Share

Bab 4

Author: Wei Yun
last update Last Updated: 2025-08-22 13:36:55

Angin malam berembus lembut, membawa aroma tanah lembap dan suara jangkrik dari kejauhan. Bulan sabit menggantung redup di langit, separuh wajahnya tersembunyi di balik kabut tipis.

Di atas atap gedung barak militer Longyan, sosok berpakaian serba hitam berjongkok diam. Hanya matanya yang berkilat menembus kegelapan. Bai Xiang menahan napas, tubuhnya nyaris menyatu dengan bayangan. Ia memandangi halaman markas, tempat para prajurit berbaris melakukan pergantian jaga.

“Jenderal Han Feng…,” bisiknya, hampir tak terdengar.

Matanya memantul cahaya obor yang berjejer di sepanjang pagar kayu. Di bawah sana, Han Feng berjalan di antara prajurit, mengenakan zirah ringan dan jubah hitam. Wajahnya tampak dingin, tak tersentuh cahaya hangat obor. Sementara Li Rui, pengawal pribadinya berada tak jauh dari sang Jenderal.

Selama hidupku, pikir Bai Xiang,  aku mencari jejak pria ini.

Dan kini, hanya selempar pisau jarak aku dan dia.

Namun, langkah Han Feng berhenti di depan barisan. Ia memberi aba-aba singkat.

“Perbanyak pengawasan di sisi barat. Ada laporan pergerakan mencurigakan dari hutan bukit.”

Suaranya rendah, tapi mengandung wibawa yang membuat para prajurit menegakkan punggung.

Bai Xiang mencondongkan tubuh, mengikuti langkah Han Feng yang meninggalkan halaman dan menunggang kuda menuju gerbang utara bersama Li Rui. Malam itu Han Feng akan melakukan patroli di luar benteng.

Kesempatan yang sempurna untuk mengamatinya lebih dekat, pikir Bai Xiang

Namun sebelum Bai Xiang bisa beranjak, sesuatu berkilat dari atap bangunan seberang.

Ia menyipitkan mata. Seseorang?

Benar. Bayangan lain melompat dari atap ke pohon pinus besar di luar pagar benteng. Gerakannya cepat, nyaris tak bersuara, dan … membawa senjata kecil di tangan.

Bai Xiang menahan napas. Ada orang lain yang mengintai Han Feng malam ini.

Setelah beberapa li dari markas, Han Feng menghentikan kudanya di jalan tanah yang sepi.

Li Rui paham. Bertahun membersamainya, membuatnya tahu apa yang akan dilakukan Tuannya. Ia memegang gagang pedangnya.

Han Feng menatap sekeliling, matanya menyipit.

“Keluar,” katanya datar. “Aku tahu kau di sana.”

Tak ada jawaban. Hanya desir lembut rumput bergoyang.

Tiba-tiba, swish! swish! swish!

"Awas!" teriak Li Rui.

Mata elangnya melihat tiga bilah senjata rahasia melesat dari arah pepohonan, menembus udara menuju Tuan Mudanya.

Han Feng berbalik cepat, menangkis dua dengan pedangnya, satu lagi hanya menggores bahu kirinya.

Suara langkah ringan terdengar melingkar dari sisi kanan. Seseorang bersembunyi di balik pepohonan, melesatkan hujan senjata rahasia berikutnya.

“Pengecut!” geram Han Feng, matanya menyala tajam.

Namun kali ini, serangan itu datang terlalu cepat. Puluhan senjata logam meluncur bersamaan dari berbagai arah, terlalu banyak bahkan untuk seorang jenderal secepat dirinya.

Li Rui sama sibuk dengannya, menangkis luncuran senjata yang mirip pisau kecil itu dengan pedangnya. 

Di saat yang sama, sebuah bayangan melesat turun dari atap rumah kosong di kejauhan.

Pedang Bai Xiang berkilat di bawah cahaya bulan, menebas belasan senjata logam di udara.

Trang! Trang! Trang! Suara logam beradu menggema keras.

Han Feng menoleh cepat, matanya sempat membulat. “Siapa kau?”

“Orang yang tak suka buruannya direbut orang lain,” jawab Bai Xiang dingin dari balik kain hitam yang menutupi wajah.

Ia menjejak tanah, melompat ke arah sumber serangan, mengayunkan pedang memotong ranting-ranting pepohonan. Bayangan penyerang misterius terlihat sekilas,  seorang laki-laki berpakaian hitam. Tak jauh, ada beberapa orang berpakaian hitam lagi dalam posisi menyebar.

Bai Xiang memungut salah satu senjata kecil yang menancap di batang pohon, tampak cetakan timbul ular berwarna perak di salah satu sisinya.

“Ular Perak … organisasi bayaran,” desis Bai Xiang. “Jadi mereka yang berani mengincar Han Feng?”

Han Feng, yang kini berdiri sejajar dengannya, mengangkat pedang. “Kau siapa pun, tinggalkan tempat ini. Aku bisa urus sendiri.”

Bai Xiang menoleh cepat, matanya menyala. “Kalau kau mati sekarang, siapa yang akan kubunuh nanti?”

Han Feng menatapnya tak percaya. “Apa maksudmu?”

Namun tak sempat bertanya lebih jauh, si penyerang kembali menyerbu, melempar rentetan anak panah kecil beracun.

Han Feng dan Bai Xiang bergerak bersamaan, punggung mereka nyaris bersentuhan.

“Jangan biarkan dia kabur!” seru Bai Xiang.

Han Feng mendengkus. “Seharusnya aku yang memberi perintah di sini!”

Mereka bergerak serempak, Bai Xiang menebas, Han Feng menusuk.

Gerakan keduanya begitu selaras hingga seolah-olah sudah berlatih bertahun-tahun bersama.

Namun penyerang itu cerdas. Setelah serangan gagal, ia memanfaatkan ledakan bubuk hitam, bum! asap pekat menyelimuti seluruh area.

“Jangan hirup!” teriak Bai Xiang, menutup hidung dengan kain.

Han Feng melompat mundur, menebas udara kosong.

Saat asap mulai menipis, yang tersisa hanyalah tanah becek dan jejak kaki yang memudar.

Si penyerang dan kelompoknya menghilang.

Hening. Hanya napas mereka yang terdengar.

Han Feng menurunkan pedangnya perlahan, menatap sosok di depannya.

Kain hitam menutupi setengah wajah Bai Xiang, hanya memperlihatkan sepasang mata bening dan garis rahang tegas yang terlalu halus untuk seorang pria.

Li Rui sudah siap menyerang Bai Xiang, namun pedangnya ditahan oleh Han Feng. Li Rui melihat ke arah Han Feng lalu mengangguk.

“Siapa kau?” tanya Han Feng tajam. “Dan mengapa menolongku?”

Bai Xiang mengangkat bahu, nada suaranya datar. “Aku tak menolongmu. Aku hanya tak ingin ada orang lain yang lebih dulu membunuhmu.”

Han Feng menatapnya lama. “Ucapan yang aneh untuk seseorang yang baru saja menyelamatkan nyawaku.”

Bai Xiang berbalik, langkahnya ringan, seperti bayangan yang siap lenyap. “Anggap saja aku punya alasan sendiri.”

Namun Han Feng melangkah cepat, menahan pedang Bai Xiang dengan bilahnya sendiri. Trang!

Percikan api memantul di udara.

“Wajahmu …,” desis Han Feng. “Aku merasa pernah melihatmu.”

Bai Xiang menahan napas sesaat, lalu tersenyum samar di balik kain hitam. “Mungkin kau melihatnya dalam mimpi burukmu.”

Ia menendang tanah, tubuhnya melesat ke atas pohon, menghilang dalam gelap.

Han Feng menatap langit, mendengar derap langkah kudanya dari kejauhan.

Prajuritnya datang tergesa, membawa obor.

“Jenderal! Kami mendengar suara benturan logam, apa di sini baik-baik saja?”

Han Feng menyarungkan pedang, matanya masih menatap arah bayangan Bai Xiang menghilang.

 “Baik. Tapi cari di sekitar area ini. Ada penyusup … dua orang.”

“Dua, Jenderal?” tanya salah satu prajurit bingung.

Han Feng menatap ujung pedangnya yang masih mengilap. “Ya. Yang satu ingin membunuhku … yang satu, aku belum tahu apa maunya.”

Di atap Paviliun Giok, Bai Xiang berdiri memandangi langit.

Angin malam mengibarkan kain hitamnya. Luka di lengannya berdenyut, tapi bukan itu yang paling menyakitkan.

“Kenapa aku menolongnya?” gumamnya, menggenggam kain penutup wajah.

Ia menatap bulan, mata memantulkan cahaya dingin. “Aku seharusnya membiarkan dia mati. Tapi kenapa tangan ini bergerak sendiri?”

Ingatan wajah Han Feng saat melawan, tenang, kuat, tapi tidak kejam, muncul dalam benaknya. Ia menggeleng keras, berusaha menepisnya. 

“Tidak. Aku tidak suka ada orang lain yang mendahuluiku untuk membunuhnya!"

Suara hatinya gemetar, tapi dendamnya lebih keras. “Han Feng, cepat atau lambat, aku sendiri yang akan menebas lehermu.”

Dari kejauhan, di dalam kamarnya, Han Feng berdiri di depan jendela, menatap ke arah lapangan Markas Longyan.

“Siapa pun kau, pendekar bertutup wajah … aku akan menemukanmu.”

Bulan sabit perlahan tertutup awan.

Dua jiwa yang terikat oleh darah dan dendam kini berjalan di jalan yang sama, tanpa tahu bahwa takdir sedang menyiapkan permainan yang jauh lebih rumit.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 6

    Suasana di dalam kamar Putri Wen Mei riuh rendah oleh celoteh para dayang yang sibuk mendandani Bai Xiang. Wangian bunga peony dan mawar memenuhi udara, bercampur dengan aroma halus bedak dan pewangi tubuh."Tidak, aku tidak bisa seperti ini," gerutu Bai Xiang, mencoba menarik kembali rambutnya yang sedang ditata seorang dayang. "Rambut ini terlalu rumit, dan gaun ini ... terlalu sempit!"Wen Mei yang duduk di sampingnya tersenyum geli. "Diamlah, Xiang. Kau terlihat cantik. Lihatlah dirimu di cermin."Bai Xiang melirik ke arah cermin perunggu di seberangnya. Bayangan yang terpantul memang membuatnya terkesiap. Dengan riasan yang halus dan gaun sutra berwarna biru muda, ia tampak seperti putri bangsawan sejati. Yang paling mengejutkan, wajahnya sekarang seperti cerminan Wen Mei sendiri."Kau sengaja, Tuan Putri? Membuatku mirip denganmu?" tanya Bai Xiang curiga.Wen Mei mengangkat bahu, senyumnya masih mengembang. "Kebetulan belaka. Tapi kau harus berjanji, malam ini kau adalah Guru Ba

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 5

    Di paviliun Giok, Bai Xiang duduk membelakangi meja cermin, tubuhnya dibalut kain putih sederhana. Luka di lengannya masih segar, tapi ia menekan kain herbal ke sana tanpa mengeluarkan suara. Dari pengembaraannya dan ilmu pengobatan yang dipelajari dari Liu Wei, kakak kedua seperguruannya, membuat ia bisa mengobati sendiri saat terluka. Uap teh di atas meja perlahan mendingin, sementara lilin bergetar tertiup angin malam.Ular Perak … gumamnya dalam hati. Nama Kelompok yang terkenal sebagai pembunuh bayaran yang bergerak di bawah tanah.Jadi bukan hanya aku yang menginginkan nyawa Han Feng.Ia meremas perban di lengannya, menahan desis perih. Dendam di dadanya terasa kian rumit; di antara mereka yang mengincar Han Feng, mungkin ada seseorang yang juga terkait dengan pembantaian keluarganya dulu. Tapi siapa? Kerumitan ini membuatnya semakin waspada. Misi utamanya adalah Han Feng, tapi jika ada benang merah dengan masa lalunya yang kelam, ia harus menariknya perlahan agar tidak semua re

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 4

    Angin malam berembus lembut, membawa aroma tanah lembap dan suara jangkrik dari kejauhan. Bulan sabit menggantung redup di langit, separuh wajahnya tersembunyi di balik kabut tipis.Di atas atap gedung barak militer Longyan, sosok berpakaian serba hitam berjongkok diam. Hanya matanya yang berkilat menembus kegelapan. Bai Xiang menahan napas, tubuhnya nyaris menyatu dengan bayangan. Ia memandangi halaman markas, tempat para prajurit berbaris melakukan pergantian jaga.“Jenderal Han Feng…,” bisiknya, hampir tak terdengar.Matanya memantul cahaya obor yang berjejer di sepanjang pagar kayu. Di bawah sana, Han Feng berjalan di antara prajurit, mengenakan zirah ringan dan jubah hitam. Wajahnya tampak dingin, tak tersentuh cahaya hangat obor. Sementara Li Rui, pengawal pribadinya berada tak jauh dari sang Jenderal.Selama hidupku, pikir Bai Xiang, aku mencari jejak pria ini.Dan kini, hanya selempar pisau jarak aku dan dia.Namun, langkah Han Feng berhenti di depan barisan. Ia memberi aba-a

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 3

    Langkah-langkah Bai Xiang terdengar mantap menuju kudanya. Di tangannya tergenggam kantung kain berisi pakaian dan perlengkapan seperlunya, sementara pedang kesayangannya terselip rapi di punggung. Hei Yun, kudanya yang berwarna hitam legam, meringkik pelan seolah tahu majikannya akan pergi jauh.Di tepi halaman, Liu Wei berdiri diam. Saat Bai Xiang hendak menaiki kudanya, Liu Wei melangkah maju dan menahan.“Xiang’er …,” suaranya lirih namun tegas, “hati-hati di sana. Istana bukan tempat sederhana. Intrik di sana lebih tajam dari pedang.”Bai Xiang menoleh, sorot matanya dingin “Aku tahu, Kakak. Tapi mungkin di sanalah jalanku menanti. Jika aku menolak, sama saja aku menolak titah Kaisar.”Liu Wei ingin berkata lagi, tapi hanya mampu menggenggam pundak adik seperguruannya erat-erat. “Jaga dirimu baik-baik.”Bai Xiang tersenyum tipis, lalu melompat ke punggung Hei Yun. Dengan hentakan kecil, ia memacu kudanya, meninggalkan Gunung Yang menuju ibukota.Perjalanan panjang ditempuh hing

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 2

    Di paviliun utama yang dikelilingi pepohonan pinus tua, suasana terasa begitu hening. Bai Xiang duduk bersila di hadapan meja rendah, sementara di seberangnya, Jin Peng, Ketua Sekte Gunung Yang, menatapnya dengan sorot mata yang tenang dan dalam.“Xiang’er,” ucap Jin Peng perlahan, suara pria paruh baya itu berat seakan membawa beban, “ada hal yang harus kau ketahui tentang kakak keduamu, Liu Wei.”Bai Xiang menegakkan duduknya. Sejenak ia menebak kalau gurunya akan memberikan penjelasan mengenai Kakak Keduanya dan perempuan di gerbang kemarin malam.“Liu Wei sudah menikah. Aku perlu memberikan penjelasan padamu karena itu menjadi tugasku. Kau dan Liu Wei sudah bersama sejak kecil. Aku tak mau kau merasa menjadi orang terakhir yang mengetahui pernikahan kakakmu itu.”Tebakannya benar. Bai Xiang terdiam. Ada sesuatu di dadanya yang mencelos, meski wajahnya berusaha tetap datar.Jin Peng melanjutkan ceritanya dengan nada tenang. Enam bulan setelah kepergian Bai Xiang meninggalkan pergur

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 1

    Bai Xiang kecil duduk di meja kayu reyot di ruang tengah. Jemarinya yang mungil sibuk memetik kelopak bunga liar, menatanya dengan hati-hati hingga membentuk lingkaran kecil yang mirip mahkota. Senyum polos menghiasi wajahnya yang belum mengerti apa itu duka.Namun suasana tenang itu seketika pecah. Suara langkah tergesa, berat, bahkan seperti tersandung, bergema dari luar rumah. Pintu berderak keras terbuka.Ibunya masuk dengan nafas terengah.Bocah itu tertegun. “Ibu?” tanyanya pelan, kepala mungilnya menoleh ke arah pintu.Wanita yang sudah kehilangan kemampuan bicaranya itu masuk dengan wajah pucat, matanya merah basah. Tangan kurusnya segera menggenggam jemari mungil Bai Xiang erat.“Ibu, kenapa—”Ia tidak menjawab namun genggamannya makin mengerat. Ia menyeret putrinya ke kamar, lalu mengangkat tubuh mungil itu ke dalam keranjang rotan besar tempat menyimpan kain.“Ibu, Xiang’er takut ... ada apa ibu?” Mata bocah itu berkaca-kaca.Wanita itu meraih wajah anaknya dengan kedua ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status