Semua orang menatap tidak berkedip padaku. Pasalnya, hari ini, hari pernikahanku dengan Mas Bambang. Pria yang usianya lebih tua tiga puluh dua tahun dariku.
Mereka bilang aku menikah karena harta kekayaan. Siapa sangka, pekerjaan yang kudapat kini membantu aku hidup dalam kekayaan besar.Saat mereka membuang ayah mereka, kini aku mendapatkan dengan berjuta milyar kekayaan yang dimiliki Mas Bambang.Mereka bilang aku wanita culas. Oh, tidak. Aku dengan tulus merawat pria tua itu yang ternyata belum memindahkan aset kekayaannya pada anak-anaknya. Teringat dua bulan lalu, ia berkata mau menikah denganku. Aku janda anak satu, yang terusir dari rumah karena wanita kedua mantan suamiku."Sa, menikah sama saya saja. Pasti hidup kamu terjamin, dan kamu bisa membalas dendam pada semua orang yang menghinaku dulu." Kala itu Mas Bambang merasa iba dengan nasib hidupku."Sa, kamu bengong?" tanya Mas Bambang. Lamunan ini terhenti saat Mas Bambang bertanya padaku. Aku terkesiap saat melihat mantan suamiku berada di salah satu tamu undangan.Namun, pria bernama Wiji itu, belum menyadari jika aku, mantan istri yang ia campakan berdiri bersanding dengan pemilik hotel ini.
Gerumulan orang berbondong-bondong menaiki pelaminan di mana aku menjadi ratu semalam. Mas Wiji berdiri tepat di hadapanku. Netra kami bersirobok, aku tersenyum, tetapi ia masih saja menganga. Apa kamu kaget, Mas? Yah, mungkin kamu tidak percaya, kalau wanita yang kamu buang kini menjadi ratu dalam pesta mewah malam ini. Kegilaanku kali ini memang ada sebab. Aku tidak memanfaatkan keadaan, tetapi Mas Bambang yang meminta hal seperti itu. Pria tua itu iba dengan apa yang aku alami, di usir hanya karena wanita jalang. Lima orang anak Mas Bambang menatapku sinis. Mereka bilang, aku kacang lupa kulitnya. Aku disewa mereka untuk mengurus sang ayah, tetapi justru mengambil semua hak mereka. Bukan salah diri ini, tapi salahkan mereka yang tak peduli dengan ayahnya. Aku bukan culas. Akan tetapi, Mas Bambang bilang, karena mereka tak mau mengurusnya, malah meminta orang untuk merawatnya. Kini, ia ingin aku yang memiliki semua kekayaannya. Semua, termaksud hotel, dan perusahaan."Selamat, Pak Bambang." Dia lancar mengucapkan kata. Namun, ia melirik ke arahku, lalu menunduk kembali. Mungkin ia sadar aku yang dulu diusirnya.Aku puas, tenyata mantan suamiku hanya sebagian kecil dari karyawan suamiku sekarang. Lihat, aku, Mas. Kubuat kau jatuh miskin bersama gundikmu.Aku bersumpah demi anakku dan kesusahan yang kau berikan pada kami saat terusir dari rumahmu.Harusnya aku dan Arman masih hidup layak, tapi kamu membuat kami menderita.
***Acara sudah selesai. Aku membantu Mas Bambang turun dari kursi rodanya. Seperti biasa, aku membantunya berganti baju dan kebutuhan lainnya."Sa, tidak usah melayaniku selayaknya seorang istri. Aku hanya ingin kamu perlakukan aku seperti biasa. Tidak perlu khawatir, aku tidak meminta hak sebagai seorang suami."Aku bergeming. Dia memang baik, bahkan terhadap anakku Arman. Kini, Armand bisa menikmati hidup enak setelah ia merasakan pedih hidup di jalanan. Makan enak juga nonton tv dan kamar bagus.Lagi, aku teringat masa sulit itu. Masa di mana aku tinggal berpindah-pindah dari jembatan satu ke jembatan lain. Tidur tida jelas da kedinginan.Ibunya Rianti memeluk Raisha dengan berlinang air mata. Wanita tua itu tidak menyangka jika putrinya sudah meninggal. Setelah penguburan yang tidak memakan waktu banyak, Raisha kembali ke rumah Budenya."Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" tanya wanita tua itu.Suasana masih sangat berkabung. Raisha kembali berpikir ulang untuk menceritakan kejadian semula. Mereka masih sangat berduka dan tidak mungkin bisa mendengar cerita Raisha."Sa, ceritakan pada Bude." Wanita tua itu memulai memaksa."Bude, nanti saja. Kalian masih berduka, aku tidak mungkin bercerita tentang hal itu." Sebisa mungkin Raisha menolak."Tolong." Wanita itu terus memohon.Setelah memohon berulang kali pada Raisha, akhirnya wanita tua itu menjerit mendengar kelakuan Rianti sebelum meninggal. Ia berulang kali memukul dada yang sesak. Tak tahan, Raisha memeluk Bude dengan pedih. Itu sudah masa lalu dan ia pun sudah memaafkan Rianti.Ibunya Rianti tidak menyangka
Raisha merebahkan tubuh di kasur setelah lelah membuat Rianti terpojok. Ia sudah tenang karena wanita itu sudah mau di pulangkan ke kampung. Setelah berdebat panjang lebar dan Rianti tidak bisa menolak lagi.Akhirnya satu masalah terselesaikan.Bambang masuk ke kamar setelah pulang dari rumah Harlan. Wajahnya masih sangat tegang saat emosi memuncak membuat dirinya harus meminum obat untuk menenangkan diri."Mas, sini aku pijitin," ujar Raisa pada suaminya."Nggak usah, Sa. Kamu juga lelah sepertinya." Bambang menolak karena melihat Raisah pun sudah lelah."Sa, waktu penyelidikan audit, kamu memeriksa Harlan juga?""Iya, kenapa?""Apa yang kamu temukan tentang dia?""Tidak ada hal aneh. Dia bersih."Bambang menggeleng. Tidak mungkin Harlan bisa bersih, sedangkang Wiji saja bisa tertangkap auditor. Ia kembali mengambilponsel,lalu mencoba menghubungi beberapa audito
"Makan yang banyak, aku tahu kamu sudah lama nggak makan enak," cibir Raisha.Rianti tidak memperdulikan ucapan Raisha. Kini, hanya makanan enak di hadapannya yang begitu menarik. Raisha pun paham dengan sikap Rianti karena ia pernah menjadi seperti dia."Kamu akan diantar pulang ke kampung."Rianti memberhentikan aktivitas makannya, lalu menantap bingung pada Raisha."Pulang ke mana?" Rianti bertanya balik."Kampung, bertemu dengan keluargamu. Untuk apa lagi kamu di sini? Apa kamu mau aku antar ke kelab malam itu?""Ja--jangan, Sa." Makanan dari mulutnya hampir saja ke luar saat ia berbicara.Raisha tertawa renyah melihat Rianti yang sangat takut dengan ancamannya. Dia pikir Raisha akan membawanya ke rumah besar suami barunya. Namun, ternyata tidak. Setelah makan, Rianti dititipkan di rumah Irma setelah itu besok akan diantarkan oleh supir."Apa aku bisa tinggal di rumah kamu sementara saj
Bambang menghapiri Raisha di kamar, pria itu mengelus lembut telapak tangan sang istri, lalu mengecupnya. Ia merasa menyesal sempet tidak percaya dan seolah-olah berpikir sang istri sedang berhalusinasi.Pria itu berjanji akan melakukan apa pun untuk membuat Raisha bahagia. Walaupun dia tidak bisa melindunginya secara langsung, setidaknya akan ada banyak yang menjaganya.Bambang kembali ke ruang kerja dan berbicara empat mata dengan Heri. Tidak lama Irma datang untuk ikutmeetingdengan mereka tanpa sepengetahuan Raisha."Maksud kamu Wiji bebas bersyarat?" tanya Bambang."Iya, Pak. Sudah beberapa hari Bu Raisha seperti diteror, tetapi Wiji berbuat seolah-olah Ibu berhalusinasi."Bambang berpikir sejenak dengan apa yang dituturkan Irma. Kalau benar, berarti kejadian tadi memang nyata. Dan, Wiji sangat pintar membuat semua orang percaya kalau Raisha itu berhalusinasi.Sampai dirinya saja tidak p
Keduanya terkesiap melihat mobil terbakar. Tubuh Raisha mendadak lemas, lututnya pun tak mampu bangkit dari duduknya. Sementara Irma, menarik napas panjang dan bergegas menelepon pihak polisi."Bu, tenang."Kalimat itu selalu Irma lontarkan kala melihat Raisha cemas. Hal ini tidak bisa didiamkan karena sudah masuk kriminal. Irma membantu Raisha duduk di pinggir jalan. Masih dengan kondisi sangat syok, Raisha hanya bisa terdiam."Ini sudah kriminal, Bu. Saya sudah telepon polisi untuk menuntaskan semua.""Bagiamana kita melaporkan ke polisi, sedangkan mereka saja menutupi jika Wiji sudah ke luar dari penjara? Apa kamu yakin mereka akan menindak jika memang ada persekongkolan?"Irma membenarkan apa yang dituturkan Raisha. Kini, dia harus memutar otak untuk mencari tahu semuanya. Sepertinya memang benar ada persekongkolan orang dalam hingga membuat mereka mudah membuat pihak Raisha panik."Saya pikirkan lagi, yang
Raisha sudah mulai pergi ke kantor menyelesaikan beberapa hal yang harus diselesaikan olehnya. Ia melangkah masuk ke lobi, beberapa karyawan mulai menyapanya.Dia masuk ke dalam lift, lalu tidak lama masuk seorang pria mengenakan jaket hoodie ikut masuk ke lift. Raisha tidak memperhatikannya semula, tetapi pria itu memangilnya dan membuatnya tersentak."Mas Wiji?" Tubuhnya bergetar hebat saat tahu pria yang harusnya di penjara itu kini berada di sampingnya."Kamu akan membalas semua yang telah kamu perbuat padaku. Perlahan, tapi pasti."Lift terbuka, Raisha langsung bergegas meningalkan Wiji. Wajah putihnya berubah menjadi pasi, ia melangkah dengan cepat ke ruangan Irma untuk memberitahukan apa yang ia lihat tadi."Ada apa Bu Raisha?" Irma bertanya saat melihat Raisha begitu cemas."Mas Wiji mengancamku!""Mengancam? Bagaimana bisa, kan dia ada di penjara?""A--aku, nggak tahu. Tiba-tiba sa