Seorang pria dengan kemeja berwarna hitam yang melekat di tubuhnya baru saja keluar dari sebuah mobil mewah, disusul oleh seorang pria muda di belakangnya yang bekerja sebagai sekretaris pribadinya. "Tuan muda, anda yakin akan datang ke acara seperti ini?" tanya sekretaris itu.
"Sure!" ucap pria berkemeja hitam menyanggupi pernyataan sekretarisnya, pria bertubuh tinggi itu memberikan jas miliknya kepada penjaga pintu masuk ruang utama saat akan memasuki ruangan.Yohan mengembuskan nafas perlahan, berusaha menenangkannya emosi atas kejadian beberapa waktu lalu. Pria itu, Yohan berjalan mendekat kearah pintu aula utama.Saat dirinya memasuki ruangan, orang-orang yang tadinya mengobrol menjadi terdiam, memandang kearahnya … penasaran. Heran lantaran melihat kehadiran Yohan Radcliffe ke pesta yang jauh dari kata istimewa ini.Jasmine, sang pemilik acara terlihat senang dengan kehadiran dari pria itu, matanya berbinar bahagia begitu melihat sosok jangkung yang kerap bersama dirinya berjalan menuju tempat ia berdiri.Segera, Jasmine memberikan mikrofon yang sedari tadi ia gunakan kepada pembawa acara untuk memanjatkan doa pengharapan. Jasmine berjalan dengan langkah tegak walau terkesan agak tergesa-gesa. Seluruh manusia yang ada diruangan ini memandang gerak-geriknya.Gadis bergaun merah muda itu merentangkan tangannya, menyambut kedatangan Yohan ke dalam pelukannya, tapi naas … bukanya pelukan yang dia dapat tapi malah dorongan dikedua sisi bahunya.Pria itu, Yohan meminta penyanitasi tangan kepada Devan, sekretarisnya. Membuat wajah Jasmine merona karena menahan malu. Sebenernya sikap Yohan sangatlah melanggar etika dasar, namun Jasmine berusaha untuk mentolerirnya."Aku tau kau datang Yohan!" serunya berbasa-basi. Senyum Jasmine merekah ceria, menutupi kecanggungan yang baru saja terjadi. "Kau adalah tunanganku, tentu saja aku harus hadir," jawab Yohan. Sikapnya seakan kejadian beberapa detik lalu tidak pernah terjadi membuat Jasmine merasa kesal, tidak bisakah Yohan merasa bersalah sedikit saja?Dehaman ringan Jasmine lakukan untuk menutupi rasa kesalnya, kemudian ia berucap,"Ba-baiklah, ayo naik ke panggung acara. Aku akan memperkenalkanmu pada para tamu," ajak Jasmine. Ia berharap Yohan tak menolaknya.Kening Yohan berkerut, sebenarnya ia ingin menolak ajakan Jasmine secara terang-terangan. Pria yang memiliki tato di kedua lengannya itu melirik ke sekitar, seluruh manusia yang berada dalam ruangan ini tengah memperhatikan gerak-geriknya. Senyum palsu terukir di wajah Yohan. "Tentu saja Nona Jasmine!" jawabnya, lalu mengulurkan tangan yang langsung diterima oleh Jasmine.Senyum Jasmine merekah saat berjalan beriringan dengan Yohan, CEO dari Radcliffe Group, seorang dari keluarga konglomerat yang berhasil masuk kedalam genggamannya.Tatapan penuh iri ia rasakan di punggungnya, Jasmine tak merasa terintimidasi sama sekali. Ia bangga karena dapat memenangkan seseorang yang selalu dipuja dikalangan wanita. Matanya dapat dengan jelas menangkap api kecemburuan yang terang-terangan para wanita tunjukan padanya. Jasmine semakin melebarkan senyumnya, mengejek para gadis yang mencemburuinya.•••Thea berjalan dengan kepala mendunduk mengikuti pelayan pria yang menunjukan jalan ke toilet di belakangnya. Ia merasa perjalanan kearah toilet terasa sangat jauh, membuat Thea sangat jenuh."Aduh!" Tanpa sadar dirinya menabrak punggung pelayan yang mengantarkannya, "Maaf!" ucap Thea sembari mengelus pucuk kepalanya yang terasa sakit akibat benturan, "Tak masalah bagi saya, tetapi apakah Anda terluka?" tanya pelayan pria itu, kemudian mundur beberapa langkah dari hadapan Thea.Mata Thea melirik ke kanan dan ke kiri, namun ia sama sekali tak mendapati toilet yang bisa nampak di matanya. Tanpa menjawab pertanyaan dari pelayanan tadi, Thea langsung mengajukan pertanyaan, "Dimana toiletnya?" Thea kebingungan.Menyadari akan kebingungan yang Thea rasakan, pelayan tadi tersenyum. "Silahkan masuk ke dalam kamar Anda, tersedia toilet di dalam sana!" ucapnya sambil membuka seluruh jarinya ke arah kanan dengan badan yang membungkuk 45°. Thea mengalihkan perhatiannya, matanya menangkap sebuah pintu kayu berwarna coklat dengan ukiran berbentuk lotus yang memiliki warna emas di setiap ujung helai kelopaknya.Thea mengerutkan kening. Ia berpikir, mengapa ia dibawa ke kamar pribadi? pelayan pria yang membawanya langsung menyadari kecurigaan dari Thea, ia kemudian menyambung kalimatnya, "Maaf Nona, ada masalah pada toilet umum, sementara para tamu dipersilahkan untuk menggunakan kamar masing-masing!" tambahnya dengan kepala yang masih menunduk."Kamar masing-masing?" Thea bertanya, firasatnya mengatakan ada hal yang tidak beres. "Benar Nona, karena acara ulang tahun Nona Jasmine akan diadakan selama 3 hari penuh di atas laut," ucap pelayan itu.Thea mengerutkan keningnya, raut wajah kesal dapat dengan jelas terlihat di permukaan wajahnya. Ia merasa kesal, bagaimana bisa Dira bahkan tak memberitahunya hal sepenting ini.Pelayan pria yang mengantarnya berdeham karena tak mendapati sahutan dari Thea sedari tadi. Thea yang baru sadar berpura-pura terbatuk untuk menghilangkan kecanggungan yang ia rasakan.Pelayan pria menunjukkan sebuah kunci dari tangan kanannya. "Jika ada yang Anda perlukan, Anda dapat menghubungi para kru pelayanan dengan telepon khusus yang telah disediakan," ujarnya sebelum pamit pergi meninggalkan Thea.Karena kesal, rasa mual yang ia alami sedari tadi bahkan menghilang, bahkan sekarang saat Thea setuju untuk menemaninya Dira malah menghilang, tak memperdulikan kehadirannya. Berusaha menenangkan pikirannya Thea memilih mandi dengan air hangat agar kekesalannya berkurang.•••"Nona Jasmine saya pamit, ada beberapa pertemuan yang harus kuhadiri besok. Nikmati malammu!" seru Yohan ketika merasa kehadirannya telah cukup hari ini. Namun, pertanyaan yang mengejutkan malah keluar dari bibir Jasmine, "Apa maksudmu? aku mengadakan acara selama 3 hari penuh. Tentu saja kau harus berada di sisiku sampai kita berlabuh, apa kau lupa bahwa kapal telah berlayar?" tanya Jasmine, satu alisnya terangkat keatas."3 hari?" tanya Yohan memastikan telinganya tak salah mendengar, "Ya, tiga hari!" jawab Jasmine enteng. Raut wajah Yohan berubah masam, nafas kasar ia hembuskan melalui mulutnya, pria itu kemudian berjalan kearah bar memesan sebuah cocktail dengan beberapa campuran yang ia sukai.Saat sedang memikirkan suatu hal tanpa disadari dari belakangnya muncul seorang wanita yang berumur kisaran seperempat abad dengan mengenakan gaun merah mudanya."Hai Yohan, apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya menyapa saat Yohan selesai meneguk minumannya. "Apa kau buta?" jawab Yohan ketus, tubuhnya mulai dipengaruhi alkohol saat ini. Raut wajah kecewa Jasmine perlihatkan, tanpa merasa malu sedikitpun Jasmine memilih duduk di dekat Yohan, tepat di depan bartender berdiri.Berusaha tidak memperdulikan kehadiran Jasmine, Yohan memesan segelas minuman lagi.Decakan kesal keluar dari bibirnya tanpa sadar, ia sangat ingin mengusir Jasmine dari tempatnya duduk ... terlebih Jasmine tidak mendapatkan izinnya terlebih dahulu.Beberapa saat kemudian datang seorang pelayan yang berasal dari meja nomor dua puluh empat, ia berbisik kepada Yohan, "Tuan Yohan, asisten Anda, Mr. Devan meminta Anda untuk segera datang ke meja beliau," ujar pelayan itu membuat Yohan memicingkan matanya."Suruh saja dia kemari!" bentak Yohan tak acuh, Jasmine yang mendengar hal itu terdiam kaget, meskipun Yohan seringkali bersikap dingin padanya, ia baru pertama kali mendengar suara Yohan yang bernada tinggi."Maaf Tuan, tetapi Mr. Devan berkata bahwa ada urusan mendesak yang harus segera diselesaikan," ucap pelayan tadi sekali lagi masih dengan nada yang sama, tak ada tanda-tanda kaget darinya.Bola mata Yohan berputar keatas, menunjukan kekesalannya. Tanpa berpamitan telebih dahulu Yohan langsung saja berjalan pergi menuju meja sekretarisnya. Meninggalkan Jasmine yang termenung sendirian.Sebuah penghinaan kembali ia rasakan, Jasmine memandang kesal kearah Yohan yang meninggalkannya tanpa pamit. Apakah Yohan berpikir bahwa ia adalah salah satu mahluk tak kasat mata? Hei, Jasmine hidup di sini. Tidak bisakah dia berpamitan sebentar?Meski keduanya telah bertunangan ini adalah perjodohan yang dipaksakan, terlalu berlebihan sebenarnya jika Jasmine meminta Yohan untuk membalas perasaannya. Tapi ia ingin setidaknya Yohan memperlakukannya dengan baik selayaknya orang yang penting.Cocktail pesanan Yohan datang, bartender yang tidak mendapati pelanggannya tadi memandang Jasmine, meminta kejelasan dimanakah pelanggannya pergi. Jasmine yang menyadari arti tatapan itu merasa mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan Yohan kembali. Jasmine membuka suara, "Berikan itu padaku, Yohan berpesan kepadaku untuk membawakan itu padanya," bohong Jasmine dengan menunjukkan raut wajah serius, bersikap seolah Yohan benar-benar memintanya membawakan minuman.Bartender yang mengetahui hubungan Yohan dan Jasmine pun memberikan minumannya tanpa rasa curiga sedikitpun. Lagipula Jasmine adalah tunangannya.Jam menuju bahwa malam semakin larut, Thea telah berpindah dari balkon menuju sebuah kamar yang ditujukan oleh Yolanda. Sedangkan Yohan kini telah pergi entah kemana. Thea bersiap merebahkan tubuhnya setelah membersihkan tubuhnya tadi.Dalam gelap gadis itu masih terbangun, ia mengedipkan matanya beberapa kali ... berharap agar kantuk datang menghampiri. Tangan Thea terjulur ke atas perutnya, sekarang perutnya mulai membuncit. Gadis itu bersenandung dalam gelap, berharap hal itu dapat membuatnya mengantuk. Namun, nihil ... ia malah menginginkan Yohan berada di sisinya saat ini."Berhenti memikirkan papamu, mama mengantuk!" serunya, ia berbicara dengan bayinya sendiri. Thea terdiam, ia merasa bahwa apa yang baru saja ia lakukan adalah suatu hal yang aneh."Ayo tidur," ajaknya pada bayinya. Thea mulai menata bantal untuk membuat bagian kepalanya lebih tinggi. Gadis itu mulai memejamkan mata.Saat matanya benar-benar telah mengantuk ia merasa melihat
Canggung. Sebuah kata yang mampu menjelaskan kondisi Thea saat ini. Gadis itu kini tengah duduk di samping Yohan, mereka berhadapan dengan Yolanda yang menatap kedua sejoli itu dengan tatapan menelisik.Di ruangan ini hanya ada mereka bertiga, para pekerja yang biasanya selalu berada di sekitar Yolanda sudah pergi sedari tadi atas perintah dari Nyonya rumah tersebut."Sekarang bisa kamu jelaskan?" Rupanya Yolanda sudah tak sabar untuk menunggu penjelasan dari Yohan. Yohan mengangkat dagunya, ia menarik napas panjang agar memudahkannya menyelesaikan penjelasannya dalam sekali hentakan napas."Perkenalkan Mom, ini Thea. Aku akan menikah dengannya. Ada beberapa kejadian yang menimpa kami, dan aku memutuskan untuk memilih untuk menikahinya. Aku mohon Mom, tolong jangan menentang pilihanku yang ini," ujarnya dengan wajah datar seakan ini bukanlah hal yang terlalu sulit baginya. Wajah Yolanda tampak syok berat."Menikah?" tanyanya seakan memastikan. Yoh
Yohan, nama seorang pria aneh dengan segala misterinya. Thea bahkan sampai sekarang masih tak mengerti apa yang sebenarnya ada di dalam kepala pria itu, dia selalu melakukan segala hal dengan spontanitas ... Thea benar-benar tak bisa menebak langkah apa yang akan dipilih selanjutnya oleh pria itu, seperti saat ini."Kau ... Tinggal di sini, urus seluruh hal yang berkaitan dengan pernikahanku. Tak perlu mewah, cukup dengan pernikahan sederhana dengan mengucap janji di altar," ucap Yohan setelah memerintahkan pada Devan dan notarisnya untuk keluar dari mobil.Saat ini mereka sedang berada di parkiran, tepatnya mereka berdiri tepat di depan mobil milik Yohan."Anda meninggalkan saya, di sini?" tanya Devan memastikan. Yohan mengangguk mantap, lain dengan Devan yang berwajah senang ... notarisnya tak bisa mengendalikan raut wajahnya, mulutnya terbuka kaget tak terima."Apa? Kau tak terima?" tanya Yohan, sungguh mulutnya tak bisa dikontrol. Notarisnya menggeleng, deng
Yohan menghubungi Devan, pria itu meminta flat shoes/sandal wanita untuk dibawakan ke ruangannya. Pria itu berbicara cukup lama, entah apa lagi yang dia minta pada asistennya itu. Setelah beberapa saat ia bicara Yohan baru mematikan ponselnya, pria itu kembali memijat tumit kaki Thea.Pintu diketuk beberapa kali sebelum terbuka, wanita tadi kembali dengan membawa beberapa katalog di tangannya. Awalnya wanita itu terdiam kaget karena melihat atasannya memegang kaki seorang gadis yang tak di kenalnya, tapi ia berusaha untuk profesional dengan tidak memperdulikan hal itu."Permisi, Tuan. Ini beberapa koleksi pakaian pengantin yang toko ini miliki!" ujarnya, ia memberikan buku yang berisikan koleksi foto-foto baju pengantin kepada Thea dan Yohan. Yohan mengangguk, kemudian ia memberikan isyarat untuk wanita itu keluar."Ada yang kau sukai?" tanya Yohan setelah wanita itu benar-benar hilang dari pintu. Thea menengok ke arah Yohan."Sebenarnya apa hal i
Suasana di dalam mobil kembali hening setelah notaris tadi membacakan ulang beberapa poin yang mereka janjikan kemarin, Yohan memberikan beberapa poin tambahan pada perjanjian itu, diantaranya adalah:1. Pihak A (Yohan Radcliffe) bertanggung jawab penuh untuk menafkahi pihak B (Thea) selama masa perjanjian berlangsung.2. Pihak B wajib menerima seluruh hal yang diberikan oleh pihak A selama masa perjanjian berlangsung.3. Setelah masa kontrak berakhir ke dua belah pihak akan tetap berhubungan dengan baik.Thea membaca pembaharuan perjanjian itu dengan tenang, dahinya mengernyit kala mendapati poin ke dua. Gadis itu menatap lekat wajah pria yang tengah mengemudi di sampingnya.Yohan yang sadar bahwa dirinya tengah diperhatikan itu menengok, "Apa?" tanyanya santai. Tangan pria itu bergerak menyetel musik dalam mobilnya, ia memilih menyetel lagu milik mendiang Avicii—the nights."Apa maksudmu aku harus menerima seluruh barang yang kau berikan
Thea telah siap dengan pakaiannya beberapa saat lalu, gadis itu mengenakan gaun putih yang memiliki panjang hingga lutut. Rambutnya diikat mengenakan pita agar terkesan rapi."Kenapa, jelek ya?" tanya Thea saat melihat Yohan menelisik penampilannya."Jangan, gini aja. Cantik!" seruan Yohan membuat kecanggungan yang luar biasa di antara mereka berdua. Thea memilih untuk berpura-pura tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Yohan, gadis itu terus membereskan pakaiannya yang berada di dalam koper."Um, ayo pergi!" ajak Yohan. Thea mengerutkan dahinya bingung."Kemana?" tanya gadis itu tanpa beralih dari pekerjanya. Yohan berjalan masuk ke dalam kamar, ia mendudukkan tubuhnya pada ranjang sembari memperhatikan kegiatan yang tengah Thea lakukan."Rumah keluargaku," jawab Yohan mantap. Thea lantas menghentikan kegiatannya, ia menatap Yohan dengan wajah penuh tanda tanya."Kenapa?" Pertanyaan itu akhirnya terlontar juga dari bibir manis