Beranda / Romansa / Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda / 5. Deklarasi Si Pengkhianat

Share

5. Deklarasi Si Pengkhianat

Penulis: Estaruby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-01 22:35:47

“Jefan selingkuh sama Nindy, kan?”

Arina hampir melotot saat tiba-tiba Silvia menelpon dan langsung menyambarnya dengan kalimat pembuka yang cukup pedas. Bukannya kaget tentang fakta tersebut, Arina jelas lebih kaget sebab Silvia mengetahui hal ini.

"Hah?!" Arina bingung membalas apa dan hanya bisa mengeluarkan sepatah kata dengan ragu.

Terdengar helaan nafas di seberang panggilan, "Nggak usah ditutup-tutupin segala! Lonte satu itu sudah spill semuanya di i*******m! Dia dengan bangga go public! Memposting carrousel menjijikkan tentang hubungannya dengan Jefan!" Terang Silvia.

Arina yang juga sambil membuka w******p web di laptop lantas membuka link yang Silvia kirimkan. Menunjukkan foto di akun I*******m dengan username nindyasalsa_ yang menampakkan foto mesra antara dirinya dengan Jefano. Dilengkapi dengan caption menjijikkan seolah mendeklarasikan hubungan resmi dengan Jefan sekarang.

"Pantas saja kemarin mabuk sampai separah itu! Kenapa nggak ngomong kemarin, sih?!" Kesal Silvia lagi.

Arina sembunyikan aib mantan kekasih dan sahabatnya, tapi justru mereka yang bongkar sendiri. Ya sudah, mau bagaimana lagi?

"Ya sudahlah, nggak penting juga," balas Arina lemah. Kontra dengan kalimatnya yang seolah tak peduli.

Silvia kembali menghela nafas, “Sekarang semua juga tahu kalau Jefan sudah bersama Nindy. Mungkin teman-teman kita juga akan langsung sadar bahwa jelas Nindy adalah orang ketiga dalam hubunganmu. Tapi, nggak sedikit juga yang berpikir bahwa kamu dan Jefan sudah lama berpisah. Yah, yang tahu-tahu saja,” ujar Silvia lagi.

Arina merenung. Memang dia dan Jefan bukan tipikal yang suka mengumbar hubungan mereka di media sosial. Bahkan sejak mereka kuliah dulu pun, hanya orang-orang di sekitar lingkungan pertemanan mereka saja yang tahu pasal kedekatan keduanya.

Tapi dengan Nindya? Jefan tidak tanggung-tanggung mau debut di akun media sosial wanita tersebut rupanya. Bahkan setelah memutuskannya secara sepihak semalam.

Apa aku bilang? Nindy itu selalu berusaha menarik perhatian Jefan setiap mereka ketemu. Aku dan teman-teman yang lain bahkan sejujurnya nggak terlalu kaget saat melihat si selebgram wannabe ini posting foto dengan Jefan seperti sekarang ini,” tutur Silvia.

Arina mendengarkan dengan baik. Tapi wanita itu juga tidak bisa membalas apapun sebab masih kecewa dikhianati seperti ini.

Berarti kalian sudah putus, kan? Lebih baik begitu! Apa sih poin menariknya si Jefan-Jefan itu selain kaya karena harta orang tua? Bahkan bisnisnya sekarang juga campur tangan ayahnya, kan? Dia nggak pernah kelihatan genuine selama menjalin hubungan sama kamu, dia juga sangat arogan seolah dirinya adalah yang paling tinggi. Kamu nggak bisa lagi tutup kuping saat aku dan yang lain menasehati kamu kalau pacarmu itu orang kaya norak yang bahkan nggak bisa diandalkan sama sekali!” Silvia sampai berbuih bicara cepat dengan penuh emosi. Memang sejak dahulu Silvia adalah orang yang paling menentang hubungan antara Arina dan Jefan. Katanya sayang sekali kalau Arina harus menikah dengan lelaki anak mama semacam itu.

Arina tersenyum sedikit, dia bahkan belum menceritakan semua yang dia dengar semalam pada Silvia. Akan separah apa kata-kata yang keluar dari mulut Silvia kalau sampai dia tahu detail percakapan dua manusia itu kemarin?

Tidak munafik, Arina masih merasakan sakit yang luar biasa. Maksudnya, jalinan hubungan bertahun-tahun kandas begitu saja dan Jefan bahkan langsung punya penggantinya. Atau mungkin tidak tepat disebut pengganti, melainkan hanya sekadar wanita baru.

Setelah hampir tiga hari tanpa saling berkabar, kekasihnya secara tiba-tiba memutuskan hubungan secara sepihak. Hanya melalui sebuah pesan w******p pula. Mereka sudah sama-sama ada di usia matang, hubungan yang dijalin sejak di bangku kuliah itu juga sudah ada pada tahap saling mengenalkan keluarga dan beberapa perbincangan menjurus pernikahan. Tentu seharusnya tidak semudah itu ‘selesai’, bukan?

“Kamu baru pulang bekerja, kan? Sudahlah kita nggak usah bahas ini lagi, ya!”

Kalimat tersebut Arina ucapkan setiap kali kekasihnya mulai mengungkit-ungkit kesalahannya di masa lalu. Arina tahu, mungkin memang benar dia sendiri yang menciptakan jarak diantara mereka hingga Jefano—kekasihnya jadi sedingin ini.

“Kamu terlalu sibuk! Nggak ada waktu buat aku sama sekali!”

“Buat apa sih S2 keluar negeri? Emang harus banget kuliah diluar? Atau, emang harus banget kamu lanjut kuliah lagi? Harta keluargaku masih cukup untuk kita bahkan tujuh keturunan!”

“Aku bukannya nggak mendukung cita-cita kamu, tapi serius kamu yakin mau LDR?”

“Mamaku bilang, kamu nggak perlu bekerja setelah kita menikah! Kamu hanya perlu berada di rumah! Jadi apa yang sedang kamu perjuangkan ini?”

“Lihat? Setelah jadi dosen pun gaji kamu itu nggak sebanding dengan upaya kamu selama ini!”

“Nggak ada laki-laki manapun selain aku yang tahan akan sikap kamu yang begini!”

Arina mengusap air mata yang tiba-tiba saja meluncur deras di pipinya. Sejujurnya, rentetan perdebatan mereka itu sudah menjadi beban pikirannya beberapa bulan belakangan ini. Terutama saat Jefano benar-benar dengan tidak ragu lagi menunjukkan bahwa dia benar-benar muak dengannya.  Makan malam mereka tiga hari yang lalu bukan sebuah pengecualian. Setelah sekian lama tak bertemu, keduanya justru berada di situasi yang tak menyenangkan. Apalagi kalau bukan sebab masih mendebatkan masalah yang sama?

Dia harus mengakui, dia merasa cukup bersalah saat menolak lamaran Jefan tiga tahun yang lalu. Hari itu, Arina telah melunturkan senyuman di bibir Jefan yang sangat antusias menyiapkan kejutan lamaran. Namun Arina menolaknya sebab dia ingin melanjutkan studinya di luar negeri terlebih dahulu. Apalagi, di usia 24 itu, Arina belum merasa siap untuk menikah.

Mungkin sejak itu juga, hubungan mereka jadi lebih dingin daripada sebelumnya. Puncaknya tentu sebulan belakangan dimana Jefan jadi semakin sulit dihubungi dan ditemui. Bahkan setiap Arina mencarinya ke kediamannya, pria itu tidak berada disana. Setiap mereka bicara, ujung-ujungnya pasti akan kembali membahas ketidaksiapan Arina untuk menikah itu. Hingga gong-nya mungkin adalah semalam. Pesan putus lewat w******p.

Tapi, Arina mungkin tidak sepenuhnya bersalah. Percakapan Jefan dengan Nindy kemarin—tepat di atas ranjang yang berdecit, menandakan bahwa mungkin saja Nindy sudah berhasil mengisi posisinya di sela kerenggangan hubungan mereka. Bukan satu atau dua hari, bisa saja sudah sejak bertahun-tahun lalu tapi Arina baru menyadarinya.

Ah, betapa bodohnya dia?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   61. Mencuri Hati Dua Generasi

    "Kamu tahu bagaimana senangnya nenek saat mendengar kabar sore tadi bahwa kamu akan berkunjung dengan pacarmu?''Wajah nenek terlihat amat sangat bahagia. Dia mengamit lengan Arina, mengajaknya berjalan menuju ruang makan dan meninggalkan Askara yang mengekor di belakang."Wah, akhirnya cucuku datang juga bawa calon!" serunya ceria. Nenek itu memperagakan kembali kurang lebih isi pikirannya. Dan ya, itu terbukti dari bagaimana stadi dia memeluk Arina erat sebelum sempat gadis itu berkata apa-apa. Arina tersenyum gugup, sementara Askara hanya terkekeh, mengusap punggung neneknya pelan."Nenek sempat khawatir. Pergaulan di luar negeri bisa saja membuat orientasinya menjadi berbeda."Ucapan nenek membuat Askara yang mendengarnya jadi tersedak angin. Bisa-bisanya sang nenek mengatakan itu di depan calonnya. Sementara itu, Arina hendak tertawa tapi sungkan. Dalam hati bergumam bahwa dia cukup yakin bahwa Askara masih menyukai perempuan. At least, lelaki itu sempat 'berdiri' saat bersaman

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   60. Membawa Calon Ke Rumah Nenek

    Matahari sudah mulai condong ke barat saat Arina melangkah keluar dari gedung kampus. Beberapa mahasiswa masih tampak sibuk berdiskusi, namun pandangan Arina teralihkan pada sosok pria yang berdiri bersandar di samping mobil hitamnya—Askara. Tangan Askara melambai santai, senyumnya terangkat setengah, seolah menyimpan rahasia kecil yang ingin segera ia bagi."Udah selesai ngajar?" tanya Askara begitu Arina mendekat."Baru aja. Kamu kenapa tiba-tiba jemput?" Arina menaikkan alis, curiga namun tak bisa menahan senyum kecilnya.Seharusnya tak cukup heran sebab memang hari ini Arina tidak membawa mobilnya sendiri. Bahkan Askara pun secara tidak langsung memang menegaskan bahwa untuk beberapa hari ke depan, dia akan menemani Arina."Aku kangen," jawab Askara ringan.Terdengar sangat menyebalkan di telinga Arina, dia pukul pelan lengan Askara dan itu menimbulkan tawa ringan di wajah keduanya.Pemandangan itu jelas tidak luput dari mata orang-orang yang secara diam-diam memperhatikan. Bagaim

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   59. Ditagih

    Langkah kaki Askara terdengar mantap menyusuri lorong kantor pagi itu. Setelan jas hitam yang dikenakannya tak sedikitpun menunjukkan gelagat bahwa pria itu tengah menjadi buah bibir. Tapi sorot mata para karyawan yang menatap diam-diam cukup jadi bukti. Kabar tentang pertunangannya dengan Arina telah menyebar luas seperti api menjilat jerami.Sesampainya di ruangannya, pintu belum sempat tertutup rapat saat suara familiar menyelinap masuk.“Bos besar datang juga akhirnya,” Damian bersandar santai di ambang pintu, ekspresi jail sudah terpasang sejak awal. “Gimana rasanya jadi hot topic se-kantor, Mas Tunangan?” Ucapnya dengan penekanan di akhir kalimat.Askara mengangkat alis, tak membalas, hanya menjatuhkan map di meja lalu duduk dengan tenang.Damian tertawa pelan. “Serius, Ka! Nenekku—nenek kita, maksudku—sudah nanya tiga kali semalam. Katanya, ‘Damian, kamu tahu nggak siapa perempuan yang bisa bikin Askara akhirnya serius?’” Ia menirukan suara nenek mereka dengan lebay, membuat As

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   58. Dipanggil Rektor

    Apa maksud Askara?Kepala wanita itu terasa sudah cukup pening pagi hari ini. Bukan hanya karena dia baru ingat hari ini ada kelas pagi, tapi juga karena teka-teki yang Askara ciptakan. Bersamaan dengan kehangatan dan juga cukup banyak sorotan yang mengiringi. Siapa yang harus tahu batasnya?Arina menggeleng lanjut berjalan. Dia baru saja melangkahkan kaki ke halaman kampus ketika tatapan itu menghantamnya lebih dingin dari hembusan angin pagi. Bu Widya, dosen yang belakangan ini terlihat sangat sentimen padanya, berdiri tak jauh dari pintu lobi fakultas dengan tangan terlipat di depan dada. Mata sang dosen menatap tajam dari ujung kepala hingga sepatu yang Arina kenakan."Hm, pagi yang... dramatis ya, Bu Arina," sindirnya, senyuman kaku terpahat di wajahnya. "Tapi semoga hari ini tidak ada adegan tambahan, kampus ini kan tempat belajar, bukan panggung sinetron."Arina tidak membalas. Hanya menghela napas pelan, menundukkan kepala sedikit sambil tetap menjaga langkahnya tetap tegap.

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   57. Skenario Pagi Hari

    Arina terbangun perlahan ketika cahaya matahari yang hampir menyelinap masuk lewat celah tirai mulai menari-nari di kelopak matanya. Tubuhnya terasa hangat, lebih hangat dari biasanya. Saat kesadarannya terkumpul, ia menunduk — dan mendapati sepasang tangan kokoh melingkari pinggangnya erat, seolah menjaganya agar tak pergi ke mana-mana.Itu tangan Askara.Lelaki itu masih terlelap di belakangnya, napasnya teratur dan wajahnya terlihat jauh lebih tenang dibanding biasanya. Entah sejak kapan Askara memeluknya seperti ini, tapi jelas ia telah melakukannya sepanjang malam, menjaga Arina dalam diam, bahkan tanpa sadar.Untuk beberapa detik, Arina hanya memejamkan mata lagi, membiarkan detak jantungnya berdentum pelan menyesap kenyamanan yang asing namun menenangkan. Seakan-akan, di antara cahaya pagi yang baru menapak masuk, ia menemukan secuil rasa aman yang tak pernah ia duga berasal dari Askara.Wajahnya mendadak memerah kala ingatan tentang semalam muncul lagi. Ciuman dan bahkan sentu

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   56. Kinda 'Hot' Night

    Jemari besar Askara menari di wajah Arina, membelainya lembut saat sekaligus membawanya bergerak lebih dekat guna menyatukan ranum keduanya. Bibir mereka bersentuhan lembut. Cukup lembut untuk mengirimkan sengatan-sengatan listrik pada sekujur tubuh keduanya. Dimulai dengan kecupan tipis, perlahan meningkat menjadi sedikit lebih menuntut dan panas. Jarak yang terus terpangkas dan tubuh keduanya yang kini merapat saling mendamba kehangatan. Suara decapan ikut memenuhi heningnya malam. Sepasang insan yang kini berusaha saling mendominasi. Intensitas pergerakan yang awalnya lembut dan bergerak menjadi semakin liar. Askara dengan mudah mengangkat tubuh Arina dalam gendongannya untuk dia boyong kembali masuk ke dalam rumah. Menggeser pintu kaca di balkon dengan sebelah kakinya dan langsung mendudukkan kembali wanitanya itu diatas tubuhnya yang terduduk di sofa.Arina diatasnya, mengalungkan lengannya di leher Askara. Meraup oksigen sebanyak yang dia bisa dalam waktu singkat hanya karena

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status