Share

Bab 4

Author: Hana Pangestu
Nikki mengangkat kepala, memandang ke arah ruang rawat. Melihat tak ada anggota keluarga perempuan di dalam, dia tahu tak sepatutnya masuk. Jadi, dia hanya mengepalkan bibirnya dan menunggu dengan tenang di luar.

Tiba-tiba, terdengar suara sepatu hak tinggi yang tergesa-gesa dari belakang. Sekilas pandang saja, Nikki langsung tahu siapa yang datang. Mengingat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan Shireen semalam, Nikki tak menyapanya.

Tentu saja, wanita itu juga berpura-pura tak melihat dirinya.

"Ibu, gimana kondisi Kakek? Aku baru saja dapat kabar dan langsung bergegas dari studio," ucap Shireen dengan cemas sambil berdiri di sisi Indah.

Indah menatap putri angkatnya sambil tersenyum ramah dan menghibur, "Kondisi Kakek untuk sementara sudah stabil, tapi keadaannya memang nggak baik. Dokter sedang berdiskusi dengan ayahmu dan yang lainnya tentang rencana pengobatan."

Shireen tampil anggun dalam pakaian yang dibuat secara khusus untuknya. Riasannya sempurna, rambut tertata rapi. Seluruh sosoknya memancarkan aura wanita sosialita kalangan atas.

Para anggota Keluarga Nafiz yang melihatnya pun mengangguk untuk menyapa. Shireen membalas dengan senyuman tipis.

Begitu Indah selesai berbicara, ekspresi Shireen semakin khawatir. "Aku mau lihat Kakek."

"Eh ...." Indah berusaha menahan, tetapi terlambat. Shireen sudah membuka pintu dan masuk ke ruang rawat.

Di atas ranjang, Iskak yang telah lama sakit terlihat semakin kurus dan lemah. Begitu melihat ada wanita yang masuk, dia mengira itu Nikki dan langsung menoleh. Namun, yang datang adalah Shireen.

"Kakek, gimana keadaanmu? Sudah merasa lebih baik belum?" Shireen menggenggam tangan Iskak. Air mata langsung mengalir, suaranya tercekat.

Ralph ikut memandang ke arah wanita itu. Saat tatapan mereka bertemu, ada makna terselubung di dalamnya.

Iskak mengangguk dan menyahut dengan suara lemah, "Aku nggak apa-apa. Kalian jangan khawatir."

Ralph melihat Shireen menangis, jadi mengambil tisu dari nakas dan menyerahkannya. Shireen menerimanya. "Terima kasih, Kak Ralph."

Iskak melirik cucu kesayangannya dan mengangkat tangannya. "Ralph ...."

"Kakek, aku di sini," sahut Ralph segera. Dia menunduk dan menggenggam tangan tua yang lemah itu.

"Nikki ... sudah datang?"

Ekspresi Shireen seketika berubah. Dia menggigit bibirnya. Ternyata Iskak masih memikirkan si buruk rupa itu.

"Sudah datang, dia di luar," jawab Ralph.

"Panggil dia masuk, ada yang ingin kubicarakan ...."

"Baik."

Ralph meletakkan tangan kakeknya kembali ke selimut, lalu berbalik dan keluar.

Melihat putranya keluar, Indah pun terkejut. "Ralph, kenapa kamu ...."

Sebelum kalimatnya, dia melihat Ralph menatap Nikki sambil mengangguk ringan. "Masuk, Kakek mencarimu."

Nikki terpaku dan menunjuk dirinya sendiri. "Aku?"

Wajah Ralph langsung menjadi suram, seolah-olah sebal dengan kebodohan Nikki. Melihat wajah suaminya yang serius, Nikki yakin dia tak salah dengar dan buru-buru melangkah maju.

Ralph tiba-tiba menggenggam tangannya, membuat Nikki tersentak. Namun, sebelum dia sempat memahami tindakan itu, mereka sudah tiba di sisi ranjang.

"Kakek, Nikki sudah datang."

Melihat cucu menantunya, wajah Iskak melembut dan tersenyum tipis. "Nak, kamu pasti capek ya. Mengurus dua anak, tidur pun nggak nyenyak .... Lihat, kamu makin kurus."

Mendengar itu, Nikki langsung teringat mendiang kakeknya sendiri yang meninggal dalam kondisi serupa. Air mata pun mengalir sebelum sempat berkata apa-apa.

Shireen yang berdiri di sisi lain ranjang merasa risih melihat Nikki menangis tanpa berbicara sedikit pun. Dia mengernyit sambil menegur, "Kakek bicara sama kamu, kamu malah nangis. Kakek 'kan masih sehat-sehat."

Nikki tak menanggapi, bahkan tak melirik ke arahnya. Dia segera menyeka air matanya dan tersenyum. "Kakek, aku nggak capek. Di rumah ada pengasuh dan pembantu. Anak-anakku juga nggak rewel. Kerjaan mereka cuma makan, tidur, dan main. Aku sama sekali nggak capek ...."

Iskak tertawa. "Anak bodoh, mana ada ibu yang nggak capek."

Setelah itu, tatapannya beralih pada Ralph. Nada suaranya berubah tegas. "Ralph, kamu adalah suami, juga ayah. Tanggung jawabmu besar. Kalau kamu lalai, itu artinya kamu mengecewakan leluhur keluarga kita."

Ralph tetap dengan ekspresi datarnya, tetapi sikapnya sopan. "Kakek, aku ingat semua pesanmu."

Mendengar itu, dia menggerakkan tangannya yang menyentuh tangan Nikki. Nikki langsung paham maksudnya dan berujar, "Kakek, tenang saja. Ralph sangat baik padaku, anak-anak juga sehat dan bahagia. Jangan khawatir."

"Bagus, bagus ...." Iskak mengangguk puas, lalu memalingkan wajah ke sisi lain. "Shireen ...."

Shireen tak menyangka Iskak masih memperhatikannya. Dia segera tersenyum dan menggenggam tangan Iskak. "Kakek."

Iskak berkata pelan, "Sudah waktunya kamu dan Irfan punya anak. Seorang pria hanya akan benar-benar dewasa dan bertanggung jawab setelah menjadi ayah. Rumah tangga kalian akan lebih stabil."

Begitu kalimat itu dilontarkan, wajah Shireen dan Ralph langsung berubah suram. Pesan itu jelas-jelas ditujukan sebagai peringatan tersirat untuk mereka berdua.

Mereka diminta untuk menjaga batas masing-masing. Sebagai orang yang sudah berkeluarga, jangan lagi terlibat secara emosional.

Wajah Shireen memerah karena malu, tetapi dia tetap berpura-pura bodoh dan menimpali sambil tersenyum, "Kakek, jangan khawatir. Kami memang sudah merencanakannya. Nanti Kakek kasih nama buat anak kami ya."

"Boleh, boleh ...." Iskak mengangguk puas, lalu mengangkat tangannya. "Kalian lanjutkan urusan masing-masing saja, nggak perlu berjaga di sini .... Aku ngantuk, mau tidur sebentar ...."

Begitu Iskak menutup mata, semua orang mulai keluar satu per satu.

Bastian, ayah Ralph, melihat kerumunan di koridor dan berkata, "Sudah, semuanya bubar dulu. Kondisi Ayah untuk sementara stabil."

Ralph menerima panggilan telepon dari perusahaan. Setelah mematikan telepon, dia menoleh ke arah Nikki. "Kita pulang."

Dia lantas berjalan ke arah Shireen dan berpesan di hadapan istrinya, "Kamu juga lanjutkan aktivitasmu. Jangan ganggu Irfan, dia nggak perlu sampai pulang buat jenguk Kakek."

Shireen mengangguk. "Oke, aku akan telepon dia sekarang."

Selesai berbicara, Ralph tidak menoleh ke arah Nikki, langsung melangkah pergi dengan kaki jenjangnya.

Nikki pun segera menyusul. Saat melewati Shireen, awalnya dia tak berniat menoleh, tetapi Shireen lebih dulu berbicara, "Tentang semalam, jangan salah paham. Itu cuma jamuan bisnis, banyak orang yang hadir."

Nikki tertawa sinis dalam hati. Dia heran, bagaimana Ralph bisa tertarik pada wanita murahan dan licik seperti ini. Benar-benar selera yang buruk.

Dia menjawab dengan nada datar, "Aku nggak salah paham. Bukankah sudah jelas dia suka kamu? Hanya kamu yang layak jadi Nyonya Keluarga Nafiz di matanya."

Wajah Shireen yang semula angkuh berubah sedih. Kemudian, dia berkata, "Takdir memang kejam. Aku hanya menganggapnya kakak. Dari dulu, yang aku cintai hanya Irfan."

"Kalau begitu, bilang langsung ke dia. Lihat betapa nelangsanya dia sekarang, kasihan sekali ya?"

Respons kejam Nikki membuat Shireen tak bisa menyembunyikan kekesalan. Dengan suara ditekan, dia membalas, "Sekarang kalian sudah menikah. Kamu seharusnya memperlakukannya dengan baik, bukan malah berharap dia terus terluka."

Nikki mendongak menatapnya. "Sudah cukup ceramahnya, Nyonya Keluarga Tanadi?"

"Kamu ...." Shireen sampai mengepalkan tangan karena marah. Kemudian, dia mencela, "Sebagai Nyonya Keluarga Nafiz, kamu harus jaga penampilan. Lusuh dan tak terawat, gimana Ralph bisa suka kamu? Lihat saja, melirikmu pun dia malas!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 202

    Setelah seharian sibuk bekerja, menjelang pulang, Nikki menerima panggilan telepon dari Kennedy."Gimana kabarmu beberapa hari ini?" Suara Kennedy terdengar lembut seperti biasa dan penuh senyum saat berbicara.Nikki teringat kejadian memalukan waktu dia pulang ke kampung. Perlakuan berlebihan Ralph membuatnya merasa malu dan canggung. Bahkan saat ini dia masih agak sulit membicarakannya. "Ya ... lumayan. Setiap hari kerja, cukup padat.""Baguslah. Aku sempat khawatir Ralph akan mempersulitmu.""Nggak ... dia juga sibuk."Sebenarnya Kennedy menelepon untuk menanyakan apakah Nikki sudah serius mempertimbangkan soal perceraian. Namun kalau langsung menanyakan begitu saja terasa tidak sopan, jadi dia hanya mengutarakan hal-hal seputarnya.Namun, Nikki bisa merasakan ada maksud lain di balik kata-katanya. Dia pun memilih untuk jujur, "Kak Kennedy, kalau ada yang mau disampaikan langsung saja."Kennedy terkekeh kecil dan memujinya, "Pintar sekali. Bahkan lewat telepon pun kamu bisa merasaka

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 201

    Dari sudut pandang seorang ayah, Gaston tentu ikut sakit hati melihat kondisi putrinya. Namun, pikirannya tetap lebih tenang dan rasional.Di antara tiga keluarga ini ada hubungan kerja sama dan kepentingan bisnis. Masalah rumah tangga sekalipun, tidak bisa sampai membuat hubungan antar keluarga hancur. Kalau sampai pecah, kelak bagaimana mereka bisa tetap bekerja sama di dunia bisnis?Apalagi, Gaston juga tahu tabiat putrinya sendiri. Shireen selalu bimbang antara dua pria, sehingga membuat hubungannya berantakan. Kalau bukan karena itu, tidak mungkin muncul masalah besar seperti hari ini.Maka baginya, yang terpenting sekarang adalah meredakan keadaan. Jangan memperbesar masalah. Semakin ramai, semakin merugikan semua pihak.Namun, istrinya jelas tidak bisa menerima sikap tenang itu. Begitu mendengar kata-kata Gaston, dia langsung menoleh dengan amarah."Ngomong memang mudah! Rasa sakitnya bukan kamu yang tanggung. Kamu tahu nggak, keguguran bisa menghancurkan tubuh seorang wanita se

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 200

    Irfan masih cukup tenang. Dengan suara rendah dia berkata, "Sudahlah, semua ini sudah ditentukan takdir. Apa pun yang kita bicarakan sekarang tetap nggak ada gunanya."Sebenarnya, Irfan barusan juga mendengar percakapan ibu mertuanya dengan Indah, jadi dia kira-kira sudah tahu apa yang terjadi semalam.Shireen sedang hamil, seharusnya dia yang paling berhati-hati menjaga dirinya sendiri. Namun, dia malah bertengkar dengan Ralph di dalam mobil hingga terjadi insiden. Ralph mungkin memang punya tanggung jawab, tapi kesalahan Shireen sendiri jauh lebih besar.Sudah bertahun-tahun saling mengenal, juga lebih dari setahun berumah tangga, Irfan tahu persis tabiat Shireen. Saat Shireen sedang keras kepala, dia bisa membuat masalah sebesar apa pun.Kali ini, anggap saja sebagai pelajaran. Jika memang anak ini tidak bisa bertahan, baik mereka bercerai ataupun tetap bersama, keadaan justru akan lebih sederhana.Setelah menutup telepon, Ralph masih merasa gelisah. Setelah dipikir-pikir lagi, dia

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 199

    Indah sama sekali tidak tahu detail apa pun. Tadi dia hanya mengucapkan beberapa kata penghiburan kepada Keluarga Maulana. Namun begitu menutup telepon, dia langsung menanyai Ralph dengan penasaran.Ralph sendiri masih tenggelam dalam suasana muram setelah pertengkarannya dengan Nikki pagi itu. Mendengar serangkaian pertanyaan ibunya, perasaannya semakin suntuk. Dia hanya menjawab dengan nada datar, "Tadi malam ada sedikit insiden. Sudah terlalu malam, jadi aku nggak kasih tahu kalian. Aku segera bawa dia ke rumah sakit. Setelah itu, Pak Gaston dan Irfan juga datang, jadi aku pulang duluan."Indah makin bingung. "Insiden apa? Kalian kecelakaan mobil?""Bukan ...."Indah makin penasaran dan nadanya bertambah tegang, "Lalu apa sebenarnya? Aku dengar katanya kalian berdua sempat bertengkar di dalam mobil, kemudian Shireen tiba-tiba sakit perut ...."Wajar saja Indah banyak bertanya. Pasalnya, dari cara bicara Keluarga Maulana, jelas-jelas penuh dengan nada menyalahkan Ralph. Dia khawatir

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 198

    Wajah Ralph yang sedari tadi sudah muram, langsung menjadi semakin masam setelah mendengar ucapan Nikki. Suaranya dingin dan penuh kemarahan yang ditahan."Kamu ingin bercerai supaya bisa hidup mesra dengan pria lain, kenapa harus menaruh tuduhan di kepalaku? Memang benar tadi malam aku bertemu Shireen, tapi nggak ada apa-apa yang terjadi.""Dia cuma tiba-tiba sakit, harus dibawa ke rumah sakit darurat dan tas itu tertinggal di mobilku dalam keadaan panik. Aku sendiri bahkan nggak tahu. Kalau cuma karena itu kamu langsung menuduhku, bukankah kamu terlalu gegabah?"Nikki menoleh dan matanya menatap tajam. "Ralph, sebenarnya siapa yang terus melempar tuduhan? Bisa nggak kamu pakai sedikit logika? Kamu dan Shireen sudah punya perasaan bertahun-tahun lamanya, apa sekarang semua mau kamu pungkiri?"Awalnya Nikki tidak ingin memperpanjang lagi. Semua ini sudah seperti kaset rusak, berulang-ulang membicarakan hal yang sama. Membosankan dan melelahkan. Namun melihat Ralph masih saja bisa memut

  • Kembar Dua: Ayah Mengejar Ibu Kembali Ke Dekapan   Bab 197

    Begitu masuk ke rumah, seluruh bangunan sudah sunyi senyap. Saat Ralph mendorong pintu kamar utama, seperti yang dia duga, ranjang besar yang rapi dan nyaman itu kosong. Nikki tidak tidur di sana.Ralph berdiri di ambang pintu beberapa detik, entah apa yang dipikirkannya. Lalu dengan langkah berat, dia melangkah masuk dan menutup pintu pelan dari belakang.Di kamar tamu, Nikki yang baru saja berbaring mendengar suara dari luar. Suara itu berisik sejenak, lalu kembali hening. Saat itu, barulah kegugupannya sedikit demi sedikit mereda. Sudah lama sekali mereka tidak mengalami perang dingin seperti ini. Sepertinya, semuanya benar-benar hampir berakhir.....Keesokan paginya ketika Nikki bangun, Ralph belum berangkat kerja. Setelah selesai menyusui bayi kembarnya, dia turun untuk sarapan. Saat tiba di ruang makan, Hadi baru saja masuk dari luar dengan membawa sebuah tas tangan wanita edisi terbatas."Nyony ... eh, Bu, tas Anda tertinggal di mobil Tuan."Hadi memang setiap pagi akan members

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status