"Jadi, maksud kedatanganmu kesini sebenarnya untuk apa?" Roy melipat kedua tangannya santai, pandangan laki-laki itu terus saja memperhatikan gerak-gerik Elisa yang cukup kaku, mungkin wanita itu tengah mempertimbangkan apa yang ia minta, atau mungkin...entahlah.
"Ini nggak ada hubungannya sama aku ya, Kak? Aku hanya kasian sama Rey, tiap hari nungguin kamu, apalagi kalau akhir pekan."
Elisa masih saja mengelak, padahal ia juga ingin sekali laki-laki di depannya itu pulang, dan kembali seperti dulu sebelum mereka bertengkar.
"Aku sudah bilang El, kalau aku bakal temuin Rey seminggu sekali, kecuali....?" matanya melirik ke arah wanita itu, membuat Elisa yang menyadari langsung melotot kesal.
"Kak, apa cuma itu yang ada di otak kamu? "
Rasanya dia tak percaya dengan permintaan Roy tadi, bagaimana mungkin laki-laki itu memberikan syarat yang di rasanya sangat keterlaluan.
"Tentu saja, aku laki-laki normal El, dan aku butuh itu."
Elisa ma
"jadi, maksud Anda istri saya sedang hamil?" Roy mengulangi pertanyaan untuk yang ke sekian kalinya. Menatap tak percaya pada Elisa yang ada di sebelahnya dengan pandangan sama-sama bingung."Iya, Tuan, istri Anda sedang hamil, dan usia kandungannya baru berumur empat minggu.""Apa, Dok? Saya hamil?" Elisa terlambat merespon, di raihnya hasil USG yang ia sendiri tidak paham dengan apa yang tertulis di dalamnya, "Ini beneran kan, Dokter?""Benar, Nona." Dokter pun meyakinkan sekali lagi, bahwa hasil test itu memang benar adanya."Tapi, kenapa usia kandungannya berjalan empat minggu?" Roy kembali menyahut, seingatnya ia berdamai dengan Elisa dan baru melakukan hubungan badan sekitar tiga minggu yang lalu, tapi....?Roy menatap bingung dengan penjelasan Dokter tadi, sempat ada rasa curiga dari pancaran mata lelaki itu. Bagaimana bisa?"Tidak mungkin Dokter, kami melakukannya baru tiga minggu yang lalu, ini kenapa bisa? Atau jangan-jangan----...
"Jangan lupa Kak, belikan aku somay." Isi pesan dari istrinya, membuat Roy mengernyit heran, sejak kapan Elisa suka dengan makanan itu? Bukankah yang ia tahu Elisa kurang suka dengan makanan apa saja yang berbahan ikan. Lelaki itu tidak membalasnya, tapi ia tetap membelikannya untuk Elisa.Roy memacu mobilnya kembali setelah mendapatkan apa yang di minta istrinya. Lelaki itu tiba di halaman depan dan bergegas mencari di mana keberadaan wanita itu."Bik, di mana Elisa?"Bibik yang sedang berada di dapur langsung berbalik, menatap heran sang majikan yang biasanya masih ada di kantor."Nona ada di taman belakang, Tuan.""Oh ya Bik, tolong pindahkan ini ke piring, lalu antarkan segera ke taman." Roy menyerahkan sebungkus somay yang ia bawa, lalu melangkah menuju taman belakang."Kak, kamu udah sampai?" Elisa terlihat berbinar, di letakkan ponsel yang ia pegang, lalu matanya menyipit ke arah kedua tangan suaminya. "Mana pesananku? Tidak ada kah?"
Hari-hari selanjutnya di lalui Elisa dengan sangat manis. Mereka mencoba saling memperbaiki diri dan memulainya kembali dari awal. Pernikahan mereka yang semula hanya status kini benar-benar layaknya pernikahan normal seperti biasa. Keduanya sama-sama menerima apapun kelebihan atau kekurangan dari diri mereka masing-masing."Kak, kapan kita mau jemput Rey?" tanya Elisa suatu pagi. Ini kali ketiganya wanita itu menanyakan, setelah beberapa hari yang lalu selalu Roy abaikan."Iya nanti. Kamu sabar dulu ya? Aku masih ada kerjaan penting yang nggak bisa di tinggalin." Selalu saja jawaban itu yang suaminya berikan. Sabar, sabar. Sampai kapan?"Kalau Kakak memang nggak bisa ninggalin kerjaan, bagaimana kalau aku aja yang jemput Rey sendiri?" Elisa mencoba bernegosiasi. Jika ia harus menjemput putranya sendiri, sebenarnya tidak masalah. Tapi lelaki itu yang selalu menghalanginya."Tunggu aku, El? Nanti kita pergi sama-sama." Lelaki itu terlihat sudah rapi. Di pe
"Ayo, Nak? Katanya mau ketemu Mama?" Aditya mengingatkan pada gadis kecil tentang tujuannya datang ke sini, lagi pula pria itu merasa tidak enak sendiri saat menyadari kalau ada wanita cantik di sebelah sana yang sejak tadi terabaikan keberadaannya."Tapi Alya masih pengen sama Ayah Roy," rengek bocah itu manja. Alya benar-benar terlihat enggan melepaskan lelaki itu yang sejak tadi menggendongnya."Sini sama Ayah Adit gantian, kasiah tuh Ayah Roy capek, kan sejak tadi udah gendong Alya."Gadis itu memandang wajah Roy sejenak, lalu segera bergerak turun dari gendongan lelaki itu. "Tapi Ayah janji kan, mau nengokin Mama lagi?"Roy hanya mengangguk setuju menjawab pertanyaan Alya. Sejujurnya ia kasihan dengan gadis kecil itu, tapi mau bagaimana lagi, Alina memang harus di rawat agar bisa segera sembuh.Aditya dan Alya kembali menyusuri lorong menuju kamar di mana tempat rawat untuk Alina. Keduanya sama-sama terlihat sedih melihat seorang yang sangat d
Elisa melangkah mendekati keduanya, lalu melipat kedua tangannya santai. "Sudah, nostalgianya?" ucap wanita itu sinis. Pandangannya masih tidak bersahabat pada sosok lelaki yang baru saja kemarin menyatakan cinta padanya."Kenapa kalian tidak balikan saja? Kalian cocok kok, yang satu penggoda dan satunya lagi..... PENGHIANAT!""El...!""Apa!!" Emosi wanita itu sudah memuncak, hingga ia tanpa sadar berteriak dan mengundang perhatian para penghuni tempat itu."Apa Kak Roy sengaja, ngajak aku ke sini untuk melihat keromantisan kalian berdua?""El, ini tidak seperti apa yang kamu lihat. Percayalah." Roy mendekati Elisa, meraih tangan wanita itu, namun segera di tepisnya dengan kasar."Lihat apa? Aku bukan anak kecil, Kak? Jika kalian ingin berbalikan, kenapa mengajakku kemari?" Elisa juga terlihat menangis. Bagaimana ia tidak sakit hati mendengar ungkapan Alina tadi yang menunjukkan betapa dekatnya mereka berdua."El, kumohon, berhentilah
Tiga hari berlalu, luka di tangan Rengganis sudah membaik dan hari ini dokter mengijinkannya untuk pulang. Perempuan itu bersiap-siap di bantu Arya yang sudah sejak pagi tadi datang menjemputnya untuk membereskan semua barang yang sudah di pakai selama berada di rumah sakit."Apa ada yang tertinggal?" tanya Arya saat keduanya hendak melangkah keluar. Di tatapnya wajah sang istri yang terlihat bahagia karena sebentar lagi akan bertemu dengan kedua anaknya yang selama tiga hari ini jarang ia temui."Ada."Langkah Arya terhenti, sejenak menatap ke belakang menyapu seisi ruangan yang sudah kosong. "Apa?" tanya lelaki itu bingung."Hatiku yang tertinggal. Di sini." Rengganis menyentuh dada bidang Arya, membuat sang pemilik tersenyum senang mendengarnya."Tiga hari di rumah sakit, kenapa kamu jadi pintar merayau?""Memangnya salah, merayu suami sendiri?" Perempuan itu mengerlingkan sebelah matanya, membuat sang suami gemas dan mendadak mende