Ku Balas Kematian Anakku

Ku Balas Kematian Anakku

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-03-25
Oleh:  AirylineOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 Peringkat. 1 Ulasan
9Bab
295Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Sinopsis Dentuman keras mengguncang jalanan. Jeritan manusia, suara klakson yang memekakkan telinga, dan bau logam terbakar bercampur dalam kekacauan yang mengerikan. Amira tersentak sadar, kepalanya berdenyut hebat, darah hangat mengalir dari pelipisnya. Namun, itu semua tidak ada artinya. Yang lebih penting—yang lebih menyesakkan—adalah tubuh mungil di sampingnya. "Amanda... Sayang... bangun..." Suara Amira bergetar, tangannya gemetar saat menyentuh wajah pucat putrinya. Ada darah di dahinya, napasnya lemah, terlalu lemah. Dengan panik, Amira merogoh ponselnya, menekan nomor suaminya. Nada sambung. Satu kali. Dua kali. Tidak diangkat. "Reza, angkat! Tolong!" Tangisnya pecah, putus asa. Lalu, sirene ambulans terdengar. Harapan menyala di dadanya saat ia melihat seseorang berlari ke arah tim medis. "Reza..." bisiknya, nyaris tak percaya. Tapi langkah suaminya bukan menuju dirinya. Mata Amira mengikuti langkah tergesa-gesa itu. Di seberang sana, seorang wanita terbaring di atas tandu, wajahnya pucat. Di sampingnya, seorang anak laki-laki juga terluka. "Reza... tolong selamatkan anak kita..." suara wanita itu lirih, namun cukup menusuk telinga Amira. Dunia Amira seakan berhenti. Anak kita? Jantungnya mencelos, perih yang tak tertahankan menjalar ke seluruh tubuhnya. Lalu, kalimat berikutnya menghancurkan sisa-sisa kekuatannya. "Aku harus menyelamatkan mereka," suara Reza penuh kepanikan. Amira ingin berteriak. Ingin memanggil nama suaminya. Ingin memohon. Tapi ambulans itu melaju, membawa Reza pergi. Meninggalkannya. Meninggalkan Amanda. Di saat putrinya berjuang antara hidup dan mati, pria yang seharusnya menjadi pelindung mereka justru memilih wanita lain. Air mata Amira jatuh, bercampur dengan darah yang mengalir di pipinya. Hatinya hancur. Bukan hanya karena pengkhianatan. Tapi karena hari itu, ia menyadari... Nyawa mereka tak lebih penting dibandingkan cinta terlarang suaminya.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

"Sayang, jangan lupa hari ini kita ada acara ulang tahun untuk Amanda," ujar Arimbi kepada Reza sang suami saat mereka sedang sarapan pagi.

"Iya, jam tujuh malam kan. Di restoran biasa," jawab Reza tanpa menatap ke arah istrinya. Dia sibuk dengan ponselnya.

"Jangan sampai terlambat, kami akan menunggu di sana," pinta Arimbi.

"Aku Tidak janji, kamu tau kan pekerjaanku yang mengharuskan ku untuk standby di rumah sakit," Jawab Reza. Dia tersenyum tapi bukan untuk Arimbi, tapi untuk isi Chat di ponselnya.

"Aku tau mas, masa kamu gak bisa meluangkan waktu untuk Amanda? Tidak lama hanya dua jam saja," ujar Arimbi.

"Arimbi, aku dah bilang, aku akan datang. Tapi aku gak janji akan datang tepat waktu. Sudah, aku gak mau pagi-pagi kita ribut masalah yang tidak penting. Aku berangkat dulu," ucap Reza seraya beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke arah pintu utama, meninggalkan Arimbi yang masih menyelesaikan sarapannya.

Dengan tergesa-gesa, Arimbi mengikuti suaminya sambil membawakan tas kerja sang suami.

"Arimbi, kamu itu lelet banget sih. Ini sudah siang, aku bisa terlambat. Cuma bawa tas kerja aja lama sekali," ujar Reza yang sudah berada di dalam mobil.

Arimbi pun membuka pintu mobil dan menaruh tas kerja milik suaminya. Setelah Arimbi menutup pintu mobil, Reza pun segera menghidupkan mesin mobil dan langsung pergi menuju ke rumah sakit tempat dia bekerja. Sedangkan Arimbi segera masuk kedalam rumah untuk membersihkan sisa-sisa sarapan mereka.

Setelah selesai membersihkan rumah, Arimbi segera menuju ke kamarnya untuk bersiap menjemput Amanda di sekolahnya. Namun, sebelumnya dia akan mampir ke Butiknya untuk mengecek ketersediaan stok barang.

Setibanya di butik, Arimbi langsung melangkah cepat menuju ruang kerjanya di bagian belakang. Butiknya yang terletak di sudut jalan yang ramai selalu penuh dengan pelanggan, dan hari ini tampaknya tidak berbeda. Namun, Arimbi langsung fokus pada pekerjaannya. Dia membuka pintu ruang kerja dengan cepat dan melihat Rina, salah satu pegawainya, sedang sibuk memeriksa beberapa barang baru yang baru saja datang.

"Rina, kamu sudah cek stok yang baru datang?" tanya Arimbi, sambil menatap layar komputer untuk mengecek laporan penjualan.

"Sudah, Bu. Semua sudah terinput di sistem. Ada beberapa model baru yang laris. Saya pikir kita harus tambah stok untuk yang itu," jawab Rina tanpa mengalihkan pandangannya dari barang-barang yang sedang dia periksa.

Arimbi mengangguk, lalu duduk di kursi kerjanya. "Bagus, tapi pastikan juga stok yang lama tidak terlalu menumpuk. Kita butuh ruang untuk model-model baru. Kalau ada yang ingin dicoret dari koleksi lama, beri saya laporan minggu ini."

"Siap, Bu Arimbi. Ada telepon masuk untuk Anda tadi. Saya sudah menandai nomor teleponnya di catatan," kata Rina sambil memberikan catatan kecil pada Arimbi.

Arimbi melihat nomor yang tertulis di catatan dan segera mengenali nomor itu. "Ini pasti dari Amanda," katanya dalam hati. Dia merasa sedikit khawatir, tapi mencoba untuk tetap tenang. "Rina, kalau ada yang datang untuk transaksi besar, coba prioritaskan. Aku harus keluar sebentar untuk jemput Amanda."

"Tentu, Bu. Nanti saya pastikan semuanya berjalan lancar," jawab Rina, sambil melanjutkan pekerjaannya.

Arimbi segera berdiri dan meraih tas tangan kecil yang selalu dia bawa. Sebelum meninggalkan ruang kerja, dia melihat ke arah kaca besar di butik, memastikan dirinya terlihat rapi. "Amanda... semoga tidak ada masalah," gumamnya sebelum bergegas menuju mobilnya.

Arimbi mengemudikan mobilnya dengan hati-hati, meskipun pikirannya sedikit terpecah. Sesampainya di sekolah, dia langsung melihat Amanda berdiri di pos satpam, tampak sedikit gelisah, memerhatikan setiap mobil yang datang. Begitu Arimbi melambaikan tangan, wajah Amanda langsung cerah, meski ada sedikit tanda kecewa di matanya.

"Maafkan Mama, sayang. Mama terlambat jemput kamu, ada banyak yang harus dibereskan di butik tadi," ujar Arimbi sambil membuka pintu mobil.

Amanda hanya mengangguk, meski wajahnya tetap menunjukkan sedikit kekecewaan. "Gak apa-apa, Mama. Cuma, tadi aku nunggu agak lama, aja."

"Maaf ya, nak. Mama janji gak akan sering telat. Tapi, supaya Mama bisa tebus rasa bersalah, bagaimana kalau kita makan siang bareng? Di restoran kesukaan kamu, oke?" tawar Arimbi dengan senyum hangat, berusaha menghibur Amanda.

Amanda memiringkan kepala, seolah berpikir sejenak. Lalu, wajahnya langsung berseri. "Beneran, Mama? Kita makan di sana? Wah, aku kangen banget sama ayam panggang di sana!"

"Iya, beneran! Hanya hari ini aja, kita bisa santai dan makan yang kamu suka. Setelah itu kita bisa ke butik sebentar, ya? Kalau kamu mau, boleh ikut Mama liat-lihat barang baru juga," kata Arimbi, mencoba memberi pilihan yang menyenangkan bagi Amanda.

Amanda menatap ibunya dengan penuh semangat. "Ya, boleh! Aku suka banget kalau kita pergi ke butik bareng. Tapi, Mama... kenapa Papa gak ikut? Kenapa dia selalu sibuk?"

Arimbi merasa sedikit terperangah mendengar pertanyaan itu. Namun, dia berusaha tetap tenang. "Papa memang sering sibuk, sayang. Kadang pekerjaannya memang membutuhkan waktu lebih banyak, tapi itu bukan berarti dia gak sayang sama kita, kan?" jawab Arimbi dengan lembut.

Amanda terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. "Iya, aku ngerti. Tapi, aku tetap pengen Papa ada di sini, Ma."

Arimbi meraih tangan Amanda yang duduk di sampingnya, menggenggamnya dengan lembut. "Mama juga ingin Papa lebih banyak di rumah, nak. Tapi, kita harus sabar, ya. Kadang hidup memang penuh dengan hal-hal yang harus kita jalani."

Amanda menundukkan kepala, tetapi senyum kecil mulai muncul di bibirnya. "Yaudah, Mama. Kalau begitu, ayo kita makan. Aku lapar banget!"

Arimbi tertawa pelan, merasa sedikit lega melihat anaknya mulai ceria lagi. "Ayo, kita makan dulu. Setelah itu kita bisa berbicara lebih banyak, oke?"

Keduanya melanjutkan perjalanan mereka menuju restoran favorit Amanda, di mana mereka akan menghabiskan waktu bersama untuk menikmati makan siang dan bercakap-cakap lebih jauh tentang kehidupan mereka.

Setelah beberapa menit perjalanan, mereka akhirnya sampai di restoran yang menjadi favorit Amanda. Begitu turun dari mobil, Arimbi sempat melirik ke arah wajah Amanda yang semakin cerah. Di restoran ini, suasananya santai dan nyaman, membuat Amanda selalu merasa istimewa setiap kali datang.

"Ini dia, restoran kesukaan kamu. Pilih yang kamu mau, semua Mama traktir hari ini," kata Arimbi sambil membuka pintu restoran.

Amanda melangkah masuk terlebih dahulu, matanya berbinar. "Terima kasih, Mama!" jawabnya riang. Mereka duduk di meja dekat jendela, tempat yang selalu mereka pilih saat makan di sini.

Sambil menunggu pesanan mereka datang, Amanda mulai bercerita. "Tadi di sekolah ada ulangan mendadak, Ma. Guru bilang, soal ulangan itu harus selesai dalam waktu singkat. Awalnya aku panik banget, soalnya soal-soalnya susah semua. Tapi... aku berhasil jawab semuanya, dan ternyata aku dapat nilai sempurna!" cerita Amanda dengan semangat, wajahnya berseri-seri.

Arimbi tersenyum bangga, menyandarkan punggungnya ke kursi. "Wah, anak Mama memang luar biasa! Nilai sempurna di ulangan mendadak? Itu hebat banget, Nak. Mama benar-benar bangga," ujar Arimbi, mata penuh kebanggaan.

Amanda tertawa malu, matanya bersinar. "Iya, aku sempat takut gak bakal selesai tepat waktu, Ma. Tapi aku inget apa yang Mama ajarin, 'Jangan takut buat mencoba, dan jangan pernah nyerah'. Jadi aku tetap fokus dan akhirnya berhasil."

Arimbi meraih tangan Amanda di atas meja, menggenggamnya dengan penuh kasih sayang. "Kamu benar-benar membuktikan itu, sayang. Kalau kamu bisa berusaha, hasilnya pasti akan memuaskan. Kamu hebat, Amanda," katanya lembut.

Amanda tersenyum lebar, senang mendengar pujian dari ibunya. "Makasih, Mama. Aku juga senang banget bisa buat Mama bangga."

"Sekarang, Mama janji," Arimbi berkata dengan suara ceria, "Karena kamu dapat nilai sempurna, Mama akan belikan kamu es krim besar! Pilih rasa yang kamu suka, bebas! Itu hadiah dari Mama untuk kamu yang sudah berusaha keras."

Amanda langsung melonjak kegirangan. "Wah, beneran, Ma? Aku mau es krim rasa coklat dan vanila yang campur, banyak topingnya! Ini pasti es krim paling enak!"

"Tentu saja! Kamu berhak dapat yang terbaik setelah usaha kerasmu. Gak ada yang lebih bahagia dari Mama selain melihat kamu sukses dan bahagia," jawab Arimbi dengan senyuman lebar.

Setelah itu, pelayan datang membawa makanan mereka. Arimbi dan Amanda menikmati makan siang mereka dengan penuh keceriaan. Percakapan mereka meluas ke berbagai hal, tapi saat es krim datang sebagai hadiah, senyum Amanda tak terbendung. "Es krimnya enak banget, Ma! Terima kasih, Mama!" kata Amanda sambil menikmati sendok pertama.

Arimbi melihat Amanda dengan rasa bangga yang tak tergantikan. "Mama senang kamu suka. Selalu ingat, Nak, setiap usaha yang kamu lakukan akan selalu dihargai, bahkan kalau hasilnya belum sempurna. Mama akan selalu ada untuk kamu, apa pun yang terjadi."

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
F4ntz F4ntz
semangat kak.
2025-03-24 18:48:01
0
9 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status