Share

Klinik Pemuncak Gairah Pria
Klinik Pemuncak Gairah Pria
Author: Hare Ra

Bab 1

Author: Hare Ra
last update Last Updated: 2025-08-19 11:47:57

Tubuh Bella telentang di atas ranjang, bersinar keemasan diterpa lampu tidur. Kulitnya halus, lembap, dada naik-turun, titik kecil di tengah dadanya mengeras oleh udara dingin dan hasrat yang belum tersalurkan. Rambut panjangnya menjuntai di bantal seperti aliran tinta di kanvas. Kaki terbuka lebar, mengundang.

Indra ada di atasnya, telanjang, berkeringat. Tapi tidak panas karena gairah. Justru… karena panik.

Ia menekan pinggulnya perlahan. Tubuhnya ingin bergerak. Bella menggigit bibir, bersiap menyambut. Tapi…

Miliknya lemas.

Sekali lagi.

Bella membuka mata. Tatapannya turun ke bawah tubuh Indra, lalu kembali ke wajahnya. “Astaga… lagi?”

Indra menunduk. “Maaf…”

Kata itu begitu sering keluar, sampai rasanya hambar. Ia berguling ke samping, membelakangi istrinya, mencoba menyembunyikan wajah.

Bella menarik napas panjang. “Indra… Aku udah panas banget barusan.”

Ia tak menjawab. Tubuhnya tegang, bukan karena syahwat, tapi karena malu.

Bella mendengus. “Ck! Pantas aja bukumu nggak laku.”

Indra menahan napas. Ucapan itu menusuk lebih dari sekadar ejekan.

“Isinya cuma omong kosong soal pria jantan yang bisa bikin wanita jerit tiap malam. Nyatanya, penulisnya sendiri nggak bisa bikin istrinya basah.”

Ia tahu Bella tidak asal bicara.

Indra dulunya penulis buku erotis. Judul-judulnya laris di toko daring, isinya dipenuhi pria perkasa, tahan lama, jago membaca tubuh perempuan. Tapi itu dulu.

Sekarang? Tak satu pun dari fiksi itu tercermin di dirinya. Ia bahkan tak sanggup bertahan dua menit. Ironisnya, makin parah performanya, makin turun pula angka penjualan. Seolah pasar tahu: semua kejantanan itu cuma khayalan.

Ia sudah coba semuanya—obat kuat, ramuan herbal, sampai video panas—tapi tetap saja, saat Bella membuka kaki, tubuhnya malah layu.

Dan Bella? Semakin hari semakin tak sabar. Semakin tajam. Semakin kehilangan respek.

“Penulis cerita seks,” gumam Bella, berdiri dari ranjang. “Tapi kalah sama mainan plastik.”

Bella melangkah ke arah laci, dada bergoyang pelan. Ia membuka laci, mengambil alat ungu berkilau yang kini lebih sering menyentuhnya daripada tangan suaminya sendiri.

“Kalau kau nggak bisa menyelesaikan, biar dia saja yang ambil alih,” ucap Bella datar.

Ia kembali ke ranjang. Tanpa malu. Tanpa basa-basi. Tubuhnya menyandarkan diri ke dinding, kakinya terbuka, dan getaran halus dari vibrator mulai mengisi kamar.

Bzzzt.

Tangannya lihai. Jari telunjuknya meluncur ke antara pahanya, mengarahkan alat itu tepat ke pusat gelombang hasrat. Nafasnya mulai memburu. Dada naik turun. Pinggulnya bergerak perlahan.

“Ahh…”

Indra tidak bisa tidak menatap. Tapi semakin dia lihat, semakin ia merasa seperti sampah. Tak ada yang lebih menghina harga diri pria daripada melihat istrimu mendesah puas oleh benda elektronik—sementara dia hanya bisa terbaring, gagal, seperti boneka rusak.

Bella menegang. Tubuhnya melengkung. Rahangnya terbuka sedikit, suara tertahan. Lalu hening.

Satu menit. Dua.

Ia selesai.

Ia meletakkan alat itu di meja samping, bangkit pelan dan mengambil tisu. Tanpa memandang Indra, ia berkata, “Aku bisa gila kalau ini terus berlanjut. Setidaknya satu dari dua harus kau penuhi: uang atau kepuasan.”

Indra menggenggam selimut. Telinganya panas. “Aku… akan cari cara lagi.”

Bella menoleh. “Kau sudah coba semuanya. Jus entah apa, film biru, bahkan hipnoterapi. Gagal semua. Aku bosan lihat kau ngotot pakai cara aneh. Sekarang dengar aku—ke dokter.”

Indra memejamkan mata. Membayangkan dirinya menceritakan masalah ini ke orang asing, membuka celana, diperiksa seperti pasien impotensi tanpa harapan.

“Harga dirimu udah jatuh, Ndra. Kau cuma belum sadar,” lanjut Bella, tajam.

Ia mengambil baju tidur dan masuk ke kamar mandi. Bunyi air menyala. Indra berguling ke samping, menatap alat getar itu di meja. Alat kecil itu… sudah tiga kali lebih memuaskan Bella dalam seminggu terakhir. Sementara dirinya?

Tak satu pun.

Malam itu, Indra tidak tidur. Ia menyalakan ponsel dan membuka halaman demi halaman pencarian. Sampai akhirnya ia melihat satu link mencolok:

KLINIK VITALITAS LELAKI – Terapi Langsung, Bukan Obat, Hasil Terbukti. Dokter Wanita Berpengalaman.

Testimoni di bawahnya seperti ditulis oleh pria-pria yang hampir bunuh diri, lalu kembali jadi alfa. Semua menyebut satu hal: Dokter Salsa.

Namanya misterius. Ulasannya konsisten. Indra tak tahu kenapa, tapi tangannya mengklik.

***

Keesokan harinya…

Indra berdiri ragu di depan bangunan tua di pinggiran kota. Catnya kusam, jendelanya buram, dan di halaman hanya tumbuh semak liar serta pohon besar yang menaungi nyaris seluruh fasad.

Klinik?

Dari luar, tempat ini lebih mirip rumah terbengkalai yang cocok jadi lokasi syuting film horor dibanding pusat pengobatan.

Papan namanya kecil, nyaris tak terlihat:

“Klinik Vitalitas Lelaki – dr. Salsa”

“Kenapa sepi sekali?” gumam Indra, melirik ke sekeliling. “Kemana pasiennya yang katanya ribuan itu?”

Ia menarik napas. Tangannya menyentuh gagang pintu kaca.

Kriet.

Deritnya nyaring, mengiris udara pagi yang sunyi. Saat pintu terbuka, aroma kayu tua dan bunga kering langsung menyeruak.

Tidak ada suara. Tidak ada langkah. Tidak ada antrean.

Dan tiba-tiba…

“Selamat datang.”

Suara serak terdengar dari balik meja tinggi. Indra nyaris tersentak mundur. Bukan perawat muda dengan seragam ketat seperti di bayangannya—melainkan seorang wanita tua, rambutnya putih disanggul, wajahnya seperti guru matematika dari neraka.

Indra menelan ludah. “Tempat ini benar-benar horror…”

Matanya menangkap bagaimana tatapan si nenek langsung turun ke arah bawah perutnya—terang-terangan, tanpa sopan santun. Tatapan itu seperti menilai potensi… atau kerusakan.

“Saya antar langsung ke ruang dokter.”

Tanpa konfirmasi data. Tanpa tanya nama. Ia langsung berbalik.

Indra mengikuti, seolah terhipnotis. Langkah mereka menyusuri lorong sempit yang pencahayaannya remang. Jantungnya berdebar tak karuan, antara takut dan penasaran.

“Dokter, ada pasien baru...”

Tirai terbuka.

Sosok wanita itu muncul dari balik ruangan.

Rambutnya panjang, hitam, dan bergelombang jatuh di bahu. Kulit wajahnya bersih, riasannya tipis, hanya mempertegas bentuk alis dan bibirnya yang penuh. Bibirnya merah alami, basah, dan tampak lembap. Tatapannya langsung menusuk—dingin tapi intens.

Jas dokter putih melayang terbuka, memperlihatkan tubuh yang sangat tak biasa untuk profesinya. Di baliknya, kemeja putih ketat menempel rapat pada dua bukit dada besar yang hampir tumpah keluar. Dua kancing teratas terbuka, membiarkan belahan dadanya terlihat jelas. Bukan sekadar mengintip—tapi menyambut mata siapa pun yang berani menatap.

Rok span abu-abu tinggi menyatu dengan pinggulnya yang ramping dan padat. Kakinya jenjang, mulus, dan ditopang oleh heels hitam berkilau yang membuat setiap langkahnya terdengar mantap di lantai.

Indra terdiam. Jantungnya memompa keras. Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan, ada gerakan nyata di bawah perutnya. Spontan.

“Selamat pagi,” ucap wanita itu dengan nada rendah dan tenang. “Saya dr. Salsa.”

Indra berdiri kaku. “I… Indra.”

“Santai saja,” katanya sambil tersenyum singkat. “Silakan duduk.”

Indra menuruti. Tangannya terasa dingin. Nafasnya pendek-pendek.

Salsa berjalan pelan menghampirinya. Tumitnya mengetuk lantai tiap langkah. Tatapannya mengarah ke wajah Indra… lalu turun. Matanya menelusuri bagian dada, lalu perut, lalu berhenti di pangkal paha.

Ia tidak berpaling.

“Masalah ereksi?” tanyanya tenang.

Indra mengangguk cepat. “Iya. Belakangan… gak bisa keras, bahkan kalau sudah coba macam-macam.”

Salsa tetap diam, hanya menatapnya.

Lalu ia mendekat. Sangat dekat.

Tangannya terulur. Ia menelusuri bagian jasnya, lalu menyentuh kerah Indra, merapikannya sedikit—kontak ringan yang tak berarti apa pun secara medis, tapi membuat tubuh Indra menegang.

Napas Salsa terasa di wajahnya. Aroma parfumnya hangat dan tajam, seperti vanila bercampur kulit panas.

“Kalau kau ingin hasil cepat,” bisiknya, “aku perlu lihat langsung kondisi dasarnya.”

Ia melangkah ke arah pintu. Tanpa bicara.

Klik.

Pintu dikunci dari dalam.

Salsa menoleh lagi. Tatapannya tak berubah.

“Bukalah celanamu. Kita mulai sekarang.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 30

    “Jangan berkhayal terlalu tinggi,” kekeh Salsa.Tentu saja Salsa meremehkan Indra, bagaimana tidak? Apa yang Indra miliki untuk membebaskan Salsa dari cengkraman Bu Mike? Sedangkan hidupnya sendiri saja tidak memiliki tujuan, masih menumpang di klinik dan tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Tentu saja itu membuat Salsa merasa sangat lucu.“Apa salahnya?” tanya Indra.“Saat jatuh, sakitnya terasa kuat. Jadi, nikmati saja seperti ini. Anggap saja kamu tidak tahu apa-apa, toh kamu juga mendapatkan keuntungan yang banyak,” jawab Salsa.Indra terdiam, dia tahu dia tidak harus berdebat. Karena, saat ini apapun yang dia katakan itu hanya akan dianggap lelucon bagi orang lain, karena dia bukan siapa-siapa. Dan itu, bukan salah Salsa, tapi memang keadaannya seperti itu.“Oh ya, bagaimana dengan suster Yuli?” tanya Indra.Dia masih penasaran dengan suster tua yang ketus itu. Yang selalu menatapnya penuh dengan permusuhan, padahal Indra merasa tidak pernah menyinggungnya.“Dia itu orang keperc

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 29

    “Jadi, maksud kamu kalau kamu itu sebenarnya terikat dengan Bu Mike itu?” tanya Indra mencoba memahami.Salsa mengangguk. “Kamu tahu istilah lepas dari mulut harimau masuk ke mulut buaya?”“Iya, itu kata pepatah.”“Seperti itulah aku. Aku lepas dari mantan suamiku, aku bisa hidup tenang, bebas dan aman. Tapi, aku masuk ke lingkaran kekuasaan Bu Mike,” jawab Salsa menatap kejauhan.Indra meneguk kopinya, matanya justru sejak tadi tidak beralih dari Salsa. Dia tidak tahu kalau suara genit dan menggoda itu ternyata menyimpan luka yang dalam. Dia menyimpannya sendiri, bahkan mungkin perawatnya pun tidak tahu bagaimana penderitaannya.“Aku tidak mengerti,” ucap Indra.Salsa tersenyum. “Sebenarnya, di klinik itu bukan hanya sebagai pengobatan vitalitas pria. Tapi, ada beberapa transaksi terlarang. Suster yang bekerja bukanlah seorang dengan pendidikan perawat, tapi, mereka adalah orang yang dijual. Tidak ada yang bertahan lama menjadi perawat di sana, paling lama enam bulan. Nanti akan diga

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 28

    “Pernah kesini?” tanya Salsa.“Belum.”“Sebenarnya apa yang pernah kau lakukan di kota ini?” tanya Salsa penasaran, sebab Indra sepertinya begitu lugu dan polos.“Hanya menulis, menghadiri event dan di rumah.”“Bersama istrimu dulu tidak pernah kemana-mana?”Keduanya sedang berjalan menaiki tangga menuju villa ke atas bukit. Entah berapa anak tangga tersebut, rasanya mereka sekalian berolahraga.“Awal menikah kami hidup sederhana, penghasilanku tidak banyak. Dia juga hanya pegawai biasa, paling liburan ke tempat yang murah-murah saja. Pantai yang biaya masuknya murah, ke taman atau ke mall. Kami pasangan yang bahagia dengan kehidupan seperti itu,” jawab Indra.“Terus?”“Ketika dia naik jabatan, hidup juga berubah. Dia beli mobil, pindah ke apartemen, dan dia semakin sibuk. Sering pulang malam, dan saat weekend selalu pergi dengan alasan lembur kerja. Aku yang tidak pernah menjadi karyawan itu hanya bisa percaya saja.”Salsa menggelengkan kepalanya menatap Indra. Hidup Indra begitu nel

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 27

    “Astaga, ini gawat,” ujar Indra yang segera pindah dari atas tubuh Salsa dan kembali duduk dibalik kemudi dengan celana yang setengah turun.“Jangan biarkan mereka kabur!”“Pecahkan saja kacanya!” kali ini bukan hanya satu, melainkan beberapa orang sudah memegang batu untuk memecah kaca mobil itu.Tidak terbayang kalau orang-orang itu berhasil memaksa mereka keluar, alangkah malunya. Bisa-bisa besok mereka akan viral di internet.“Indra, lakukan!” teriak Salsa.Bruum!Indra menginjak pedal gas dengan kuat, tidak peduli lagi dengan keadaan di sekeliling dan keadaan mereka yang telanjang. Pikiran Indra kini hanya satu bagaimana caranya mereka menyelamatkan diri.Orang-orang yang berdiri di depan mobilnya lari tunggang langgang, ada yang sampai terjatuh karena takut tertabrak.“Apa ada yang tertabrak?” tanya Indra dengan tangan gemetar, ini adalah pengalaman pertamanya hampir kena grebek.Uji nyali mereka benar-benar menegangkan.“Tidak ada, mereka juga gak mau mati,” jawab Salsa yang se

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 26

    “Ah… Indra…”Suara desahan keluar dari bibir Salsa.Ciuman mereka semakin panas, tangan Indra mulai menjelajah nakal pada tubuh Salsa. Kini tanganku itu sudah berada diatas puncak gunung kembar yang kenyal milik Salsa.Salsa semakin menggelinjang karena sentuhan lembut tangan Indra. Tidak memaksa dan tidak menekan, Indra melakukannya dengan lembut. Berbeda dari yang Indra lakukan selama ini.Ciuman Indra mulai turun, mulai dari belakang telinga, leher hingga ke dada Salsa. Baju yang dikenakan Salsa pun sudah ditanggalkan. Salsa benar-benar menikmati setiap sentuhan Indra. Dan ini adalah sentuhan pertama mereka dari hati.Tangan indra terus meraba-raba, seolah seluruh tubuh Salsa tidak rela dilewatkan. Hingga akhirnya dia berhasil masuk ke inti milik Salsa yang ternyata sudah basah.“Indra, kamu hebat…” bisik Salsa.“Bukankah aku calon suami dadakan?” tanya Indra.“Kamu suamiku sekarang…” racau Salsa yang benar-benar sudah terbawa nafsu.“Iya, Sayang,” jawab Indra yang terus memainkan

  • Klinik Pemuncak Gairah Pria   Bab 25

    "Kami sudah bercerai," ujar Salsa memecah keheningan di dalam mobil yang melaju pelan menembus jalanan yang sepi.Salsa menatap lurus ke depan dengan pandangan menerawang."Kenapa tadi dia marah?" tanya Indra akhirnya. Sebenarnya, dia tidak ingin bertanya lebih jauh, karena merasa itu adalah privasi Salsa. Dia tahu, Salsa pasti mempunyai alasannya sendiri. Sama seperti dirinya yang diceraikan oleh Bella, semua pasti ada alasannya."Dia tidak terima diceraikan," jawab Salsa pelan.Indra mengangguk pelan. Dia paham seperti apa hancurnya diceraikan. Sama sepertinya dulu, rasanya sangat marah, kecewa kepada Bella."Dia biseksual dan penganut open marriage," sambung Salsa.Citt!Saking terkejutnya mendengar apa yang Salsa katakan, Indra sampai menghentikan mobil mendadak. Kakinya refleks menginjak rem, beruntungnya saat ini keadaan jalan cukup sepi. Indra menatap Salsa cukup dalam. "Kamu mau bikin aku mati jantungan berhenti mendadak gitu?" tanya Salsa mengalihkan pandangannya dari Indr

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status