kamu ke rumah sakit jenguk Papa, ya.”

Rachel tidak bisa menyangkal kata-kata Shania, dia pun tidak memberi tanggapan.

Shania sama sekali tidak merasa canggung. Dia memimpin jalan sambil berbicara. Keduanya segera melewati jalan utama dan memasuki tempat pemakaman.

Shania tidak berhenti di tempat pemakaman utama. Dia berkata dengan suara pelan, “Menurut aturan Kota Suwanda, bayi di bawah usia satu bulan nggak boleh dimakamkan di sini. Setelah menghubungi banyak orang, Papa baru menemukan tanah bagus, ada di pojok sana. Ayo kita ke sana, Kak.”

Shania berjalan lebih dulu.

Rachel mengikuti dengan wajah dingin.

Namun, keduanya berjalan semakin jauh. Pojokan di sini ditutupi rumput-rumput liar, terlihat jelas kalau biasanya tidak ada yang datang ke sini.

Shania masih terus berjalan ke tempat yang lebih terlantar.

“Berhenti.” Rachel berhenti berjalan. Kedua matanya yang tajam dipenuhi dengan aura dingin, “Kamu mau bawa aku ke mana?”

Shania tetap tersenyum, “Ke kuburan dua anak itu.”

“Di sini sudah di luar area pemakaman.” Rachel tiba-tiba tertawa sinis, “Apa yang ingin kamu lakukan? Lebih baik katakan saja, aku nggak punya waktu untuk berputar-putar denganmu.”

“Aku benar-benar nggak ingin melakukan apa-apa. Mungkin sudah terlalu lama aku nggak datang ke sini, aku nggak ingat jalannya. Jangan khawatir, Kak. Kita cari pelan-pelan, pasti ketemu.” Shania diam-diam menggertakkan giginya. Kenapa si j*lang ini tidak bersikap seperti biasa?

Mata Rachel sudah dipenuhi dengan ketidaksabaran.

Rachel bukan lagi nona keluarga Hutomo seperti saat itu. Bagaimana mungkin dia bisa tidak tahu kalau Shania memiliki rencana lain?

Tujuannya ikut berputar-putar dengan Shania adalah untuk menemukan batu nisan kedua anaknya secepat mungkin.

Namun sangat jelas, Shania tidak akan membiarkan Rachel mendapatkan apa yang dia inginkan.

Kalau begitu, Rachel tidak perlu buang-buang waktu di sini.

Rachel berbalik dan pergi.

“Kak Rachel kenapa pergi?” tanya Shania panik. “Aku ingat sekarang, batu nisan kedua anak itu ada di depan sana. Nggak sampai seratus meter jauhnya.”

Namun, Rachel tidak menghentikan langkah kakinya.

Rachel dapat meminta bantuan petugas pemakaman, atau meminta keluarga Winata untuk menyelidikinya. Untuk apa repot-repot berputar-putar dengan orang yang menjijikkan seperti Shania.

Shania spontan menggertakkan gigi karena kesal.

Semua sudah diatur dengan baik, tidak boleh gagal begitu saja.

Shania menyipitkan mata, lalu melambaikan tangannya dengan dingin.

Rachel baru berjalan beberapa langkah, telinganya telah menangkap suara gemerisik. Seperti suara orang berjalan.

Dia jelas-jelas tidak melihat orang lain di sepanjang jalan. Mengapa tiba-tiba ada suara langkah kaki lebih dari sepuluh orang?

Apa mungkin semua sudah diatur Shania?

Kalau dipikir-pikir benar juga. Empat tahun yang lalu, Shania bisa membakarnya sampai mati. Lima tahun kemudian, perempuan itu tetap bisa membunuhnya dengan trik yang sama.

Kalau tidak, mengapa Shania begitu baik sampai mau membawanya ke tempat pemakaman?

Seketika, Rachel memutar badannya dan berjalan ke depan dengan cepat. Kemudian, dia mencekik leher Shania yang halus.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status