Share

Ketika Istri Tua Suamiku Hamil
Ketika Istri Tua Suamiku Hamil
Author: Oscar

Part 1

Author: Oscar
last update Last Updated: 2022-07-05 18:32:47

“Mas, akhirnya aku hamil, Mas. Aku hamil.” Tanpa sengaja aku mendengar ungkapan kebahagiaan dari Mbak Silvi.

Tadinya aku bermaksud mengetuk pintu untuk  memberitahukan bahwa makan malam sudah siap. Namun belum sempat tanganku mendarat di pintu, terdengar lagi suara itu.

“Sebaiknya kamu ceraikan saja Delima, Mas. Kita udah nggak butuh dia lagi.”

Deg!

Astaghfirullah alaziim. Kenapa sampai hati dia mengatakan hal sekeji itu. Padahal dia sendiri yang memohon dan memaksaku agar mau menikah dengan suaminya. Jelas-jelas aku dan Mas Raka sama-sama sudah menolak dan menganggap permintaan dia itu terlalu berlebihan dan tidak masuk akal.

“Apa-apaan kamu, Silvi. Jangan seenaknya saja kalau ngomong. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Apa kata  keluargaku nanti? Juga bagaimana dengan keluarganya?” Suara Mas Raka terdengar tegas menolak. Membuatku merasa sedikit lebih tenang.

“Halah. Ngapain kamu pikirin. Orang kampung begitu aja kok. Dikasi duit dikit juga udah nurut. Lagian kan kalian belum melakukan malam pertama. Dari pada nanti ujung-ujungnya dia juga hamil. Bisa-bisa keluarga kamu malah lebih sayang sama dia ketimbang aku.”

“Ada-ada saja kamu, Silvi. Mana mungkin aku menceraikan dia, sedang kami menikah belum sampai satu minggu. Lagian kamu juga sih. Harusnya kamu periksa dulu ke dokter.”

“Mana kutahu, Mas. Aku pikir hanya masuk angin saja. Lagian aku juga nggak mau kecewa seperti sebelum-sebelumnya.”

“Tapi ya nggak bisa main cerai-cerai gitu aja, Sil.”

“Halah, sudahlah, Mas. Kamu nurut aja. Bukannya selama ini semua aku yang ngatur? Atau jangan-jangan kamu udah naksir lagi sama perempuan kampung itu, makanya kamu nggak mau menceraikan dia.”

“Jangan ngarang, Sil. Mana mungkin aku jatuh cinta sama wanita selain kamu.” Suara Mas Raka tak lagi bernada emosi. Terdengar jelas kalau dia begitu mencintai istrinya. Hingga mau menuruti segala apa yang diinginkan oleh wanita yang kuanggap baik selama ini.

Aku berjalan gontai ke kamar. Membatalkan niat untuk memanggil dan mengajak mereka makan malam. Menangis menahan perih.

Teringat saat pertama kali Mbak Silvi datang ke rumah Ibuk di kampungku. Sebenarnya Mbak Silvi juga berasal dari kampung yang sama, hanya saja rumahnya lebih dekat ke arah kota.  Atas saran seseorang, dia datang dan tiba-tiba saja melamarku.

“Maaf, Mbak. Saya tidak bisa. Mana mungkin saya menikah dengan laki-laki yang sudah beristri. Saya nggak mau dicap sebagai pelakor.” Aku menolak tegas.

“Enggak akan ada yang ngomong seperti itu, Delima. Mbak Ikhlas.”

Aku tak mengerti dengan wanita ini. Dia tidak terlihat seperi ahli agama. Memakai hijab pun tidak. Tak mungkin rasanya dia mengizinkan suaminya menikah lagi atas dasar menunaikan sunah agama. Dia pun masih terlalu muda dan juga terlihat sehat. Pasti masih sanggup melayani suaminya dengan baik.

Lalu ia pun mulai menangis dan menceritakan apa sebenarnya maksudnya. Sudah sepuluh tahun dia dan suaminya menikah. Namun belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Katanya dia ingin sekali memiliki momongan.

“Kenapa nggak mencoba mengadopsi aja, Mbak? Banyak anak yatim piatu yang juga membutuhkan kasih sayang dari orang tua seperti Mbak dan suami Mbak.” Ada rasa iba di hatiku mendengar keluhannya. Semua wanita pasti ingin merasakan menjadi seorang ibu.

“Pernah juga terlintas pikiran seperti itu, Delima. Tapi suami Mbak itu merupakan anak laki-laki satu-satunya. Keluarganya takut tidak akan ada penerus dari keluarga. Sedangkan adik dan kakaknya perempuan semua.”

*

“Kamu benar-benar ndak mau menerima lamaran wanita itu, Nduk?” Bue bertanya malam harinya.

“Ada-ada saja pertanyaan Bue. Emangnya Bue mau, anak gadisnya dicap sebagai pelakor? Nggak malu?”

“La, kan kamu dengar sendiri tadi. Istrinya sendiri yang melamar kamu untuk jadi madunya. Jadi kamu ndak merebut siapa pun. Lagi pula, Bue rasa ini jalan kamu untuk mendapatkan hidup yang lebih baik, Nduk. Bue ndak sampai hati melihat kamu terus-terusan kerja banting tulang tanpa memedulikan kesehatan demi Bue dan juga adik kamu. Menikahlah, Nduk.”

Bue tidak salah berpikiran seperti itu. Yang wanita itu tawarkan bukanlah hal yang main-main. Seratus juta untuk mahar. Cukup untuk melunasi cicilan surat rumah yang digadaikan Almarhum Bapak sebelum meninggal. Juga jaminan sekolah untuk adikku Sidik yang sebentar lagi akan masuk SMA.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Johan
bagus tetapi kurang menunjukan sisi ke aslian cerita
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part86

    "Ba_bagaimana, Say... eh,... Delima?" Mas Deni tampak takut-takut menanyakan itu padaku. Aku kembali terdiam. Masih syok dengan semua ini. Semuanya serba mendadak dan tiba-tiba. Membuatku bingung harus bertanya mulai dari mana.Lalu Mas Raka meminta sesuatu pada Mbak Silvi. Dengan senyum kebahagiaan Mbak Silvi merogoh sesuatu dari dalam tasnya. Dikeluarkan sebuah amplop ke tangan Mas Raka."Ini, Dek." Mas Raka menyodorkan kertas itu ke atas meja. Dengan ragu aku mengambil dan melihat apa isinya."I_ini?" Air mataku tumpah seketika."Iya, Dek. Itu surat cerai yang kamu inginkan. Kamu sudah bebas sekarang."Rasa di hatiku kini bercampur aduk tak menentu. Ada perasaan sedih, bahagia, juga lega."Jadi, gimana, Dek? Mas sendiri yang melamar kamu untuk Deni. Kamu mau, kan?"Aku menatap mereka semua secara bergantian. Lalu mengangguk."Iya, Mas. Delima mau.""Alhamdulilah...." Semua orang di ruangan ini mengucap syukur.*****Akhirnya hari bahagia yang dinantikan semua orang terjadi juga. M

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part85

    Mataku menghangat melihat orang-orang itu kini berdiri di hadapanku. Aku merasa ini seperti sebuah mimpi. Aku berdiri terpaku dengan air mata yang mulai mengalir.Lalu tiba-tiba saja tubuhku direngkuh dan masuk dalam pelukan hangatnya."Mama?" Aku menangis sesenggukan."Iya, sayang. Ini Mama," ucap wanita yang sudah setengah tahun ini tak pernah lagi kutemui. "Kamu sehat-sehat aja kan, Delima?"Aku makin sesenggukan melihat sikap pedulinya. Lalu aku juga merasakan tangan seseorang ikut menyentuh dan mengusap bahuku. Benarkah apa yang sedang kulihat saat ini?Aku melepaskan pelukan Mama. Lalu menatap satu persatu wajah mereka yang ikut berkunjung ke rumahku."Mbak Silvi?""Iya, Delima. Mbak datang." Wanita yang pernah menamparku saat terakhir kali bertemu ini, tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.Lalu kulihat Mas Raka dan Mas Deni tampak berdiri sejajar. Sepertinya semua orang sudah baik-baik saja. Dan mereka semua terlihat akur.Pasti sudah banyak hal yang terjadi selama aku tak a

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part84

    Biarlah hanya kami berdua yang tahu tentang semua ini. Seperti yang dia katakan, itu untuk yang terakhir kalinya. Kuberikan sebagai upah, atas apa yang dia berikan selama ini. Dengan begitu, nantinya dia hanya akan mengingatku sebagai wanita bayaran saja. Yang bisa dia cumbu tanpa hati, dan juga rasa cinta.Aku harus benar-benar terlihat murahan di matanya.*"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa tiba-tiba ninggalin Mas seperti ini?" Mas Deni begitu syok saat aku tiba-tiba datang ke rumahnya untuk berpamitan."Maafin Delima, Mas. Delima bukanlah wanita yang baik untuk Mas Deni." Lagi-lagi aku membatukan hati agar tak lagi goyah.Berbicara dengan Mama pun rasanya hati ini sudah akan luluh melihat kekecewaan di wajahnya. Apa lagi saat berbicara dengan Mas Deni. Aku harus benar-benar bisa mengendalikan diriku. Rasa sakit yang aku rasakan tak boleh terlalu nampak. Aku lebih memilih Mas Deni kecewa dan membenciku saja, dari pada harus menangis dan mengiba, memohon agar aku tetap tinggal."Sampai h

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part83

    Tanpa terasa enam bulan sudah aku kembali ke kampung. Kembali tinggal dengan Bue dan juga Sidik. Tak peduli lagi pada gunjingan tetangga dan warga sekitar atas statusku sekarang ini.Awal kepulanganku dulu, bisik-bisik mereka selalu terdengar. Katanya memang seperti itulah resiko menjadi wanita kedua. Hanya sebagai cadangan untuk bersenang-senang. Giliran bosan, pasti kembali ke pelukan istri pertama.Aku hanya diam, tak ambil pusing dengan pendapat mereka. Tak ada gunanya juga menceritakan hal yang sebenarnya. Asal Bue mengerti dan tidak terlalu memikirkannya hingga sakit, kurasa itu bukan masalah.Anggap saja memang ini adalah hukuman atas keserakahanku waktu itu. Lepas dari seorang pria beristri, malah berkhayal mendapatkan bujangan kaya raya.Tapi semua itu sudah berlalu. Tak ada lagi bisik-bisik seperti itu kudengar. Semuanya seakan lupa, dan aku bisa menjalani kehidupan dengan normal kembali.Kini aku tak perlu lagi bersusah payah bekerja dari pintu ke pintu untuk bekerja di rum

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part82

    "Kita rujuk ya, Dek?" Napasnya makin memburu di telingaku. Aku kembali menggeleng dalam tangisan."Kasi kesempatan Mas satu kali lagi untuk membahagiakan kamu, Sayang." Aku semakin menggeleng."Dek?""Kalau Mas benar-benar mencintai Delima dan ingin melihat Delima bahagia, tolong bebaskan Delima. Kalau Mas ingin balas dendam dan tidak ingin melihat Delima bahagia dengan Mas Deni, Delima akan turuti. Delima akan putuskan hubungan dengan Mas Deni dan akan kembali ke kampung. Apa itu cukup membuat Mas Raka puas?""Enggak, Dek. Bukan seperti itu maksud Mas. Mas ingin kamu bahagia sama Mas, Sayang. Kenapa kamu nggak percaya sama perasaan Mas?" Dia tampak gelisah sembari menyentuh pipiku dengan kedua tangannya. Aku hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah. Melawan pun percuma. Hanya akan membuat keributan malam-malam begini."Delima hanya ingin hubungan Mas Raka dan Mas Deni kembali baik, Mas. Jangan lagi bermusuhan seperti ini hanya gara-gara Delima. Delima bukan wanita yang pantas untuk

  • Ketika Istri Tua Suamiku Hamil   Part81

    Aku segera menarik tanganku kembali. Namun Mas Raka tak mengizinkan dan malah menahannya. Dia terlihat begitu marah. Padahal saat di bawah tadi, dia terlihat biasa-biasa saja dan tak memperdulikan.Atau, jangan-jangan Mama bercerita tentang aktivitas aku dan Mas Deni tadi. Bukan salah Mama juga. Salahku yang tak berani bilang untuk merahasiakannya dari Mas Raka."Tega banget kamu, Dek. Mas udah bilang, jangan pergi sama Deni. Kenapa kamu masih nekat juga? Malah gantiin cincin Mas dengan cincin dari dia. Kamu pikir Mas main-main dengan ancaman Mas waktu itu?""Kenapa Mas melakukan itu? Kenapa Mas nggak ngijinin Delima sama Mas Deni? Jujur aja, Mas." Aku mulai berani."Kamu masih nanya? Kamu tau sendiri kenapa Mas melakukan itu, Dek.""Kenapa?" Aku meyakinkan."Tentu saja karena Mas mencintai kamu.""Bohong!" sanggahku dengan penuh amarah. "Mas Raka bohong. Mas Raka sama sekali nggak pernah mencintai Delima.""Itu nggak benar, Dek. Mas sayang sama kamu.""Delima nggak percaya. Mas Raka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status