Compartir

Bab 5

Autor: Wei Yun
last update Última actualización: 2025-08-22 16:13:54

Di paviliun Giok, Bai Xiang duduk membelakangi meja cermin, tubuhnya dibalut kain putih sederhana. Luka di lengannya masih segar, tapi ia menekan kain herbal ke sana tanpa mengeluarkan suara. Dari pengembaraannya dan ilmu pengobatan yang dipelajari dari Liu Wei, kakak kedua seperguruannya, membuat ia bisa mengobati sendiri saat terluka. Uap teh di atas meja perlahan mendingin, sementara lilin bergetar tertiup angin malam.

Ular Perak … gumamnya dalam hati. Nama Kelompok yang terkenal sebagai pembunuh bayaran yang bergerak di bawah tanah.

Jadi bukan hanya aku yang menginginkan nyawa Han Feng.

Ia meremas perban di lengannya, menahan desis perih. Dendam di dadanya terasa kian rumit; di antara mereka yang mengincar Han Feng, mungkin ada seseorang yang juga terkait dengan pembantaian keluarganya dulu. Tapi siapa? Kerumitan ini membuatnya semakin waspada. Misi utamanya adalah Han Feng, tapi jika ada benang merah dengan masa lalunya yang kelam, ia harus menariknya perlahan agar tidak semua rencananya berantakan. Ia tidak boleh terlihat. Tidak oleh Han Feng, apalagi oleh sang Putri.

Langkah ringan terdengar dari arah luar. Bai Xiang cepat menyembunyikan botol obat dan menggulung kembali lengan bajunya agar luka tidak terlihat. Refleksnya terlatih selama bertahun-tahun di jalanan dan di bawah pengawasan ketat gurunya. Wajahnya dengan cepat berganti, dari ketegangan seorang pembunuh bayaran menjadi ketenangan seorang pengawal istana.

Pintu paviliun terbuka. Suara ceria Putri Wen Mei segera memenuhi ruangan.

“Xiang! Aku baru dapat kabar dari pasukan Longyan, Sepupuku Han Feng diserang semalam! Ah, sepupuku itu memang banyak musuhnya."

Bai Xiang menoleh cepat, menampilkan ekspresi terkejut yang terlatih. “Diserang?” suaranya terdengar datar tapi cukup meyakinkan. “Aku baru kembali dari latihan. Aku tak mendengar apa pun.”

Wen Mei menatapnya dengan mata lebar, seakan ingin memastikan reaksi itu tulus. “Ya! Aku sempat khawatir, karena katanya ada penyusup berpakaian hitam yang nyaris membunuhnya. Tapi anehnya, seseorang juga menolongnya.”

Bai Xiang menegakkan punggung. “Menolongnya?” Jantungnya berdebar kencang, takut Wen Mei telah melihat atau mendengar sesuatu yang lebih spesifik.

“Mm!” Putri itu mengangguk penuh semangat. “Katanya penolong itu juga berpakaian hitam. Sampai sekarang Han Feng belum tahu siapa dia.”

Bai Xiang tersenyum tipis, menunduk sedikit untuk menyembunyikan kilat di matanya. Perannya sebagai penyelamat tak terduga Han Feng adalah bagian yang paling berbahaya. Ia telah menyelinap di antara bayangan, menangkis serangan para pembunuh Ular Perak yang gesit, dan bahkan melawan pemimpin mereka sesaat. Ia melakukannya bukan karena simpati, melainkan karena rasa memiliki yang gila: hanya dia yang berhak membunuh Han Feng, pria yang bertanggung jawab atas kematian orangtuanya. “Mungkin hanya pendekar lewat yang kebetulan di tempat yang sama,” katanya, mencoba meremehkan kejadian itu.

Wen Mei mendesah lega. “Syukurlah ia baik-baik saja. Xiang ... besok malam, dampingi aku menghadiri pesta,"

“Pesta?” Bai Xiang mengangkat alis.

Wen Mei menepuk kipas di tangannya dengan gaya genit. “Putri Mian Li, anak keluarga Jiang, akan mengadakan pesta ulang tahun besok malam. Keluarga Jiang adalah sekutu penting istana. Aku diundang dan tentu saja …” ia menatap Bai Xiang sambil tersenyum, “… aku ingin kau menemaniku.”

Bai Xiang memiringkan kepala. “Hanya aku kan?”

“Tentu, kau kan pengawalku. Aku tak mau dikelilingi kasim dan dayang saja!” kata Wen Mei setengah bercanda, lalu menurunkan suaranya. Ada nada serius yang terselip di balik suara cerianya. “Dan kau tahu, pesta keluarga Jiang bukan sekadar pesta ulang tahun. Akan ada pertemuan para putri dan pangeran bangsawan dan pastinya ... ada perjodohan politik. Ayahku ingin aku lebih sering terlihat di lingkaran ini.”

“Jadi acara politik.” Bai Xiang menghela napas. “Baiklah, aku akan ikut. Tapi aku tidak pandai menari atau tersenyum palsu.”

Wen Mei tertawa renyah. “Itulah kenapa aku menyukaimu! Kau jujur. Tapi kau tak akan muncul dengan pedang di pinggang seperti mau berperang.”

“Kalau begitu, siapa yang akan melindungimu kalau perang benar-benar terjadi?” jawab Bai Xiang dengan nada ringan tapi mata tajam.

Wen Mei terdiam sejenak sebelum tertawa kecil. “ Besok aku akan mendandanimu dengan pakaian ala putri bangsawan yang tak akan menakuti para bangsawan. Besok sore kita berangkat.”

Ia menatap Bai Xiang lebih lama, seperti ingin mengatakan sesuatu tapi menahan diri.

“Kau tampak pucat, Xiang. Kau tidak apa-apa?”

Bai Xiang segera berdiri dan menunduk hormat.

“Hamba baik-baik saja, Putri. Mungkin hanya kurang tidur.” Ia menjaga suaranya tetap lembut.

Wen Mei mengangguk ragu, lalu melangkah pergi. Begitu pintu menutup, Bai Xiang menarik napas panjang, menahan denyut nyeri di lengan yang berdarah lagi. Ia membuka kembali perbannya dan mengoleskan ramuan herbal dengan rahang terkatup rapat.

“Jika mereka tahu aku yang menolong Han Feng semalam, semuanya akan hancur,” gumamnya pelan. “Belum waktunya.”

Ia memandang keluar jendela, ke arah Markas Pasukan Longyan yang menjulang di kejauhan.

Banyak orang menginginkan kematianmu, Han Feng. Tapi nyawamu hanya boleh kuambil dengan tanganku sendiri.

Malam setelah penyergapan, halaman Longyan masih bergejolak. Api unggun telah padam, namun bisik-bisik prajurit dan derap langkah pelan masih menggema di koridor kayu.

Han Feng berjalan di antara mereka, pedangnya disarungkan, wajahnya dingin dan tajam seperti baja yang baru diasah. Li Rui berada tak jauh dari tuan mudanya.

“Laporkan lagi,” perintah Han Feng kepada Kepala Prajurit Lin yang berjalan di sampingnya.

Si Kepala Prajurit menunduk, takut akan kemarahan Jenderal. “Beberapa prajurit menemukan lambang Ular Perak di senjata yang berserak di tanah dan menancap di pohon. Mereka terkenal gerakannya cepat dan terlatih, yang jelas memang bukan bandit biasa.” Lin terdengar frustrasi. “Mereka lenyap seperti hantu, Jenderal.”

Han Feng tidak langsung menanggapi. Nama itu, Ular Perak, membuat matanya menyipit. Ia berjalan ke meja peta. “Kelompok itu seharusnya sudah bubar lima tahun lalu,” gumamnya, suaranya pelan dan berbahaya. “Namun racun yang lama selalu muncul lagi ketika istana mulai goyah.” Ia mengingat laporan intelijen yang samar tentang kebangkitan kelompok-kelompok bawah tanah.

​Han Feng menyentuh dagunya, berpikir. “Mereka jarang gagal menuntaskan misi."

​Kepala prajurit Lin menelan ludah, menunggu instruksi berikutnya.

“Selidiki siapa yang mungkin menyewa mereka,” kata Han Feng datar. Ia berhenti sejenak, menoleh ke arah Kepala Prajurit Lin dengan pandangan yang membuat Kepala Prajurit itu merinding. “Aku punya cukup banyak musuh, pemberontak perbatasan, pejabat korup yang tersingkir, bahkan beberapa bangsawan yang tak senang aku terlalu dekat dengan Kaisar. Cari tahu siapa yang paling diuntungkan jika aku mati tadi malam.”

Han Feng menatap jauh ke luar jendela, ke arah hutan tempat darah menetes tadi malam. “Dan temukan juga siapa orang bertopeng kain yang menolongku. Aku ingin tahu apakah ia musuh … atau sekadar penonton yang tersesat."

Han Feng berdiri lama setelah semua pergi. Keheningan Markas itu terasa menekan. Di tangannya, potongan kecil kain hitam yang ia temukan di dekat lokasi pertempuran, halus, bukan bahan pakaian prajurit, lebih mirip kain sutra milik seorang perempuan bangsawan. Kain itu berbau samar-samar seperti bunga lotus dan perak.

Ia menatapnya lama, seolah ingin menembus rahasia di balik benang halus itu.

​“Siapa pun kau … kau bukan bayangan biasa,” gumamnya. "Kau adalah pemain yang lihai."

Continúa leyendo este libro gratis
Escanea el código para descargar la App

Último capítulo

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 6

    Suasana di dalam kamar Putri Wen Mei riuh rendah oleh celoteh para dayang yang sibuk mendandani Bai Xiang. Wangian bunga peony dan mawar memenuhi udara, bercampur dengan aroma halus bedak dan pewangi tubuh."Tidak, aku tidak bisa seperti ini," gerutu Bai Xiang, mencoba menarik kembali rambutnya yang sedang ditata seorang dayang. "Rambut ini terlalu rumit, dan gaun ini ... terlalu sempit!"Wen Mei yang duduk di sampingnya tersenyum geli. "Diamlah, Xiang. Kau terlihat cantik. Lihatlah dirimu di cermin."Bai Xiang melirik ke arah cermin perunggu di seberangnya. Bayangan yang terpantul memang membuatnya terkesiap. Dengan riasan yang halus dan gaun sutra berwarna biru muda, ia tampak seperti putri bangsawan sejati. Yang paling mengejutkan, wajahnya sekarang seperti cerminan Wen Mei sendiri."Kau sengaja, Tuan Putri? Membuatku mirip denganmu?" tanya Bai Xiang curiga.Wen Mei mengangkat bahu, senyumnya masih mengembang. "Kebetulan belaka. Tapi kau harus berjanji, malam ini kau adalah Guru Ba

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 5

    Di paviliun Giok, Bai Xiang duduk membelakangi meja cermin, tubuhnya dibalut kain putih sederhana. Luka di lengannya masih segar, tapi ia menekan kain herbal ke sana tanpa mengeluarkan suara. Dari pengembaraannya dan ilmu pengobatan yang dipelajari dari Liu Wei, kakak kedua seperguruannya, membuat ia bisa mengobati sendiri saat terluka. Uap teh di atas meja perlahan mendingin, sementara lilin bergetar tertiup angin malam.Ular Perak … gumamnya dalam hati. Nama Kelompok yang terkenal sebagai pembunuh bayaran yang bergerak di bawah tanah.Jadi bukan hanya aku yang menginginkan nyawa Han Feng.Ia meremas perban di lengannya, menahan desis perih. Dendam di dadanya terasa kian rumit; di antara mereka yang mengincar Han Feng, mungkin ada seseorang yang juga terkait dengan pembantaian keluarganya dulu. Tapi siapa? Kerumitan ini membuatnya semakin waspada. Misi utamanya adalah Han Feng, tapi jika ada benang merah dengan masa lalunya yang kelam, ia harus menariknya perlahan agar tidak semua re

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 4

    Angin malam berembus lembut, membawa aroma tanah lembap dan suara jangkrik dari kejauhan. Bulan sabit menggantung redup di langit, separuh wajahnya tersembunyi di balik kabut tipis.Di atas atap gedung barak militer Longyan, sosok berpakaian serba hitam berjongkok diam. Hanya matanya yang berkilat menembus kegelapan. Bai Xiang menahan napas, tubuhnya nyaris menyatu dengan bayangan. Ia memandangi halaman markas, tempat para prajurit berbaris melakukan pergantian jaga.“Jenderal Han Feng…,” bisiknya, hampir tak terdengar.Matanya memantul cahaya obor yang berjejer di sepanjang pagar kayu. Di bawah sana, Han Feng berjalan di antara prajurit, mengenakan zirah ringan dan jubah hitam. Wajahnya tampak dingin, tak tersentuh cahaya hangat obor. Sementara Li Rui, pengawal pribadinya berada tak jauh dari sang Jenderal.Selama hidupku, pikir Bai Xiang, aku mencari jejak pria ini.Dan kini, hanya selempar pisau jarak aku dan dia.Namun, langkah Han Feng berhenti di depan barisan. Ia memberi aba-a

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 3

    Langkah-langkah Bai Xiang terdengar mantap menuju kudanya. Di tangannya tergenggam kantung kain berisi pakaian dan perlengkapan seperlunya, sementara pedang kesayangannya terselip rapi di punggung. Hei Yun, kudanya yang berwarna hitam legam, meringkik pelan seolah tahu majikannya akan pergi jauh.Di tepi halaman, Liu Wei berdiri diam. Saat Bai Xiang hendak menaiki kudanya, Liu Wei melangkah maju dan menahan.“Xiang’er …,” suaranya lirih namun tegas, “hati-hati di sana. Istana bukan tempat sederhana. Intrik di sana lebih tajam dari pedang.”Bai Xiang menoleh, sorot matanya dingin “Aku tahu, Kakak. Tapi mungkin di sanalah jalanku menanti. Jika aku menolak, sama saja aku menolak titah Kaisar.”Liu Wei ingin berkata lagi, tapi hanya mampu menggenggam pundak adik seperguruannya erat-erat. “Jaga dirimu baik-baik.”Bai Xiang tersenyum tipis, lalu melompat ke punggung Hei Yun. Dengan hentakan kecil, ia memacu kudanya, meninggalkan Gunung Yang menuju ibukota.Perjalanan panjang ditempuh hing

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 2

    Di paviliun utama yang dikelilingi pepohonan pinus tua, suasana terasa begitu hening. Bai Xiang duduk bersila di hadapan meja rendah, sementara di seberangnya, Jin Peng, Ketua Sekte Gunung Yang, menatapnya dengan sorot mata yang tenang dan dalam.“Xiang’er,” ucap Jin Peng perlahan, suara pria paruh baya itu berat seakan membawa beban, “ada hal yang harus kau ketahui tentang kakak keduamu, Liu Wei.”Bai Xiang menegakkan duduknya. Sejenak ia menebak kalau gurunya akan memberikan penjelasan mengenai Kakak Keduanya dan perempuan di gerbang kemarin malam.“Liu Wei sudah menikah. Aku perlu memberikan penjelasan padamu karena itu menjadi tugasku. Kau dan Liu Wei sudah bersama sejak kecil. Aku tak mau kau merasa menjadi orang terakhir yang mengetahui pernikahan kakakmu itu.”Tebakannya benar. Bai Xiang terdiam. Ada sesuatu di dadanya yang mencelos, meski wajahnya berusaha tetap datar.Jin Peng melanjutkan ceritanya dengan nada tenang. Enam bulan setelah kepergian Bai Xiang meninggalkan pergur

  • Ketika Dendam Berujung Cinta   Bab 1

    Bai Xiang kecil duduk di meja kayu reyot di ruang tengah. Jemarinya yang mungil sibuk memetik kelopak bunga liar, menatanya dengan hati-hati hingga membentuk lingkaran kecil yang mirip mahkota. Senyum polos menghiasi wajahnya yang belum mengerti apa itu duka.Namun suasana tenang itu seketika pecah. Suara langkah tergesa, berat, bahkan seperti tersandung, bergema dari luar rumah. Pintu berderak keras terbuka.Ibunya masuk dengan nafas terengah.Bocah itu tertegun. “Ibu?” tanyanya pelan, kepala mungilnya menoleh ke arah pintu.Wanita yang sudah kehilangan kemampuan bicaranya itu masuk dengan wajah pucat, matanya merah basah. Tangan kurusnya segera menggenggam jemari mungil Bai Xiang erat.“Ibu, kenapa—”Ia tidak menjawab namun genggamannya makin mengerat. Ia menyeret putrinya ke kamar, lalu mengangkat tubuh mungil itu ke dalam keranjang rotan besar tempat menyimpan kain.“Ibu, Xiang’er takut ... ada apa ibu?” Mata bocah itu berkaca-kaca.Wanita itu meraih wajah anaknya dengan kedua ta

Más capítulos
Explora y lee buenas novelas gratis
Acceso gratuito a una gran cantidad de buenas novelas en la app GoodNovel. Descarga los libros que te gusten y léelos donde y cuando quieras.
Lee libros gratis en la app
ESCANEA EL CÓDIGO PARA LEER EN LA APP
DMCA.com Protection Status