Share

BAB 3 MANTAN MERTUA

Penulis: Yuli Zaynomi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-12 18:22:37

BAB 3

Mantan Mertua

Arini menatap rumah dua lantai di hadapannya dengan hati tak menentu. Hujan gerimis yang sejak jam dua siang tadi mengguyur kota setia menemani langkah wanita itu. Dia memutuskan datang kemari setelah jam kerjanya di toko selesai.

Arini menghela napas panjang. Setelah lima menit lagi berlalu, dia memutuskan menyebrang jalan dan mendatangi rumah itu. Waktu sudah menunjukkan hampir jam setengah enam, dia tidak dapat menunggu lagi. Rafa dan Naya pasti sudah menunggunya.

"Assalamualaikum." Ketukan ketiga, pintu terbuka.

"Kamu?!" Tanpa menjawab salam, wanita berusia pertengahan lima puluh tahun itu langsung menatap tajam pada Arini.

Arini tersenyum sopan pada Ratna, mantan mertuanya. Dia yakin sekali, wanita itu tidak menyangka dia yang ada di depan pintu setelah dua tahun tidak bertemu.

"Mas Yuda ada, Bu?"

"Untuk apa kamu mencari Yuda?" Ratna menatap Arini tidak suka.

"Ada yang harus kami bicarakan."

"Bicara saja dengan saya."

Arini mengepalkan tangan. Sejak dulu, Ratna memang paling dominan di rumah itu. Sikapnya yang otoriter bahkan membuat ayah mertuanya pun kadang sering mengalah.

"Sudahlah, Bu, biarkan Arini istirahat dulu. Rafa juga nangis terus dari tadi. Mungkin anak itu haus butuh ibunya." Kelebatan masa lalu melintas di pikiran Arini.

"Ah memang dasar anak itu saja yang bawel. Ibunya nggak bisa ngurus anak makanya nangis terus. Malam-malam juga nggak ada tidurnya."

Arini menekan dada mendengar ucapan Ibu mertuanya. Dia baru saja melahirkan dua minggu yang lalu. Jahitan di bawah sana terkadang bahkan masih terasa perih. Sepagi ini, dia sudah membersihkan rumah.

Arini mengangkat cucian untuk dijemur dengan kepayahan. Dia melirik jam di dinding. Waktu menunjukkan jam tujuh pagi. Sejak jam lima tadi dia sudah berkutat di dapur dan pekerjaan rumah lainnya.

Wanita itu bergegas menjemur pakaian agar bisa segera menenangkan Rafa yang terus menangis. Hatinya perih mendengar suara bayi yang baru berusia dua minggu itu sudah serak. Arini bahkan melupakan perutnya yang juga mulai keroncongan.

“Jadi wanita itu harus gesit. Urusan rumah dan anak itu harus sigap dikerjakan. Jangan terlalu mengandalkan suami. Mentang-mentang Yuda mau membantu kamu jadi seenaknya.”

Arini menulikan telinga dari ucapan tajam Ratna. Seminggu yang lalu Ratna memang melihat Yuda sedang menggendong Rafa saat malam-malam. Arini yang kelelahan ketiduran sehingga Yuda sigap menggantikan. Hal itulah yang selalu diungkit oleh Ratna.

Sudah biasa bagi Arini diperlakukan seperti ini. Bagi ibu mertuanya, dia hanya pembantu gratisan. Hanya karena Yuda bersikap baik padanya, Arini tetap bertahan. Dulu, Arini berharap sikap Ratna akan berubah setelah dia melahirkan. Ternyata, jauh panggang daripada api, wanita itu tetap tidak menganggapnya menantu sama sekali.

“Sana, urus anakmu yang cengeng itu! Pengang telingaku mendengar tangisannya sejak tadi. Cuci muka dulu, pakai sedikit bedak. Awas saja sampai kau bicara macam-macam pada Yuda.”

Arini mengabaikan ocehan Ratna. Lima belas menit lagi jadwal suaminya video call. Seminggu mengurus usaha di cabang luar kota, Yuda rutin menyapa setiap paginya. Menjadi hiburan tersendiri bagi Arini melihat wajah tampan dan mendengar suara menenangkan milik suaminya setelah berkutat dengan ocehan Ratna.

“Mau bicara apa? Cepatlah! Saya tidak punya waktu berurusan dengan janda miskin sepertimu.”

Pertanyaan Ratna menarik kembali kesadaran Arini. Wanita itu menarik napas panjang. Sungguh, harta tidak bisa membeli attitude seseorang. Ratna bahkan tidak mengerti cara menghormati tamu. Wanita itu melipat tangan dengan dagu sedikit diangkat sambil menatap dengan pandangan merendahkan pada Arini.

“Saya butuh bicara dengan Mas Yuda, Bu. Dia yang mengerti urusan ini.” Arini menekan suaranya agar tidak tersulut emosi. Dia jengah sendiri melihat betapa angkuh mantan mertuanya itu.

“Bicara padaku! Yuda sibuk. Dia tidak di rumah. Yuda sedang mempersiapkan acara lamaran dengan calon istrinya. Jadi, anakku itu tidak punya waktu mengurusi hal remeh temeh yang berkaitan denganmu.”

Arini menarik napas panjang. setelah berpikir cepat, wanita itu memutuskan bicara dengan Ratna. Percuma berdebat. Waktu semakin berjalan, sebentar lagi adzan maghrib berkumandang.

“Ini masalah hutang.”

“Hutang? Hah! Apa kataku, uang saja yang ada di otakmu kalau sudah menyangkut Yuda!”

“Dengarkan aku! Tadi Ibu minta saya bicara, tapi dengan cepat Ibu memotong ucapanku. Panggilkan saja Mas Yuda! Saya perlu bicara dengannya karena ini menyangkut kelangsungan hidup anak kami.”

Ratna terdiam melihat Arini berkata dengan nada tinggi. Ini pertama kalinya dia melihat mantan istri anaknya itu kalap. Ya, wanita manapun jika sudah menyangkut anak siap pasang badan. Mereka rela melakukan apa saja demi anak-anaknya.

“Katakan pada Mas Yuda, penagih hutang kembali datang. Karena lama tidak dibayar, hutang usaha itu kini sudah mencapai sepuluh juta. Aku tidak bisa membayarnya karena gajiku hanya cukup untuk menghidupi anak-anak ka-mi.” Arini menekankan kata kami agar mertuanya mengerti kalau Rafa dan Naya bukan hanya tanggung jawabnya.

“Ajari anak Ibu menjadi lelaki yang bertanggung jawab. Berat benar balasannya di akhirat kelak karena melupakan tanggung jawabnya.”

Merah padam wajah Ratna mendengar ucapan Arini. Dia mengepalkan tangan karena tak terima diajari oleh mantan menantunya itu.

“Jangan membual. Mana mungkin anakku terlibat hutang. Itu hanya akal-akalanmu saja. Kenapa baru datang sekarang? Kemana saja memangnya selama dua tahun belakangan ini?”

Arini mengembuskan napas kencang. Beruntung tadi dia sempat minta izin memfoto surat perjanjian hutang-piutang. “Ini tanda tangan Mas Yuda, Bu. Ibu bisa lihat sendiri.” Arini meletakkan ponsel di meja. “Hutang pokok lima juta dan ini akumulasi bunganya. Total sepuluh juta sampai dengan bulan ini.”

Ratna terdiam. Dia tidak bisa mengelak lagi. Tanda tangan diatas materai enam ribu itu jelas milik Yuda. Tambahan, Arini juga menunjukkan foto saat anak lelakinya bersalaman dan mengangkat surat perjanjian itu.

“Katakan pada Yuda agar menyelesaikan masalah hutang ini segera, Bu. Atau, aku akan memberitahu rentenir itu alamat rumah Ibu. Biar mereka langsung menagih kemari.”

Rahang Ratna mengeras. Arini paham betul betapa tinggi gengsi wanita itu. Alangkah memalukan kalau sampai keluarga Hadiwijaya yang terhormat itu sampai ditagih hutang oleh rentenir.

“Tunggu di sini!” Ratna masuk ke dalam dengan tangan terkepal. “Pergi dan jangan pernah usik kehidupan anakku lagi.”

Arini menutup telinga saat Ratna menutup pintu dengan keras. Dia segera memunguti uang yang tadi dilempar mantan mertuanya. Wanita itu tidak peduli walau direndahkan, setidaknya, dia mendapat uang untuk membayar hutang.

Perasaannya sedikit lega karena satu masalah teratasi. Wanita itu bergegas pulang tepat saat adzan maghrib berkumandang. Arini menerabas hujan deras. Pikirannya langsung tertuju pada Naya. ponselnya mati sejak tadi sehingga tidak bisa bertanya pada Widya.

Tepat saat Arini melangkah keluar, sebuah mobil masuk ke halaman. Arini tidak peduli, dia bergegas berlari agar tidak semakin kebasahan.

Disini, Yuda terpaku. Benarkah yang dilihatnya tadi Arini? Mantan istri yang terpaksa dia ceraikan karena keadaan? Wanita yang bahkan sampai detik ini, namanya masih tersimpan rapi di dasar terdalam sanubari.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
pantas aja dihina krn si arini sendiri yg memberi kesempatan. dasar dungu dan tolol, klu sedikit pintar dia pasti menyuruh rentenir ke rumah mertuanya. dasar otaknya cukup cuman utk jadi babu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 195 BAHAGIA—ENDING

    “Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 194 TENTANG BAHAGIA

    Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 193 PERMINTAAN MAAF MANTAN MERTUA

    “Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 192 PENYESALAN MANTAN MERTUA

    “Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 191 IRI

    IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 190 KECEMASAN ARINI

    KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 189 TEST PACK

    TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 188 SIKAP ANEH ARINI

    SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant

  • Kubalas Hinaanmu, Mas!   BAB 187 MELIHAT ARINI BAHAGIA

    “Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status