Pasukan Kerajaan Arion berhasil mengepung istana. Gulzar Heer dan Pangeran Heydar merangsek masuk ke aula utama diikuti para kesatria. Suara sepatu-sepatu besi yang beradu dengan lantai marmer memekakkan telinga. Mereka juga menumbangkan semua pengawal Kerajaan Asytar yang menghalangi jalan dengan mudah.
“Istanamu sudah kami kepung! Serahkan kembali Putri Arezha!” seru Gulzar Heer dengan tatapan nyalang kepada lelaki tampan berambut dan beriris hitam pekat di singgasana.
Raja Atashanoush tengah menenggak anggur dari gelas kaca di tangannya. Sorot mata lelaki itu dingin dan menusuk, membuat kesatria Kerajaan Arion yang lain seketika mengkerut. Konon, sang raja bisa menghabisi ratusan prajurit bersenjata lengkap dalam waktu singkat seorang diri. Namun, Gulzar Heer tampak tak gentar sedikit pun, tetap menatap nyalang dengan tangan terkepal kuat.
Suasana terasa mencekam karena hening menguasai beberapa saat. Raja Atashanoush tiba-tiba tertawa sinis. Suar
Gulzar Heer mengedarkan pandangan. Ratusan tangkai bunga mawar telah berganti dengan kamar tidur. Dia tersentak saat melihat sosok Raja Atashanoush masih terlihat segar bugar. Gulzar Heer refleks menggenggam gagang pedang. Dia langsung melakukan serangan. Namun, sabetan pedangnya tak bisa menembus, seolah tak benar-benar berwujud. "Aneh ... apa yang sebenarnya terjadi," gumamnya. Dia tak ingin lengah. Gulzar Heer kembali mengayunkan pedang. Namun, lagi-lagi seperti tidak bisa melukai tubuh Raja Atashanoush. Setelah gagal melakukan serangan belasan kali, akhirnya, Gulzar Heer memutuskan untuk mengawasi saja. “Mungkin ini hanya mimpi,” celetuknya sembari menyarungkan kembali pedang kesayangan. Sementara itu, Raja Atashanoush tengah menggendong bayi dengan mata berkaca-kaca. Gulzar Heer mengerutkan kening. Wajah dingin dan bengis lelaki itu sangat tidak cocok dengan ekspresi yang ditunjukkannya saat ini. “Maafkan ayah, Farah. Ini semua demi kebaikanmu,” gumam Raja Atashanoush dengan
Setelah percobaan ke dua puluh kali, pelindung yang dipasang Raja Atashanoush berhasil dihancurkan. Houri membawa Putri Arezha teleportasi menuju aula utama. Namun, keduanya langsung terduduk saat melihat genangan darah dan tubuh Raja Atashanoush yang telah terpisah dari kepalanya.“Argh, sial! Kita terlambat!” umpat mereka bersamaan.Sementara itu, Raja Faryzan menghambur ke arah Putri Arezha. “Arezha!” serunya sembari memeluk sang putri dengan penuh haru.Putri Arezha menjadi merasa bersalah. “Maaf sudah membuat Ayah cemas,” cetusnya dengan mata berkaca-kaca. Dia sempat melihat Pangeran Heydar yang tampak gelisah. “Tak apa, Heydar. Shirin baik-baik saja. Dia sedang istirahat di kamar."”Pangeran Heydar mengembuskan napas lega. Sementara itu, Raja Faryzan mengamati putrinya dengan mata memicing. Putri Arezha tersenyum lembut.“Saya baik-baik saja, Ayah. Raja Atashanoush
Gulzar Heer membuka mata perlahan saat mencium aroma lemon yang familiar. Wajah banjir air mata Delaram tertangkap pandangan. Dia susah payah menggerakkan tangan untuk mengusap buliran bening di pipi sang ibu.“Ibu ...,” lirihnya.“Gulzar ... akhirnya kau sadar, Nak,” gumam Delaram dengan suara bergetar.Lengannya yang besar dan hangat mendekap erat putrinya. Gulzar Heer membenamkan wajah di dada sang ibu. Farzam mengepalkan tangan dengan mata berkaca-kaca.“Ayah, aku juga ingin dipeluk olehmu,” cetus Gulzar Heer tiba-tiba.Tangis Farzam tak bisa dicegah lagi. Sebagai kesatria, dia pantang meneteskan air mata karena tak ingin terlihat lemah. Namun, permintaan tak biasa Gulzar Heer meruntuhkan pertahanannya. Putri yang tak pernah mengeluh dengan pelatihan sekeras apa pun tiba-tiba meminta sebuah pelukan. Sebenarnya, Farzam sudah lama mengharapkan Gulzar Heer bisa sedikit manja seperti anak gadis lain meski s
Alun-alun Negeri Asytar gegap gempita. Rakyat berdesak-desakan hendak menyaksikan penobatan penguasa baru, Ratu Farahnoush. Beratus pasang mata menatap kagum sosok yang mengenakan jubah kebesaran di atas panggung kehormatan. Pujian akan pesona kecantikan dan keanggunan nan memikat tak henti terdengar daei berbagai sudut kota.“Ratu Farahnoush memang seperti peri,” bisik seorang gadis berambut pendek di depan sebuah toko kue kepada gadis berkucir kuda.“Beliau begitu memesona. Kau tahu, sudah puluhan lelaki yang pingsan sejak beliau keluar dari gerbang istana,” sahut gadis berkucir kudaSementara kedua gadis itu sibuk memuji-muji sang ratu, Gulzar Heer telah berlutut di hadapan Houri untuk menerima pemberkatan sang peri. Pangeran Fayruza yang berdiri di sisi kanan panggung terus mengusap-usap dadanya. Dalam balutan bazu zirah penuh darah saja, pujaan hatinya amat memesona, apalagi dengan gaun mewah bertaburan permata.“Kuberka
Gelap menerpa ketika pintu kuil menutup sendiri. Aroma lumut basah menelusuk hidung. Ghumaysa merapalkan beberapa bait mantra. Cahaya merah berpendar di telapak tangannya. Kini, kuil sedikit lebih terang. Dalam keremangan, bisa terlihat relief-relief pada dinding batu berlumut. Keindahan karya seni masa lalu itu memukau Pangeran Heydar. "Jika Kak Arezha ada di sini, dia pasti akan melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil," celetuknya tanpa sadar. Lekukan tak proporsional terukir di bibir Ghumaysa. Tangannya mengepal kuat. "Kau tidak boleh memiliki kebaikan hati sedikit pun, Heydar," desisnya. Dia diam-diam meniupkan asap hitam tipis ke arah Pangeran Heydar. "Untuk apa masih memikirkan kakak tiri jahat itu?" Bisikan halus menelusup ke dalam pikiran Pangeran Heydar, membuatnya tersentak. Dia tak mengerti kenapa bisa berpikiran seperti itu. Meskipun agak jail, selama ini, Putri Arezha bersikap baik. Sang
Pangeran Heydar dan Ghumaysa telah selesai menuruni anak tangga. Ghumaysa kembali menyalakan cahaya merah kekuningan untuk menerangi jalan. Berbeda dengan lantai pertama, lantai kedua memiliki dinding yang lebih kokoh. Namun, persamaannya adalah relief terukir di sana."Pengendali tanah," desis Ghumaysa.Dia mengusap relief yang menggambarkan penduduk kampung tengah membangun rumah dengan mengendalikan tanah. Pangeran Heydar mendekat, lalu melingkarkan lengan di bahu Ghumaysa."Jadi, makhluk apa yang akan kita hadapi berikutnya?""Kura-kura raksasa."Tepat setelah jawaban Ghumaysa, getaran hebat terjadi. Suara seperti batu beradu memekakkan telinga. Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Pangeran Heydar menjadi lebih sigap.Dia menajamkan pendengaran. Setelah menemukan arah suara keras itu datang, sang pangeran memasang kuda-kuda. Pedangnya terhunus dengan posisi tubuh siaga berdiri kokoh di depan Ghumaysa.
Pangeran Heydar berusaha menggapai Ghumaysa agar bisa melindungi wanita itu. Namun, kecepatan meluncur mereka tak sama. Bobotnya lebih besar, sehingga jatuh lebih dulu. Dia meneriakkan nama sang kekasih berkali-kali. Namun, hanya suara sendiri yang terdengar, seperti pantulan. Kegelapan dan gaung suara berulang membuat Pangeran Heydar frustrasi.“Ghumaysa! Ghumaysa! Jawab aku!”Byur!“Hmmpp uggh! Ghumay—”Pangeran Heydar menggapai-gapai ke atas. Ya, dia memang baru saja tercebur ke air dingin. Tubuhnya terasa membeku. Namun, hanya keselamatan Ghumaysa yang ada dalam benaknya.“Heydar ... Heydar ....”Rintihan lemah dari suara yang tak asing membuat Pangeran Heydar semakin menggebu untuk naik ke permukaan. Tak lama kemudian, dia bisa kembali menghirup udara segar. Matanya segera menjelajah sekeliling mencoba mencari keberadaan Ghumaysa. Benar saja, sang kekasih tergeletak tak berdaya di atas
“Aku tidak mau, Bu! Rasanya tidak nyaman!”Seorang gadis berambut merah menggerutu saat ibunya mencoba memasang perisai pelindung. Dia terus mengomel selama prosesnya. Sang ibu mendelik tajam.“Diamlah! Perasaan Ibu tidak enak! Sepertinya, ada orang yang akan melukaimu.”“Ah, itu cuma khayalan Ibu. Pasti karena mimpi anehku kemarin, ‘kan?” ketusnya.Dia memang memimpikan hal aneh dua hari lalu. Seekor burung api yang indah terbang ke arahnya. Gadis itu awalnya takut dan berusaha lari, tetapi kakinya tak cukup kuat, hingga terjungkal. Burung api itu pun seperti merasuk ke tubuhnya. Anehnya, tidak ada rasa sakit ataupun terbakar sama sekali. Dia justru merasakan kehangatan yang nyaman.“Mimpi itu bukan mimpi biasa, Anakku.” Suara sang ibu membuyarkan lamunan gadis berambut merah.“Iya, Bu. Iya.”“Kisah kesatria suci dan empat pengendali elemen legendaris bukan seked