Share

Biaya Rumah Sakit

Dalfon mondar-mandir di hadapan sebuah ruangan yang di dalamnya sedang ada Jingga yang sedang diperiksa oleh dokter.

Dengan perasaan khawatir, ia berkali-kali mencoba untuk menenangkan pikiran dan hatinya. Supaya tidak terlalu khawatir dengan kondisi Jingga. 

Tetapi apa pun yang telah ia lakukan, tidak bisa membuat dirinya tenang. Semakin lama, ia semakin ingin mendobrak pintu ruangan tersebut lalu melihat keadaan Jingga dengan matanya sendiri. Tetapi ia tidak bisa melakukan hal tersebut. Bukan karena takut ditangkap oleh penjaga keamanan. Tetapi takut mengganggu dokter yang sedang memeriksa keadaan Jingga di dalam.

Pandangan Dalfon langsung beralih menatap pintu, saat ia mendengar suara gagang pintu yang bergerak-gerak. Dan firasatnya benar. 

Saat pintu tersebut sudah terbuka. Terlihatlah dokter menggunakan sebuah masker medis berdiri ambang pintu. Dan tanpa pikir panjang lagi, Dalfon langsung menghampiri dokter tersebut. Menanyakan tentang keadaan Jingga saat ini.

"Adik kamu terkena demam berdarah. Tetapi tenang saja, dia sudah mendapatkan perawatan yang intensif. Untung saja kamu bawa dia secepatnya, kalau seandainya telat, saya tidak tau lagi apa yang akan terjadi padanya," ucap dokter tersebut sambil menepuk pundak Dalfon.

"Apa boleh saya menjenguknya sekarang?" tanya Dalfon.

"Boleh saja. Tapi sebelum itu kamu lebih baik urus administrasinya dulu. Supaya perawatan adik kamu bisa berjalan lancar."

"Kira-kira, berapa biaya administrasinya?" sahut Adit yang baru saja sampai bersama Ansel.

Dalfon tersenyum kecil melihat kedatangan kedua sahabatnya tersebut. Memang awalnya ia meminta bantuan kedua sahabatnya tersebut untuk membantunya membopong tubuh Jingga. Tetapi karena kedua sahabatnya tersebut lama, ia memilih untuk melakukannya sendiri.

"Tidak tau, supaya lebih jelas, lebih baik langsung ke bagian administrasi saja," jawab dokter tersebut.

"Kalian tunggu saja di sini. Biar aku mengurus administrasi dulu," ucap Dalfon sambil menatap kedua sahabatnya. 

"Emang kamu punya uang, Nyet? Kalau kamu tidak punya, kamu bisa pakai uangku dulu," tanya Ansel.

"Aku juga punya uang. Kamu bisa pakai uangku terlebih dahulu," ucap Adit.

"Tenang, aku mana tidak pernah punya uang," balas Dalfon lalu melenggang pergi.

Adit dan Ansel saling menatap satu sama lain. Tentu saja mereka tau bahwa Dalfon baru saja berbohong. Tetapi entah kenapa, mereka tidak bisa menghentikan kebohongan Dalfon. 

Mereka sebenarnya tau kalau sahabat mereka sebenarnya tidak mempunyai uang sepeser pun untuk membayar biaya perawatan adiknya. Tetapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Karena memang Dalfon sangat sensitif dengan uang. Kalau mereka menawarkan bantuan lagi, mereka takut Dalfon akan tersinggung dan akhirnya akan terjadi sebuah kericuhan. 

Mereka ingin membantu. Karena mereka berdua tau bahwa biaya rumah sakit tempat mereka berdiri sekarang sangatlah mahal. Rumah Sakit Fedora. Rumah sakit swasta terbesar dan termahal yang ada di kota mereka. 

Sebenarnya mereka kaget saat tau bahwa Dalfon membawa Jingga ke rumah sakit tersebut. Tetapi mau bagaimana lagi, karena memang Dalfon mau yang terbaik untuk Jingga. Dan menurut sahabatnya itu, rumah sakit inilah yang terbaik untuk merawat Jingga.

Tetapi masalahnya, biaya rumah sakit ini sangatlah mahal. Dan sangat mustahil untuk Dalfon melunasinya sendirian. Apalagi kalau memang Jingga harus dirawat, yang berarti biayanya akan bertambah lagi. 

"Bagaimana? Mau bantu apa tidak?" tanya Ansel dengan ragu.

"Lebih baik kita tunggu dulu sebentar lagi. Kalau memang Dalfon tidak sanggup, baru kita yang turun tangan," jawab Adit.

"Sepertinya sih tidak akan sanggup. Tapi kalau pun kita bantu, emang bisa menutupi seluruh biaya?'

"Emang perlu galang dana?"

"Janganlah, Bego! Nanti malah si Dalfon ngamuk. Kita berdua saja yang bantu dia diam-diam."

"Tapi emang kita berdua cukup?"

"Mau cukup atau tidak, yang penting kita sudah bantu sebisa kita."

Adit sebenarnya mempunyai tabungan yang cukup banyak. Tetapi tabungan itu rencananya ia gunakan untuk pernikahannya nanti bersama Lucia. Pernikahannya memanglah penting. Tetapi bagi Adit sekarang, biaya rumah sakit adik sahabatnya lebih penting. Jadi ia rela mengorbankan semua tabungannya, bukan demi Jingga, melainkan demi Dalfon.

Ansel masih memiliki beberapa uang tabungan dan beberapa barang bekas yang masih laku untuk dijual. Jadi kalau pun uang tabungannya belum cukup untuk menutupi biaya rumah sakit Jingga, maka ia berencana untuk menjual beberapa barang bekasnya. Memang tidak seberapa. Tetapi setidaknya ia sudah berencana untuk membantu menutupi biaya rumah sakit Jingga. 

Sedangkan di satu sisi lain. Dalfon sudah sampai di bagian administrasi. Matanya membulat sempurna saat mendengar biaya yang harus ia bayarkan untuk perawatan adiknya. Tentu saja ia tidak mempunyai uang sebanyak itu. Tetapi mau bagaimana pun, ia harus mendapatkan uang tersebut. Supaya adiknya bisa dirawat dengan baik di rumah sakit.

"Bisa dicicil tidak, Mbak?" tanya Dalfon walau sudah tau jawaban pastinya.

"Tidak bisa, Mas. Mas punya waktu sekitar satu minggu untuk menyelesaikan administrasi ini. Jadi lebih baik Mas mulai mengumpulkan uang mulai sekarang," jawab perempuan yang ada di hadapan Dalfon.

"Terima kasih, Mbak."

Dalfon langsung melenggang pergi dari bagian administrasi. Ia berjalan keluar dari rumah sakit tersebut untuk mencari udara segar sambil memikirkan cara supaya ia bisa mendapatkan uang sebegitu banyaknya dalam waktu satu minggu. 

Ia memang bisa bekerja di pasar. Tetapi gajinya tidak akan cukup untuk membayar seluruh biaya rumah sakit adiknya. Jadi bingung harus berbuat apa.

"Apa Anda sedang butuh pekerjaan?" tanya seseorang dari arah belakangnya.

Sontak Dalfon langsung melihat ke arah belakang. Ia melihat jelas ada seseorang laki-laki menggunakan setelan jas berwarna hitam sedang berdiri tegak di belakangnya. 

Dalfon merasa familiar dengan wajah laki-laki tersebut. Jadi ia mencoba untuk mengingat-ingat lagi tentang siapa laki-laki tersebut. 

Dan tidak lama, ia berhasil mengingatnya. Laki-laki itu adalah pengawal Alice. Keenan.

"Ya, saya lagi butuh perkejaan," jawab Dalfon.

"Kalau begitu, ikuti saya. Kita bicarakan ini di cafe yang ada di depan rumah sakit," ucap Keenan diakhiri dengan sebuah senyuman.

Keenan pun langsung melangkah kakinya terlebih dahulu. Dan tidak lama, diikuti Dalfon yang berjalan di belakangnya.

Dalfon sebenarnya enggan meminta bantuan dari Alice. Tetapi kalau memang ini adalah satu-satunya jalan untuk bisa membayar biaya rumah sakit adiknya, maka ia akan melakukannya. 

Keenan memesan dua buah kopi untuk dirinya dan Dalfon. Setelah memesan kopi, ia dan Dalfon duduk di tempat duduk yang sedikit jauh dari keramaian, memang karena pembicaraan mereka ini sedikit sensitif dan tidak boleh ada orang lain yang tau.

"Ada dua pekerjaan. Terserah kamu mau milih yang mana. Yang pasti kamu tidak akan mendapatkan gaji apa pun. Karena gaji kamu akan langsung digunakan untuk membayar biaya administrasi perawatan adik kamu sampai dia diperbolehkan untuk keluar rumah sakit. Setelah tau hal itu, apa kamu masih mau berkerja untuk nona Alice?" cetus Keenan diakhiri dengan sebuah pertanyaan.

"Saya bersedia. Tapi apa pekerjaannya?" jawab Dalfon diakhiri dengan sebuah pertanyaan.

"Pekerjaan pertama menyingkirkan seseorang. Dan pekerjaan kedua adalah menangkap seseorang. Kamu pilih yang mana?"

"Saya memilih pekerjaan yang kedua."

"Pilihan yang bagus."

Keenan menaruh selembar kertas di atas meja. Kertas tersebut berisi tentang informasi-informasi orang yang harus ditangkap oleh Dalfon. 

"Namanya Idriss. Kesalahannya adalah membongkar sedikit rahasia keluarga Gracia ke publik. Terserah kamu mau menangkap dengan cara apa. Tapi pastikan kamu membawa dia ke kediaman nona Alice dalam keadaan masih hidup," ucap Keenan.

"Seharusnya keluarga Gracia tidak kekurangan orang untuk menangkap sebuah tikus seperti dia. Tetapi kenapa kalian malah melemparkan kerjaan ini ke saya?" tanya Dalfon dengan perasaan curiga.

"Kami tidak punya waktu untuk menangkap tikus kecil seperti dia. Karena kami sekarang sedang fokus menjinakkan singa yang akan menjadi senjata utama kami di masa depan."

"Singa adalah raja hutan. Kalau kalian bawa dia pergi dari hutannya, dia cuma akan jadi kucing biasa. Usaha kalian akan sia-sia."

"Walau sudah jadi kucing, singa tetaplah singa. Insting berburunya tidak bisa diragukan. Dan mau bagaimana pun, raja tetaplah raja. Tidak ada sejarah raja ada di posisi paling bawah. Dengan begitu keluarga Gracia akan tetap berada di posisi puncak."

"Kalau begitu, Anda harusnya menjinakkan seekor elang bukan singa. Memang singa adalah raja hutan. Tapi elang adalah raja langit. Dan posisinya lebih tinggi dibandingkan singa. Jadi kalau memang kalian mengincar posisi atas, elang adalah pilihan yang tepat. Karena elang mempunyai kemampuan untuk berada di atas dalam waktu yang cukup lama."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status