Share

03 | Meet the future wife

Keesokan harinya Serena kembali ke kantor Javier, dia bahkan tidak punya kontak Javier dan wanita yang kemarin membawakan kontrak. Jadinya dari pagi Serena hanya duduk di lobi kantor mewah itu dengan perut kosong belum sempat sarapan, menunggu Javier datang.

"Javier!" Serena memanggil Javier saat laki-laki itu datang dengan setelan jas berwarna biru gelap dan dasi berwarna hitam.

Javier menoleh kearah suara, ia berjalan mendekat kearah Serena. "Jadi?" Tanya Javier.

"Saya mau." Serena tetap datar.

"Ok," Javier tersenyum. "Silahkan." ia membiarkan Serena berjalan terlebih dahulu masuk ke lift menuju ruangannya. "Telepon Lika bilang saya tunggu di ruangan!" Javier berteriak pada resepsionisnya.

Dengan sigap dan takut resepsionis itu langsung menelpon Lika. Sementara Javier dan Serena menghilang naik lift bersama.

"Kamu kenapa teriak-teriak sih?" Tanya Serena penasaran, bagaimana seorang dengan setelah mewah, rambut rapi, sepatu mengkilat, malah berteriak-teriak pada karyawannya.

"Suka-suka saya." jawab Javier sambil bersandar memainkan ponselnya, melihat Serena saja tidak.

"Nyesel nanya." ucap Serena pelan.

Javier mendengar perkataan Serena, dia memilih tidak merespon. Tidak penting basa-basi selain untuk masalah bisnis, pikirnya.

Saat sampai di lantai yang dituju Javier keluar lebih dulu, berjalan cepat meninggalkan Serena yang mengikutinya di belakang kebingungan.

Javier berhenti di depan meja-meja karyawannya, Serena bisa melihat beberapa dari mereka langsung menunduk takut saat Javier datang. Laki-lakinya itu berkacak pinggang, menunggu sampai semua mata mengarah padanya.

"Dengar semuanya!," Teriak Javier seperti seorang prajurit padahal tidak seharusnya hubungan bos dan bawahan terasa seperti sangat hirarki. "ini calon istri saya." ia menunjuk Serena.

Serena melihat Javier, matanya membuat. Javier menaikan sebelah alisnya memberi kode agar agar Serna segera melakukan tugasnya bermain peran. Serena tersenyum kearah karyawan Javier, mereka membalas senyuman Serena dengan prihatin karena Serena harus menikahi orang seperti Javier. Dari semua yang ada di situ Serena tau tidak ada satupun yang benar-benar menyukai Javier, mereka palsu.

"Ada pertanyaan?" Tanya Javier.

Mereka kompak menggeleng.

"Bagus, kerja yang benar. Satu kesalahan, karir kalian selesai." ucap Javier mengancam, lalu masuk ke ruangannya.

"Kamu akan biayain kehidupan saya selamanya 'kan?" Serena duduk di sofa ruangan Javier.

"Siapa yang suruh duduk?" Javier bersandar di mejanya.

Serena kembali berdiri.

"Nah sekarang duduk." Javier tersenyum.

Serena mendengus kesal. "Ok sebagai permintaan pertama, saya mau paspor dan tiket ke Singapore, hotel bintang lima, biaya makan, transportasi, wisata selama satu hari plus uang jajan." Serena menatap Javier.

"Ok nanti saya bilang sama Lika," Javier membuka jasnya dan duduk di kursi kerjanya. "Baru kerja udah mau liburan aja."

"Buat adik saya."

"Hai," Lika masuk ke ruangan, menatap ke arah Serena "gak nyangka kamu mau." dan segera duduk di sampingnya.

"Oke kita mulai aja," Javier duduk di meja kopi depan Lika dan Serena, orang kaya sepertinya memang lebih suka duduk di sesuatu yang bukan yang tempatnya. "Anda jadi diri sendiri aja, biar keluarga saya gak suka sama. Semua pertanyaan jawab sejujurnya aja."

"Ok." Serena mengangguk.

"Sekarang kita ke mall." Javier keluar meninggalkan Serena dan Lika.

"Kalau seminggu setelah nikah mau cerai kamu langsung telepon aku aja, bakal aku proses secepatnya." Lika tersenyum dan menarik tangan Serena ke luar dari ruangan itu dan keduanya segera menyusul Javier. Entah apa keinginan laki-laki itu kali ini.

Mereka menuju ke salah satu mall termewah di Jakarta, tujuannya jelas menuju butik yang memang sudah terkenal di kalangan kelas atas. "Pilihin dia baju, aku tunggu di sini." Javier duduk di sofa yang sudah disediakan, segelas champagne langsung diberikan padanya.

Lika membawa Serena memilih-milih baju yang cocok dan mewah untuknya, wanita itu memang harus diubah cara berpakaiannya yang praktikal supaya lebih menyenangkan dilihat mata. Terlebih pada keluarga Wijaya.

Seorang menepuk pundak Javier, dia yang tengah fokus ke layar handphone tidak terusik sama sekali. "Kenapa?" Tanyanya tanpa menoleh.

"Vier." terdengar suara orang yang tak asing di telinga Javier.

Javier menoleh, "Jenna." ia segera berdiri, mengancing jasnya.

Jenna dan pacarnya Ray adalah salah sahabat dekat Thalita, mantan Vier. Jenna memang tidak suka dengan Vier, dari dulu dia yang meminta Thalita meninggalkan Javier.

"Nemenin mama?" Tanya Jenna.

"Nemenin pacar." Javier tak ingin terlihat menyedihkan setelah ditinggalkan Thalita, ia harus membuat kesan dia sudah move on di mata Jenna.

"Pacar?" Jenna mengerutkan keningnya.

"Iya tuh dia," Javier menunjuk Serena dan Lika yang sedang berjalan kearah mereka. "Sini sayang." Javier menarik Serena

Serena bingung, ia menahan dirinya.

"Udah sini, gak usah malu-malu." Javier memaksa dan melotot kearah Serena. "Suka malu-malu dia, untung gak malu-maluin." Javier merangkul Serena di depan Jenna dan Ray.

"Hahaha," Serena tertawa palsu, "iya kan yang malu-maluin kamu." Serena mendorong tubuh Javier kasar.

"Ah suka bercanda deh" Javier membalas dorongan Serena.

"Iya, ih." Serena mendorong Javier lagi, kali ini dua kali lebih kencang dari sebelumnya.

"Ehm, kayaknya Rena tadi mau cobain baju." Lika menarik Serena untuk ke ruang ganti, karena jika terus dorong-dorongan dengan Javier lama-lama bisa terjadi baku hantam dalam butik tersebut.

"Suka bercanda dia." Javier tertawa sambil melihat kearah Jenna dan pacarnya yang tercengang melihat kelakuan Javier dan Serena.

"Gak lucu ya?" Javier bertanya pada keduanya.

Mereka kompak menggeleng.

"Ok." Javier diam menunggu Serena kembali karena keadaan mulai canggung. "Awkward" ucapnya pelan.

Tak lama Serena keluar, dengan pakaian yang baru saja dipilihnya bersama Lika. Awalnya ia tak percaya diri tetapi Lika meyakinkannya bahwa Serena akan bagus jika memakai itu. Javier terpaku saat melihat penampilan Serena yang sangat cantik, ia mengusap wajahnya dan kembali bersikap normal karena tak ingin Serena atau Lika tau dirinya terpesona.

"Cantik banget." ucap Javier pelan sambil tersenyum dan berjalan kearah Serena.

"Ehm, makasih." Serena berusaha bersikap lebih baik karena Lika barusan mengomel panjang jika seperti tadi mereka akan ketahuan hanya berpura-pura.

Javier berdiri dekat sekali dengan Serena, ia tersenyum. Senyum yang Serena tak pernah lihat selama dua hari mengenal laki-laki itu. Tangan dingin Javier perlahan bergerak mengelus wajah lembut Serena, sehingga wajah Serena berubah merah tersipu. Serena merasakan gugup dalam dirinya padahal itu hanya pura-pura. Dia belum pernah sedekat itu dengan laki-laki.

Javier memegang dagu Serena "I love you." ucapnya sangat pelan seperti berbisik.

"EHM!" Jenna berdehem. "Kayaknya kita mau belanja dulu, bye Vier, Lika." Jenna menarik pacarnya, dia hanya mengangguk pada Serena.

"Ehmm...," Javier melepaskan tangannya lalu menggaruk tengkuknya. "akting kamu keren." ucapnya senormal mungkin sambil menjauh dari Serena.

"Makasih." Serena tertunduk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status