Wajah Celeste memerah, ekspresinya berubah marah pada sang ayah.
"Papa! Apa kau sadar dengan apa yang kau ucapkan?!" seru Celeste.
"Memangnya apa yang salah dari ucapanku, Celeste?" Armando balik bertanya tanpa rasa bersalah.
"Papa mencoba menjualku pada pria gendut menjijikkan itu!" sembur Celeste marah.
"Hahahaha! Apa maksudmu, nak? Pikiranmu terlalu jauh!" balas Armando tertawa terbahak-bahak.
Celeste memandang ayahnua dengan sengit seraya memutar bola matanya.
"Tentu saja aku tak menjualmu! Pikiran macam apa itu? Aku menyuruhmu menikah dengannya, sayang. Me-ni-kah! Secara RESMI," jelas Armando dengan menekankan kata 'resmi'.
"Sama saja, papa. Apa bedanya?!"
"Tentu saja beda, sayang. Jika aku menjualmu, kau hanya akan menjadi simapanannya. Sedangkan jika kau menikah, kau akan dikenal semua orang sebagai istri Walikota," jelas Armando seraya tersenyum puas.
"Kau gila, papa. Aku anggap pembicaraan ini tak perna
"Sayang, aku tahu kau pasti akan terkejut dan tak mempercayai apa yang akan kusampaikan ini. Tapi, apa yang aku ucapkan padamu nanti adalah kenyataan sebenarnya," ucap Juan berhati-hati. "Oh, Juan. Cepat katakanlah apa itu? Kau membuatku sangat takut!" desak Celeste tak sabar. "Aku... Sebenarnya aku adalah putera dari Dominica 'Don' Maximo, mafia terbesar penguasa Sicilia," ucap Juan dengan suara pelan. Ia diam dengan kepala menunduk menunggu reaksi dari gadis yang dicintainya itu. Juan menunggu, namun tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir gadis dihadapannya itu. Juan memberanikan diri melihat Celeste dan terhenyak saat melihat sebuah senyum kecil tersungging diwajah cantik gadis itu. "Sayang, kau... tersenyum?" tanya Juan tak mengerti. "Ya. Aku memang tersenyum. Apakah aneh?" Celeste balik bertanya. "Ti-tidak. Hanya... aku tak mengerti. Mengapa kau tersenyum? Bukan ini reaksi yang kubayangkan," jawab Juan jujur.
Celeste pulang dalan suasana hati ceria. Ia masuk kekamarnya sambil bersenandung, benaknya dipenuhi bayangan hal-hal indah tentang dirinya dan Juan yang akan segera pergi menuju tempat kelahiran kekasihnya itu. "Papa!" seru Celeste terkejut. Armando Ferrari, ayah Celeste, tengah duduk didepan jendela kamar putri sulungnya itu. "Kau mengejutkanku!" rutuk Celeste. "Apa yang papa lakukan di kamarku?" Gadis itu berjalan mendekati lemari dan membukanya, ia hendak berganti pakaian. Armando tak segera menjawab pertanyaan Celeste. Pria paruh baya itu tetap diam namun matanya memperhatikan gerak-gerik putrinya itu. Sementara Celeste yang telah selesai memilih baju, tanpa mempedulikan sang ayah melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Tak lama Celeste keluar dari kamar mandi dengan pakaian rumah yang terlihat nyaman. Ia mendekati sang ayah yang masih ditempatnya, namun kini pandangan Armando
Pagi itu Juan bangun dengan wajah cerah, secerah cuaca diluar. Pria itu turun dari ranjangnya lalu melangkah mendekati jendela dan membukanya. Udara pagi yang segar langsung menyambutnya. Juan menarik napas dalam-dalam, memenuhi paru-parunya dengan udara pagi. Lalu ia tersenyum dengan senyuman khasnya yang mampu membuat wanita manapun meleleh. "Ini harinya," gumam Juan. Pria itu menatap langit dengan sendu, "ah, akhirnya aku akan kembali ke tempat asalku. Meninggalkan mimpiku menjadi seorang pemusik profesional." "Jangan menyesalinya, Juan." Ia menegur dirinya sendiri. "Tentu saja kau harus kembali, papamu membutuhkanmu. Nyawanya berada dalam bahaya." "Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan dilakukan paman dan putranya. Mereka akan melakukan apapun demi menguasai tahta Maximo." Juan menarik napas panjang. Menyayangkan perebutan kekuasaan yang dilakukan adik ibunya itu. Padahal jika ia membicarakannya baik-baik, ayahnya mungkin akan m
Angelo terpana melihat tindakan cepat sang penerus tahta Maximo. Sedetik kemudian ia tersadar dan bergegas masuk kedal mobil satunya bersama anak buahnya. "Tunggu apalagi? Segera ikuti tuan Juan!" perintah Angelo gusar. Mobil yang dikendarai Angelo dan anak buahnya pun melaju dengan kecepatan tinggi, berusaha mengejar mobil Juan yang jauh didepan sana. Sementara itu, Juan mengendarai mobilnya dengan rasa cemas yang amat besar. Sepanjang perjalanan menuju rumah Celeste, ia terus berdoa agar tak terjadi apa-apa pada kekasihnya itu. Dari awal ia memiliki perasaan aneh tentang Armando Ferrari. Walaupun dia adalah ayah dari Celeste, kekasihnya, tapi tak menutupi ada sesuatu yang mencurigakan dari pria itu. Pernah, suatu kali Juan menyampaikan kecurigaannya pada Celeste tentang Armando, ayahnya. Namun gadis itu justru tertawa geli mendengar kecurigaan yang disampaikan Juan. "Sayang, dia papaku. Tidak mungkin dia akan mencelakakanku. Sebalikn
Angelo dan anak buahnya yang baru tiba di kediaman Ferrari mengurungkan niatnya untuk berhenti saat melihat mobil yang dikendarai Juan kembali berjalan. "Sialan! Mau kemana dia!" umpat Angelo. "Cepat ikuti! Kali ini jangan sampai ketinggalan lagi!" perintah Angelo pada salah satu anak buahnya yang menyetir. "Mau kemana kau, tuan Juan? Waktu kita tak banyak lagi, tuan Dominica sangat menunggu kedatanganmu," gumam Angelo cemas. Sementara itu di mobil yang dikendarai Juan, pria itu tengah menatap jalan didepannya dengan mata berkilat-kilat marah. "Armando, ternyata kecurigaanku selama ini kepadamu benar adanya," geram Juan. Ia mencengkram erat kemudinya hingga buku-buku jarinya memutih. "Jika terjadi sesuatu pada Celeste... Akan kupastikan kau menyesal karena telah melakukan hal itu pada gadis yang kucintai." Dengan gigi gemeretak, Juan melontarkan ancamannya pada Armando Ferrari. Dengan tidak sabar, Juan kembali menginjak gas mob
Juan terkejut mendapati kedua tangannya dicengkram erat dan ia diseret menjauhi rumah Walikota Alonzo oleh dua penjaga tersebut. Ia lalu meronta berusaha melepaskan cengkraman tangan kedua penjaga tersebut dari tangannya. Namun tenaga kedua penjaga itu ternyata lebih kuat dari tenaga Juan. Ia cukup terkejut mendapati hal itu. "Lepaskan tangan kalian! Jangan berani-berani mengusirku dari sini! Aku harus bertemu dengan Walikota Alonzo!" seru Juan seraya mencoba melepaskan diri. "Kau tidak bisa bertemu Walikota Alonzo! Pergilah! Sebelum kami benar-benar menghubungi polisi!" ancam salah satu penjaga yang berkulit gelap. "Tidak! Aku tidak akan pergi sebelum bertemu di Alonzo sialan itu!" tolak Juan mentah-mentah. "Alonzo! Walikota Alonzo! Keluarlah kau! Jangan bersembunyi seperti pengecut!" Juan berterial sekuat tenaga, menyebabkan keributan disana. Beberapa pejalan kaki serta pengendara yang melintas disana semuanya melihat kejadian terseb
"Aku tak peduli! Yang penting aku dapat menyelamatkan kekasihku!" seru Juan keras kepala. "Arrrgghhh! Sialan!" umpat Angelo seraya membuang muka. DUGGG!!! Angelo melayangkan tinjunya kearah perut Juan, hingga tubuh pria itu tertekuk. Wajah Juan meringis kesakitan merasakan tinju Angelo yang kuat. "Ah, apa yang kau lakukan, Angelo?" tanya Juan menahan sakit. "Aku sudah bilang, jika kau tidak menurut aku akan menggunakan kekerasan!" hardik Angelo tajam. "Tapi ini bukan saatnya kau melalukan ini padaku. Aku harus menyelamatkan Celeste. Tolong bantu aku," pinta Juan. "Apakah ada buktinya jika gadismu ada disini, tuan Juan? Tidak, bukan? Ini semua hanya dugaanmu!" tuduh Angelo. "Tidak! Ini bukan hanya dugaanku saja! Aku sudah lama mencurigai Armando Ferrari, ayah Celeste, begitu juga dengan Walikota Alonzo. Aku yakin, Celeste pasti ada disuatu tempat di rumah ini!" Juan bersikeras agar Angelo percaya ucapannya.
"Tentu saja, tuan Ferrari! Aku telah siap dari tadi!" jawab Walikota Alonzo antusias."Kau tahu? Aku sudah tak sabar untuk melihat hadiahku," bisik Walikota Alonzo ditelinga Armando yang disambut kekehan pria itu."Mari, pak walikota. Jangan berlama-lama lagi, aku akan tunjukan hadiahmu," balas Armando dengan senyum lebar.Keduanya lalu beranjak menuju ruang bawah tanah rumah Walikota Alonzo yang tersambung dengan jalan masuk utama. Keduanya menuruni tangga menuju ruang bawah tanah dengan perasaan masing-masing.Armando tak sabar lagi untuk memulai pembangunan yang dijanjikan Walikota Alonzo padanya sebagai imbalan hadiah yang akan ia berikan pada pria gendut itu.Sementara Walikota Alonzo sibuk mengatur debaran jantungnya yang berdegup kencang. Sama tak sabarnya dengan Armando, menantikan secantik apa hadiah yang dibawa pria disampingnya ini.Sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat didepan pintu masuk yang tersambung dengan ruang bawah t