Share

Kontrak Cinta si Gadis Penari
Kontrak Cinta si Gadis Penari
Penulis: JasAlice

1. Jebakan Sang Penari

“Y-ya, seperti itu, Sayang ....” desahan nikmat terus terlontar dari bibir lelaki tua yang menikmati sentuhan panas Tara di atas tubuh gempalnya. Ia sudah mengincar tubuh seksi di atasnya sejak perempuan itu memperlihatkan tarian striptis yang mengaliri berkali lipat gairah di dalam dirinya.

Lelaki yang memiliki citra baik di lingkup politik, keluarga dan terkesan agamis, semakin menikmati bibir basah Tara menyusuri leher untuk sampai di salah satu puncak kecil di sana. “Astaga ....”

Sepersekian detik. Tubuh Tara di balik dan lelaki itu langsung memagut bibir ranum sang penari. Ia menggila seraya membawa jemari tangan untuk merobek gaun satin Tara. Namun, bersama erangan lelaki tua yang menikmati remasan di bawah miliknya. Ia merasa pandangan mengabur, kehilangan kesadaran dan akan jatuh menimpa Tara jika perempuan itu tidak segera menyingkir.

“Menjijikkan,” desis Tara mengusap kasar bibirnya yang meninggalkan jejak saliva.

Sorot datar dari paras cantik yang menggunakan cuff earrings di bagian kiri itu diam sesaat. Tara menatap lekat tubuh gempal yang tergeletak di atas ranjang. Bathrobe yang dikenakan lelaki tua itu terbuka, memperlihatkan perut buncit dan celana dalam hitam. Embusan napas teratur dan pose menarik ini, menghadirkan satu tarikan di sudut bibir Tara.

Ia biarkan gaun malam itu robek hampir menyeluruh. Helaian itu masih melekat dan Tara tidak peduli selain mengambil cepat ponsel di atas nakas. Beberapa foto dan video berhasil ia abadikan. “Sebentar lagi semua orang akan tau siapa Anda sebenarnya, Bapak Bhanu Tjahyanto yang terhormat.”

Tara membuka gaun robeknya tepat di sisi pinggir ranjang. Pemandangan lelaki bodoh itu benar-benar menarik dan tidak ingin diabaikan Tara. Ia pergunakan waktu sebaik mungkin untuk membereskan kekacauan di kamar, memakai dressoff shoulder—lengan pendek, lalu meninggalkan lelaki yang beberapa waktu lalu baru saja menenggak wine dengan sedikit ramuan Tara.

Perempuan itu menyeringai puas telah berhasil memasukkan obat tidur, meskipun terlambat karena bibirnya sudah terjamah lebih dulu oleh lelaki tua tadi.

“Apa aku boleh menggantikan posisi lelaki tua itu, Nona Gistara?”

Tara membeku saat ia baru saja membuka pintu kamar, berniat bergegas keluar menuju ruang tengah. Tapi pria bertubuh atletis dengan balutan kemeja marun dua kancing teratas terbuka, dipadukan celana bahan, semakin memperlihatkan sorot memesona dari balik paras blasteran. Manik hijau itu memberikan sorot menantang. “Sayang sekali kan, kalau kamar hotel ini sudah dibayar mahal, tapi kamu justru membuat lelaki itu pingsang?”

“Menyingkir dari hadapan gue. Lo bisa tutup mulut karena kita nggak pernah ada masalah sama sekali.”

Ucapan dingin dan sorot tajam Tara, membuat Kivanc menyeringai kecil. Ini adalah pembicaraan kali pertama mereka setelah tiga kali bersitatap selama Kivanc mengunjungi Executive Club.

Manik hijaunya terus memantau bagaimana berhasrat para lelaki dan pria hidung belang saat melihat penampilan Tara. Ia terus memerhatikan perempuan itu sampai satu informasi menarik berada dalam genggamannya. “Kenapa kamu bersusah payah untuk membuat lelaki itu tidak sadarkan diri? Seharusnya kalian bercinta dan menikmati malam bersama.”

“Karena kamu tipe perempuan lajang yang menyukai lelaki beristri,” tambah pria itu.

Tara terdiam sesaat. Namun, ia berhasil menguasai ekspresi saat pria yang hanya ia ketahui namanya dari salah satu teman penari; pria asing yang menjadi anggota baru di klub ternama.

“Gistara. Perempuan yang bukan berstatus pekerja di Executive Club. Tapi mengincar lelaki beristri dan pria yang sudah memiliki status resmi bersama pasangannya. Alasan kamu menari, mendekati mereka hanya untuk menghancurkan hubungan yang dibangun mereka bersama pasangan masing-masing.” Kivanc mengedipkan sebelah mata saat tatapan Tara terkunci padanya.

Napas Tara tercekat. Kedua jemari tangan itu meremat dan membentuk kepalan tangan. Ia sudah tidak bisa memercayai kehadiran pria berkewarganegaraan asing ini, memiliki tatapan berbeda dibanding pria lain di dalam klub.

Ia sudah tahu jika dipantau dan akan berhadapan langsung dengan Kivanc.

Bahu keduanya bersinggungan ketika Tara memilih melangkah meninggalkan pria yang ia pastikan sangat berpengaruh. “Jadi, kamu memilih pergi dibandingkan menyelamatkan adik angkatmu? Flora?”

Ketukan heels yang terburu-buru itu berhenti cepat. Rambut panjang terurai yang menyembunyikan butterfly tattoo on the upper back, tersibak mengayun saat Tara berbalik. Ia melemparkan sorot tajam ketika pria tinggi di hadapannya memberikan senyum manis. “Adik angkat kamu sedang berada di rumah sakit karena menjadi korban tabrak lari. Benar, kan?”

Tara merasakan napasnya berangsur memburu. Ia menelan saliva susah payah saat Kivanc mengikis jarak mereka, mendekati Tara yang menerima umpan dengan baik. Sorot manik keduanya saling menenggelamkan pikiran mereka masing-masing.

Pria itu merogoh saku celana untuk mengambil ponsel. Jemari tangan itu dengan lincah mencari sesuatu yang diperlukannya sampai memperlihatkan di hadapan Tara. Ia puas melihat paras cantik berkulit putih itu memucat.

Adegan dari rekaman kamera tersembunyi memperlihatkan Tara dan sang politikus bermesraan di dalam kamar. “Bajingan!” pekik Tara mengambil ponsel tersebut.

Kivanc sudah lebih dulu menjauhkannya, lalu memasukkan ke dalam saku celana dengan senyum mengembang penuh kebahagiaan. Ia bisa melihat hidung mancung Tara yang kembang kempis, napas memburu dan wajah memerah. “Siapa lo sebenarnya? Gue nggak pernah memanfaatkan kehadiran lo seperti pria lain yang gue dekati. Tapi lo berusaha mengulik tentang hal pribadi gue sampai dengan piciknya memanfaatkan adik gu—“

“—aku ingin melindungi kalian berdua.”

Deg!

“Flora sudah aman setelah dia bersamaku. Karena para pria dan lelaki yang sudah kamu manfaatkan. Mereka mulai mencari keberadaan kamu yang sering berpindah tempat tinggal.”

Manik hitam itu tidak berkedip. Kivanc bisa melihat raut datar dan dingin tadi berubah sepenuhnya, tampak lebih cemas. Kalimat Kivanc menyeruak dalam hati dan pikiran Tara mengenai gadis kecil tunawicara yang sudah ia jaga seperti adik kandung.

“Mau lo apa?”

Seringai tipis terpatri di paras keturunan Jerman – Turki pria itu. “Berhenti menganggu kehidupan orang lain.”

“Mereka nggak mempunyai masalah dengan kamu. Kalian nggak saling mengenal dan kamu memang mengincar mereka, bukan uang. Kehidupan bahagia mereka kamu hancurkan. Itu dendam tersemat yang aku lihat sejak pertemuan pertama kita.”

Kedua tangan Tara terkepal kuat. Ia tidak menyangka, jika gelagat kehadirannya di klub tersebut sangat mudah dibaca oleh pria di hadapannya. “Lo nggak tau apa pun tentang kehidupan gue. Jadi, lebih baik lo pergi atau—“

Bunyi bel berulang kali menginterupsi ucapan Tara yang terpotong. Perempuan itu menoleh takut ke arah pintu luar. “Ternyata mereka datang tepat waktu,” cetus Kivanc melirik jam tangan.

Pandangan Tara teralihkan pada Kivanc yang memberikan kedipan sekilas. “Di luar sana sudah berdiri anak buah lelaki tua itu. Mereka sedang mencari Tuan yang sudah kamu berikan obat tidur.”

Manik hijau Kivanc menilik keseluruhan lekuk tubuh Tara. Wajah itu pun semakin memucat dengan tubuh kaku yang sangat kentara dilihat Kivanc.

“A-apa ya-ng su-dah l-lo la-kukan?”

“Nggak ada,” balas Kivanc cepat, tersenyum manis.

“Hanya memberitahu anak buah seorang Bhanu Tjahyanto, jika Tuan mereka ada di sini,” tambah pria itu membuat perasaan Tara mencelos.

Ia menatap redup manik hijau Kivanc, merasakan kedua lutut semakin lemas dengan dada bergemuruh cepat mendengar bel yang berulang kali dibunyikan. Bahkan, mereka di luar sana tidak segan menggedor pintu unit, sedangkan Tara berada di posisi paling terburuk yang pernah ia lakukan untuk menjebak seorang lelaki.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status