Langit yang sedari tadi tampak mendung manahan daya serap awan yang semakin berat akhirnya merasa lelah juga. Menumpahkan titik-titik air hujan yang mulai membasahi jalanan ibu kota. Debu-debu yang semula menumpuk menutupi jalanan beraspal kini menghilang seolah tersapu oleh air hujan dan memunculkan bau yang terasa sangat menyengat di dalam hidung.
Orang-orang yang semula berlalu-lalang di tengah jalan mulai menepi mencari tempat yang sekiranya nyaman untuk berteduh. Begitu juga beberapa motor yang sedang melaju, banyak diantaranya yang ikut menepi karena sang pengendara lupa tidak membawa jas hujan. Udara dingin mulai menyeruak menusuk ke sela-sela pori terdalam. Satu kesalahan lagi yang dilakukan oleh Rania kembali membuatnya menyesal. Sejak awal dia berangkat ke kota ini, dia lupa tidak membawa jaket ataupun payung. Rasa paniknya membuat dirinya tidak berfikir sampai ke arah situ.
Alhasil Rania pun ikut berkumpul bersama orang-orang yang sedang menghindari air huja
“Halaaaahh, semua pencuri kalau sudah tertangkap pasti bilangnya terpaksa. Udah kita seret saja pencuri ini ke kantor polisi sekarang,” teriak laki-laki lainnya.Salah satu laki-laki yang posisinya paling dekat dengan Rania langsung menarik tangan gadis itu dengan kasar hendak menyeret tubuh Rania. Gadis itu pun memberontak, mencoba melepaskan tangannya dari genggaman laki-laki itu yang dirasa sangat menyakitkan. Bukan hanya rasa sakit di tangan saja, namun juga rasa sakit di dalam hatinya.“Ampun, Pak. Jangan bawa saya ke kantor polisi.”Rania terus saja memohon. Dia terus berusaha menggerakan tangannya agar bisa terlepas dari genggaman laki-laki itu. Air matanya pun sudah tak terbendung lagi. Tiba-tiba saja seorang ibu-ibu paruh baya berjalan mendekati wanita itu danPLAKIbu itu pun mendaratkan sebuah tamparan yang sangat keras kepada Rania, membuat bibir wanita ini sobek dan berdarah.“Pencuri wanita seperti
Beberap tahun yang lalu.Pada suatu malam yang sangat mencekam karena sang langit tengah menurunkan hujan yang sangat deras ditemani halilintar yang berbunyi berkali-kali. Di salah satu daerah di kota B, tepatnya di sebuah panti asuhan yang bernama Panti Asuhan Generasi Mandiri, semua anak sudah tertidur dengan sangat lelap sedari tadi. Bisingnya air hujan yang jatuh di atas genting nyatanya tidak membuat para anak-anak panti itu terbangun dari tidurnya. Mata mereka tetap saja tertutup seolah sedang asyik bermain di dunia mimpi sampai tidak sadar dengan apa yang terjadi di dunia nyata.Lain halnya para anak-anak, lain juga dengan orang dewasa. Di rumah panti itu kebetulan ada tiga orang manusia dewasa yang tinggal disana. Agung, sang pemilik rumah panti, Nayla istrinya, dan Reni adik dari Nayla. Usia Reni masih muda. semenjak orangtuanya meninggal gadis ini ikut tinggal bersana sang kakak dan kakak iparnya sambil mengurus anak-anak panti itu. Selain membantu sang kakak
“Ren, tolong jaga anak-anak ya! Mbak mau ke pasar dulu sebentar,” ucap Nayla kepada sang adik yang masih sedang sibuk menata makanan di atas meja makan. Iya, mereka baru saja selesai memasak sarapan untuk anak-anak semua. Sedangkan Agung sudah berangkat dari subuh ke tempat kerjanya karena sedang menyiapkan proyekan di luar pulau bersama atasannya.“Iya Mbak. Mbak hati-hati di jalan.”Dengan berbekal sebuah keranjang sayur yang dia pegang, Nayla pun berangkat ke arah pasar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Seperti layaknya pasar-pasar tradisional lainnya, setiap pagi pasar itu pun selalu saja padat oleh para ibu-ibu yang hendak berbelanja bahan masakan.“Loh Mbak Nayla, si cantik gak diajak lagi?” tanya salah satu pedagang sayur langganan Nayla.“Gak Mbak. Anaknya gak mau ikut lagi katanya,” jawab Nayla sambil tersenyum.“Wah, susah ya Mbak mengurus anak yang tertutup seperti itu?&
“Minumlah.” Dimas menyodorkan sebuah minuman kepada Rania yang saat itu masih duduk sambil tertunduk. Badannya masih saja bergetar merasakan sakit akibat banyaknya luka di sekujur tubuhnya. Walaupun saat ini air matanya sudah tidak lagi mengalir, akan tetapi gadis ini terus saja terdiam tanpa bersuara, melamun, pikirannya terbang jauh entah kemana. Setelah kejadian itu, kejadian yang hampir saja membuat Rania diseret masuk ke kantor polisi dan akhirnya membuat Dimas harus membawanya ke klinik terdekat, kini mereka berdua pun duduk berdua di sebuah kafe and resto sederhana yang ada di sekitaran rumah sakit tersebut untuk menenangkan diri. Karena tidak mendapatkan respon dari wanita di hadapannya, Dimas pun menyimpan minuman itu di atas meja sedangkan dia mendudukkan badannya di kursi tepat di depan Rania. Sedikit meneguk minuman pesanannya lalu kembali menatap wajah ketakutan sahabat sekaligus cinta pertamanya itu. Cinta pertama? Iya, Dimas sudah berteman dengan
Malam itu hujan disertai angin dan juga petir menyambar sangat kencang. Malam itu langit benar-benar sangat gelap, tak ada setitik cahaya pun disana. Sinar rembulan ataupun gemerlap bintang seolah bersembunyi karena takut dengan garangnya awan hitam di malam hari. Semua pintu dan jendela di setiap rumah sudah terkunci dengan rapat. Para penghuninya pun lebih memilih untuk segera membaringkan badannya di atas tempat tidur dan memejamkan matanya, berharap saat mereka bangun, hujan deras itu sudah berhenti.Semua anak-anak di panti asuhan sudah tertidur. Bahkan Reni pun sudah berpetualang di alam mimpinya. Hanya Nayla saja yang masih terjaga. Dia duduk bersimpuh dengan balutan mukena berwarna putih dengan tangan yang terus memutar bulatan-bulatan tasbih. Bibirnya tak henti melafadzkan dzikir dan sholawat nabi. Mencoba mengetuk pintu langit ke tujuh untuk meminta keselamatan kepada Sang Maha Pemilik Kehidupan bagi sang suami yang kini sedang dalam perjalanan dinas ke luar pulau.
Sebuah biduk rumah tangga bisa diibaratkan dengan sepasang laki-laki dan perempuan yang sedang menaiki sebuah perahu kecil dengan masing-masing memegang dayung di tangannya. Mereka harus bekerja sama, mendayung ke arah yang sama dan dengan kecepatan yang sama agar perahu tersebut dapat melaju dengan aman.Jika sang laki-laki mendayung ke arah depan sedangkan sang wanita mendayung ke arah belakang, bisa dipastikan kalau perahu itu tidak akan bergerak sama sekali. Begitu pula jika salah satu dari pasangan tersebut mendayung dengan cepat sedangkan salah satunya mendayung dengan lambat, sudah bisa dipastikan pula kalau diantara mereka tidak akan seimbang. Satu orang akan merasa lelah dan satu orang lagi akan merasa bosan. Bahkan tak jarang perahu tersebut akan mudah terjungkir karena tidak seimbang.Namun terkadang ada juga yang lebih menyakitkan. Saat sepasang suami istri sudah melajukan perahu rumah tangga mereka sampai ke tengah laut, salah satu dari mereka harus
Tiga hari pun telah berlalu. Hari ulang tahun Umi Nayla berjalan dengan sangat lancar. Sebuah pesta kejutan yang sederhana namun sangat berkesan telah diciptakan oleh Dimas, Rania dan juga anak-anak panti yang lainnya. Reni juga ikut membantu. Dia bertugas mengajak sang kakak keluar rumah agar anak-anak bisa mendekor rumah panti dengan beberapa pernak-pernik hiasan. Nayla benar-benar sangat terharu dengan apa yang sudah mereka lakukan untuknya. Selama ini dia bukannya tidak mau menerima kenyataan atau tidak mau bersyukur atas apa yang dia punya saat ini, namun namanya juga manusia. Ketika dia sedang sangat merindukan seseorang yang dia tahu tidak akan bisa bertemu kembali dengannya, disaat itulah hatinya menjadi hancur. Nayla sadar kalau dirinya salah karena terkadang selalu larut ke dalam kesedihan secara berlebihan. Hingga dirinya melupakan kalau dia masih memiliki sebuah tugas yaitu mengurus para anak-anak panti yang kini telah menjadi tanggungjawabnya. Di
Tepat pukul 10 malam, mobil yang dikendarai oleh Dimas pun telah sampai di gerbang utama kota B. Sepanjang perjalanan selama 5 jam lamanya itu, mereka lewati dengan kesunyian. Baik Rania maupun Dimas tidak ada yang berbicara sama sekali. Semua terlalu asyik dengan pikiran mereka masing-masing.Dimas melihat tidak banyak yang berubah dari kota itu dari sejak kepergiannya waktu itu. Kota B masih tetap saja ramai walaupun tidak seramai kota J yang merupakan ibu kota negara. Sekilas Dimas melamun, membayangkan bagaimana riang dan menyenangkannya masa kecil dirinya di kota itu. Bermain bersama gadis yang kini sedang duduk di sampingnya ini, berjalan-jalan ke pasar malam bersama seluruh anak panti asuhan dan juga Kak Reni sebagai pengawas mereka. Ah, rasanya baru kemarin dirinya bersenang-senang tanpa beban. Kini semuanya sudah berubah. Mereka sudah tumbuh menjadi dewasa dan sudah memiliki permasalahan hidup masing-masing.Walaupun Dimas sudah lama tidak menginjakkan k