Jantungku berdegup kencang, sungguh di antara kita sudah tidak dibatasi jarak lagi. Kupandangi wajahnya yang datar dengan sorot mata menatap pintu. Warnanya masih sama. Putih kekuningan. Tapi kenapa tubuhku memanas dan mungkin wajahku sudah merah padam.Sungguh memalukan."Kamu tidak perlu mendengar perkataan menyakitkan mereka, Mas. Mas Surya itu hanya iri sama kamu karena berada di dekat seorang direktur utama," ucapnya sambil tetep menutup telingaku.Bahkan hembusan napasnya meniup wajahku, karena jarak di antara kita benar-benar sangat dekat."Mas tidak dekat dengan Pak Dirga, Ran. Tapi dianya sendiri kadang tiba-tiba memanggil Mas hanya untuk sekedar menanyakan kabar kamu dan Mas," jawabku jujur.Aku saja sangat heran dengan tingkah Pak Dirga akhir-akhir ini. Ya, hanya beberapa minggu ini. Karena sebelumnya aku tidak pernah diperlakukan beda. Semuanya sama.Rania terlihat kebingungan, tapi apa yang membuatnya risau seperti itu?"Tidak perlu dipikirkan, Mas tidak apa kok jika Pak
PoV RaniaBaru saja aku bahagia karena Mas Riko sudah mulai berpihak dan sadar bahwa dia mencintaiku, kini ujian kembali datang. Mama dan Ica yang tidak terima dengan sikap Mas Riko langsung melaporkannya kepada kakaknya Mas Riko.Mereka menyebutnya Surya.Tapi entah kenapa, aku merasa tidak asing dengan namanya. Kucoba untuk menanyakannya pada orang tuaku, tapi mereka pun tidak tahu.Baru beberapa jam Mama menelpon, orang yang bernama Surya itu sudah datang ke rumah kami. Wajahnya garang dan terlihat sangat licik, bahkan nada bicaranya saja akan membuat yang mendengar tidak akan nyaman.Menakutkan.Aku bukannya takut, hanya saja tidak ingin membuat Mas Riko khawatir atau curiga. Jadi aku bersikap biasa saja, takut tidak, berani apalagi.Baru saja sejam di sini, dia sudah memaki aku dan Mas Riko. Kasihan suamiku itu, baru saja ingin belajar untuk menghargaiku, menghargai seorang istri, tapi ujian kini datang lagi bertubi-tubi.Bahkan lebih kaget lagi, dia berhasil mempermalukan Mas Ri
PoV Rania "Jangankan anak, orang sampai sekarang saja Mama masih belum merestui hubungan mereka berdua. Rania itu benalu, Mama enggak suka," ucapnya lantang.Tanganku mengepal erat, beraninya Mama mengatakan hal itu pada orang luar."Wah, kok bisa sih?" Janda cantik itu pura-pura kaget, padahal aku tahu betul dia bahagia mendengar berita ini.Siapa yang tidak tahu kalau janda bernama Eli ini sudah lama menyukai Mas Riko, bahkan semenjak aku dan suamiku belum menikah. Semua warga di sekitar rumah pun sudah pada tahu."Bisalah, padahal tadinya Mama ingin menjodohkan dia denganmu, Li," ungkap Mama tidak tahu malu.Seketika aku ingin pergi ke hadapan mereka dan melayangkan tamparan beberapa kali. Tapi sayang, aku tidak berani. Walau bagaimanapun aku harus bisa menghormati Mama."Menjodohkan aku dengan Mas Riko? Aduh,s sesuatu banget," jawabnya manja.Rasanya aku ingin muntah."Benar, La. Mama hanya ingin menantu seperti kamu, wanita karir, cantik, dan pengertian," pujinya berlebih."Aku
PoV Rania Brakkk ... pintu kamar terdengar dibanting."Lihat wajah Mama, kok bentus-bentus, ya?" tanyanya panik.Tapi aku masih belum melihat, rasanya terlalu lelah untuk membuka mata. Apalagi harus mendengar keluh kesahnya.Dari awal, aku memang tidak yakin dengan produk yang ditawarkan oleh karyawan kecantikan tadi. Masa harganya murah benget. Memang satu set dua ratus ribu adalah harga biasa kosmetik bagus, tapi yang ukuran kecil. Bukan ukuran jumbo seperti itu."Rania, Ran!" teriak Mama mulai histeris. Aku yang tadinya enggan untuk menutup mata, terpaksa harus melihat bagaimana wajah Mama sampai berteriak seperti itu."Astagfirullah," gumamku pelan.Aku sungguh kaget ketika melihat wajah Mama muncul bintik-bintik merah. Ini memang kosmetik penipuan. Pantas saja aku merasa asing dengan nama kosmetik yang disebut PSG tadi. Ternyata kecurigaanku benar."Bagaimana ini, Rania?" teriak Mama lagi yang kini sudah berada di depan mataku."Rania, kok kamu malah bengong?" tanyanya histeris.
Meskipun masih sangat heran dengan perubahan Pak Dirga baru-baru ini, tapi tidak mungkin juga untuk menolak rumah yang ditawarkan begitu saja. Apalagi Rani tadi pagi sudah berpesan agar tidak menolak rezeki nomplok.Masa iya aku berbohong.Kukatakan kata Pak Dirga, kalau aku butuh waktu untuk mendiskusikannya dengan Rania, dan dia setuju.Entah kenapa semuanya terasa mudah, seolah memang sudah disiapkan untuk keluargaku. Langsung aku mengabarkan berita bahagia ini pada Rania.Anehnya, dia tidak terdengar kaget yang membuat pikiran negatif dalam pikiranku keluar.Tapi tidak mungkin juga kalau Rania berbohong.Berhubung Pak Dirga sudah memberitahu akan ada rapat malam, aku memilih untuk memberitahukan Rania kalau aku akan pulang terlambat.Tapi belum ada satu jam, Rania sudah menelpon beberapa kali ke nomor ponselku. Dia mengabarkan kalau Mama akan dibawa ke klinik kecantikan untuk melakukan pemeriksaan.Tentu saja aku terkaget.Apa yang terjadi dengan Mama?Segera aku meminta izin untu
"Mas, jika kau mau ceraikan aku, ceraikanlah. Kau tidak perlu repot-repot mengantarkan aku pulang ke rumah, aku bisa pulang sendiri," ucap Rania di kala keheningan seakan menampar harga diriku sebagai seorang laki-laki."Untuk apa kau bicara seperti itu?" tanyaku kesal. Enak sekali dia bicara begitu tanpa mempedulikan aku sebagai suaminya. Aku memang berniat untuk menceritakannya, tapi kan talak saja belum aku ucapkan.Lagian hati ini masih berat untuk melepaskannya. Jadi apa aku minta saran sama Mas Surya ya? Rasanya aku bingung jika harus mengambil sikap sendiri. Takut salah."Aku hanya memberikan jalan yang mudah untukmu, Mas. Bukankah kau sedang berpikir bagaimana cara menceraikan dan mengantarku pulang?" Rania menatapku dengan sorot mata yang tajam.Katanya shalihah, tapi matanya saja seperti mau melukaiku. Lebih tajam dari pisau."Cerai saja belum, kapan aku bilang akan mengantarmu pulang,” ucapku jengkel. Bisa-bisanya dia mengatakan hal itu dengan lancar.Apa Rania sama sekali
Mas Surya yang mendengar pertengkaran kecilku dan Rania menatap kami bergantian. "Kamu jangan ganggu dia dulu, sana kalau mau marah-marah," protesnya terlihat kesal.Sekarang aku lebih membeku. Kenapa Mas Surya sampai berkata seperti itu hanya untuk Rania?"Kamu jangan salah faham, Mas seperti ini karena tidak ingin ada perdebatan," ralatnya. "Kamu itu laki-laki, Riko. Jadi harus punya pemikiran yang panjang dan tidak sembarangan dalam bertindak," lanjutnya menasehati.Tapi aku enggan untuk menjawab dan lebih memilih memperhatikan Rania yang sedang memasak. Ternyata dia sangat mahir. Kenapa selama ini aku tidak tahu?"Kau terkejut bukan dengan kepintaran Rania dalam memasak?" tanya Mas Surya di tengah lamunanku."Biasa saja.""Jangan bohong kamu, Riko. Mas tahu setiap apa yang ada di pikiranmu," desisnya."Mas pikir saat kamu selalu membela Rania itu karena sudah tahu seluk-beluk istrimu dan semua yang bisa dia lakukan atau tidak, tapi ternyata ... sangat mengecewakan," cibirnya.Ck
"Cerai sajalah, Rania tidak berhak punya pasangan lembek sepertimu," ucapnya sok tahu.Siapa juga yang lembek, aku kuat. Cuman aku lemah kalau dia minta cerai. Meskipun Mama terus saja mendesak untuk memulangkannya, tapi aku belum siap.Terlalu berat.Aku juga bingung dengan sikap Mas Surya yang tiba-tiba baik sama Rania. Padahal selama ini selalu marah-marah dan sering mengancamnya juga."Kenapa Mas selalu ikut campur?" tanyaku tajam, mungkin ini kali pertamanya aku berkata dengan nada seperti ini."Karena Rania berhak bahagia!" serunya sambil mendorongku agar bisa masuk ke dalam.Kecurigaanku semakin besar kepada Mas Surya kalau Rania adalah perempuan idamannya. Dulu ia pernah mengatakan padaku kalau perempuan idamannya itu yang sederhana, cantik alami, dan pintar mengolah bahan makanan.Alasannya klasik, katanya agar ia selalu punya istri yang cantik, meskipun sedang tidak punya banyak uang, dan juga agar bisa menerima kerja keras seorang suami.Jangan-jangan Mas Surya berniat untu