Home / Romansa / Kontrak Sang Pengantin / Bab 6. Surat Perjanjian

Share

Bab 6. Surat Perjanjian

Author: Nyi Ratu
last update Last Updated: 2023-01-18 21:49:07

Jennie menarik napas panjang. "Setelah kontrak kami berakhir, hubunganku dan Gara juga berakhir. Sesuai kesepakatan, kami akan menjalani hidup masing-masing."

Lisa melangkah maju sambil menatap tajam putrinya. "Kamu sadar tidak sudah berapa banyak kebohongan yang kamu ucapkan pada Mama, Jennie?"

 "Maafkan aku, Ma. Aku mengaku salah." Jennie menunduk untuk meyakinkan sang mama kalau ia benar-benar menyesal.

"Kamu mengatakan ini, karena ingin membuatku percaya dan membebaskanmu, 'kan? Jangan pernah sekali-kali berniat untuk menipuku lagi!"

Jennie sudah menebak kalau mamanya tidak akan mudah percaya dengan apa yang dia ucapkan, tapi ia tidak akan putus asa mencari cara supaya sang mama tidak mengurungnya lagi.

 "Mama boleh percaya atau nggak sama aku, tapi aku udah ngomong yang sejujurnya kalau kontrak pernikahanku hanya enam bulan."

Jennie menggunakan rahasianya untuk bisa bebas dari kurungan sang mama, tapi ia tidak sadar kalau itu hanya akan membuat Lisa semakin mudah memisahkannya dengan Gara.

 "Enam bulan itu bukan waktu yang sebentar. Bisa saja setelah enam bulan kemudian, kalian mengingkari perjanjian itu. Bukankah kamu bilang kalau kalian tidak bisa dipisahkan?"

"Ma, biarin aku jalani perjanjian ini sampai akhir. Dia bisa menuntut aku kalau aku nggak melanggar kontrak kami." Jennie berharap dengan berkata jujur, sang mama mau percaya padanya lagi.

"Mama tidak mau tahu, kalian harus bercerai secepatnya!" teriak Lisa.

Di tengah waktu yang terbatas, Jennie harus berpikir bagaimana caranya agar sang mama menuruti permintaannya. Salahnya sendiri setelah bersikeras tidak mau berpisah dengan Gara, kini tiba-tiba ia membicarakan kontrak pernikahan yang ia sepakati dengan suaminya.

'Pikirin cara lain atau sesuatu yang akan membuat mama luluh, Jennie!' kata Jennie dalam hati sambil terus menatap ibunya.

Sikap keras seorang ibu seperti Lisa hanya bisa dikalahkan dengan kelembutan. Jennie akan berusaha meyakinkan ibunya kalau ia akan menjadi anak yang penurut lagi.

"Kalau aku berpisah sama Gara sebelum kontrakku selesai, aku harus mengganti rugi sesuai dengan yang telah disepakati oleh kami, Ma." Jennie berusaha mencari alasan agar ibunya mau menuruti permintaannya agar tetap menjalani kontraknya dengan Gara.

 "Berapa yang dia mau? Mama akan menggantinya karena bagi Mama kebahagiaan kamu jauh lebih penting." Lisa berusaha mengambil hati anaknya lagi supaya Jennie menurut padanya seperti dulu.

"Itu bukan jumlah yang sedikit. Aku tau suami Mama seorang pengusaha, tapi Mama tau sejak dulu aku nggak pernah mau berhutang Budi sama siapa pun, karena itulah aku melakukan pernikahan kontrak demi mendapatkan apa yang aku mau."

"Jangan jadikan itu sebuah alasan untuk menentang Mama." Lisa tidak akan membiarkan Jennie membodohinya.

"Aku nggak bohong, Ma. Aku nggak bisa putus kontrak begitu aja."

"Sepertinya memang kamu yang tidak mau berpisah dari laki-laki itu."

"Mama nggak tahu siapa dia. Gara bakal curiga kalau aku tiba-tiba memutuskan kontrak pernikahan ini, apalagi kalau sampai aku sanggup membayar ganti rugi yang nggak sedikit."

"Kamu yang tidak tahu siapa suamimu, Jennie. Sebelum kamu menyesal, turuti semua apa yang Mama perintahkan."

"Ma, selain harus ganti rugi yang jumlahnya nggak sedikit, aku juga harus kembali jadi office girl di perusahaannya dengan waktu yang lebih lama lagi, yaitu sepuluh tahun. Bukannya itu malah membuatku susah untuk lepas dari jeratannya?"

"Kamu bisa membuktikan ucapanmu ini, anakku?" Lisa mencondongkan wajahnya pada Jennie sambil tersenyum miring.

"Aku akan membuktikannya," jawab Jennie dengan yakin.

"Bagaimana kamu bisa membuktikannya?" Lisa menyilangkan tangannya di bawah dada.

"Ada kertas perjanjian yang kami tanda tangani, Mama akan percaya kalau ngeliat itu."

"Tunjukan!" Lisa berusaha untuk memercayai Jennie karena ia tahu Jennie bukan wanita yang gampang jatuh cinta. Dan sebelumnya Jennie sangat penurut, apa pun yang dia mau, putrinya itu pasti akan memberikannya.

"Gara yang menyimpannya." Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan, seharusnya Lisa menyuruhnya untuk mengambil surat perjanjian itu. "Kalau Mama ngizinin, aku bakal ambil dan tunjukin surat perjanjian itu."

Jennie menunduk, dengan cemas menunggu jawaban dari wanita paruh baya itu. Sudah beberapa menit berlalu, wanita itu belum juga bersuara.

"Baiklah. Mama akan mengizinkanmu pulang ke rumah suamimu, tapi ingat! Hanya untuk mengambil surat perjanjian itu saja." 

Akhirnya Lisa luluh juga, dan itu membuat Jennie mengembangkan senyumnya di balik rambutnya yang terurai menutupi wajah.

Jennie menegakkan duduknya, lalu mengangguk. "Aku janji. Setelah berhasil ngambil surat perjanjian itu, aku bakal balik ke sini lagi."

Jennie tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk berbicara dengan sang suami supaya bersabar sedikit. Ia yakin mamanya akan merestui hubungan mereka jika tahu kalau Gara adalah laki-laki yang baik, tidak seperti yang mamanya tuduhkan.

Jennie bangun dari duduknya sambil mengusap sisa-sisa air mata yang membasahi pipinya. "Aku harus pergi sekarang supaya Gara nggak khawatir dan curiga sama aku karena sebenarnya pernikahan kontrak ini harus dirahasiain sampai kontrak itu selesai."

Jennie hendak meraih gagang pintu,  tapi Lisa mencegatnya untuk memberikan persyaratan. "Kamu jangan lupa bahwa Mama akan terus mengawasimu!"

"Aku ngerti, Ma."

"Jika sampai terbukti bahwa apa yang kamu katakan ini hanyalah sebuah alasan agar bisa bebas dari kurungan, Mama tidak akan segan-segan untuk memberikan hukuman yang lebih dari ini ke depannya!" Ancaman Lisa tidak main-main.

Sayangnya, semua kalimat gertakan yang disuguhkan Lisa sudah tak mempan lagi untuk Jennie. "Jangan khawatir, Ma. Aku nggak akan bohongi Mama."

Baru selangkah lagi Jennie meninggalkan tempat itu, Lisa sudah kembali berteriak. "Tunggu!"

"Ada apalagi, Ma?" Jennie berbalik dan berusaha tetap tenang.

"Kamu juga harus membahas soal perceraian setelah kontrak berakhir," terang wanita paruh baya tersebut dengan buru-buru. 

Jennie tidak menjawab sepatah kata pun. Wanita muda itu hanya mengangguk sekali sambil terus melangkah ke luar rumah. 

    

 Lisa menangkap hal tersebut sebagai waktu untuk putrinya mempersiapkan diri demi kemungkinan terburuk—berpisah selamanya dengan sang suami.

Saat mendatangi kediamannya dan Gara, Jennie benar-benar merasa bahagia juga sekaligus sedih. Pikirannya campur aduk, antara senang atau sedih. 

    

 "Sayang, kamu di mana?" teriak Jennie saat masuk ke ruang tamu.

Gara langsung keluar kamar ketika mendengar suara istrinya. "Bagaimana kamu bisa keluar dari sana, Biggie?" Gara curiga ada sesuatu yang disembunyikan Jennie.

    

Jennie tidak menjawab pertanyaan sang suami, ia hanya memeluk erat tubuh jangkung itu untuk melepaskan kerinduannya.

Setelah melepas pelukannya, Gara menatap istrinya dengan lekat. "Katakan padaku, bagaimana ini bisa terjadi?" Melihat Jennie bisa keluar dari cengkeraman ibunya, ia yakin kalau ada sesuatu yang terjadi di antara ibu dan anak itu.

 'Tidak mungkin wanita selicik Lisa bisa dengan mudah dibodohi oleh Jennie,' gumam Gara.

    

    

    

    

    

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 17. Strategi Jennie Dan Yas

    Pagi masih merangkak pelan saat Jennie membuka mata. Suara kicau burung dari luar jendela menyambut, tapi yang lebih dominan adalah dengkuran halus dari balik pintu kamarnya. Dengan langkah pelan, ia mendekat, menarik gagang pintu dan mengintip. Di sanalah Gara, suaminya yang perkasa namun kadang absurd, teronggok manis di atas sofa, selimut tipis menutupi sebatas dada. Posisi favoritnya semenjak mereka sepakat untuk "gencatan senjata" tidur terpisah, yang entah kenapa selalu berakhir dengan Gara menjadi penjaga pintu kamarnya."Gara, bangun," bisik Jennie, menggoyangkan bahu suaminya. Gara menggeliat, mengerjap-ngerjap, lalu menatap Jennie dengan pandangan separuh sadar. Rambutnya acak-acakan, ada jejak bantal di pipinya, membuatnya terlihat seperti beruang kutub yang baru bangun dari hibernasi.Jennie sudah menyiapkan skenario terbaiknya pagi ini. Ia akan memohon dengan wajah paling memelas, mengatakan betapa ia merindukan suasana kantor, betapa ia ingin membantu Gara meski hanya s

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 16. Larut Dalam Kebohongan

    Jennie merasakan tenggorokannya tercekat. Merindukan Gara? Tentu saja. Ada bagian dari dirinya yang sangat merindukan pelukan Gara, sentuhannya, dan tawa renyahnya. 'Ya ampun suamiku serem banget. Gimana ini?' Jennie semakin gugup melihat suaminya semakin marah. 'Aku harus tenang.' Jennie menarik napas dalam-dalam agar menjadi lebih tenang."Aku merindukanmu, Gara," kata Jennie, suaranya nyaris berbisik. "Tapi aku hanya butuh istirahat. Tolong, jangan buat ini jadi masalah.""Ini sudah jadi masalah, Biggie!" Gara tak bisa lagi menahan kemarahannya. Ia bangkit berdiri, menatap Jennie dengan mata yang menyala. "Kamu datang dari rumah ibumu dan berubah menjadi orang lain. Aku butuh tahu alasannya. Apa yang terjadi di sana? Apa ibumu mengatakan sesuatu tentangku? Tentang pernikahan kita?"Pikiran Jennie berputar cepat. Ia harus mengalihkan topik. Harus meredakan kecurigaan Gara. "Ibu nggak ngomong apa-apa." Ia berbohong, meskipun jantungnya berdentum keras di dadanya. "Dia cuma... dia se

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 15. Setelah Lima Hari

    "Baiklah. Kamu istirahat aja, aku mau mandi dulu." Gara tersenyum sambil membelai wajah istrinya.Jennie mengangguk, lalu bangun dari tempat tidur. Ia menarik napas panjang, berusaha untuk tetap bersikap seperti biasanya walau ia sangat gugup saat berhadapan dengan suaminya. "Sayang, kamu cepet ya mandinya. Aku nunggu di bawah, udah laper banget soalnya." "Iya," sahut Gara dari dalam kamar mandi.Jennie pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan makanan. Ia menghampiri wanita paruh baya yang sedang menyiapkan makanan untuk makan malam. "Biar aku aja, Bi." "Biar Bibi aja, Nyonya." "Nggak apa-apa, Bi. Sekali-sekali aku juga mau bantu," balas Jennie dengan senyum tipis. Ia membawa masakan yang sudah matang ke meja makan. Tak lama kemudian, Gara turun dengan rambut setengah basah dan kaus santai. Ia melangkah ke dapur dan mendapati Jennie sedang membantu Bibi di dapur. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Wah, rajinnya istriku."Jennie menoleh dan tertawa pelan setelah menaruh masaka

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 14. Kembali

    Mentari pagi menyusup malu-malu dari tirai jendela yang tersibak sebagian, menyiramkan kehangatan pada ruang makan sederhana. Jennie duduk di kursinya, jemarinya memilin-milin tepi serbet makan, sementara di hadapannya, Lisa, mamanya, menyesap teh panas dengan tatapan penuh perhitungan.Semalam adalah badai emosi yang menguras tenaga. Kini, saat ketenangan pagi menyapa, Jennie tahu saatnya ia harus mengambil keputusan. Bukan keputusan yang mudah, tapi harus ia perjuangkan untuk masa depannya.“Jadi, bagaimana, Jennie?” suara Lisa memecah keheningan, renyah namun penuh otoritas. “Kamu sudah memikirkannya tentang kamu dan Mario kedepannya?”Jennie mengangkat wajahnya, menatap lurus ke mata mamanya. Ada bayangan lelah di sana, namun juga tekad yang kuat. “Aku setuju, Ma,” katanya pelan, suaranya sedikit serak.Senyum tipis mengembang di bibir Lisa. “Bagus. Mama tahu kamu akan mengerti.”“Tapi ada syaratnya, Ma.” Jennie menyela cepat, tidak membiarkan mamanya berlarut dalam kepuasan.Sen

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 13. Gelisah

    Gara merasa darahnya berdesir dingin. "Mereka? Siapa 'mereka'?" Ia mencoba menahan diri agar suaranya tidak terdengar terlalu cemas, namun giginya terkatup rapat."Saya tidak yakin, Bos," jawab Yas, suaranya kini sedikit lebih stabil, namun masih penuh ketegangan. "Saya sedang memeriksa beberapa rekaman CCTV lama dari area dekat lokasi kecelakaan Tuan Toni Sanjaya. Ada satu rekaman, dari toko kelontong kecil yang luput dari perhatian polisi saat itu, yang menangkap bagian belakang mobil sesaat sebelum kecelakaan. Dan di sana, ada sebuah van hitam tanpa plat nomor yang membuntuti. Van itu terlihat mencurigakan.""Van hitam?" Gara mengulang, otaknya bekerja keras mengasosiasikan informasi. "Dan bagaimana kamu yakin mereka tahu kita menyelidiki?""Sore tadi, saat saya kembali ke kantor setelah seharian menggali informasi di lapangan, saya menemukan pintu server ruang arsip sedikit terbuka," jelas Yas. "Saya yakin saya menguncinya pagi tadi. Tidak ada yang hilang, tapi file rekaman CCTV t

  • Kontrak Sang Pengantin    Bab 12. Rencana Jennie

    “Nyonya, apakah Anda bisa merahasiakan kalau saya menjabat tangan Anda?” Yas bertanya sangat hati-hati sambil menunduk, menghindari tatapan Jennie. Ia membayangkan skenario terburuk jika Gara tahu.“Memangnya kenapa?” Jennie terkejut dengan pertanyaan Yas, lalu sebuah ide nakal muncul di benaknya. Ia berencana menggoda asisten setia sang suami."Tidak apa-apa, Nyonya Bos," jawab Yas sambil tersenyum kecil. “Kalau Gara tau kita ketemuan diam-diam di malam hari kayak gini, dia bakal marah nggak ya?” Jennie menyeringai, membayangkan wajah cemburu Gara. Itu pasti akan lucu.“Tamatlah riwayat Yas Mirza, Nyonya. Anda tidak akan bisa bekerja sama lagi dengan saya.” Yas mencoba mengancam sang nyonya, suaranya datar, menunjukkan keseriusan. Ia tidak main-main.“Aku tau,” kata Jennie sambil tertawa kecil, tawanya renyah di tengah keheningan malam. “Aku masih butuh kamu. Jangan mati dulu sebelum rencanaku berhasil.”‘Kelihatannya Nyonya Bos lebih menyeramkan daripada suaminya,’ batin Yas, kerin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status