Share

Kubuat Mantan Suami Jatuh Miskin
Kubuat Mantan Suami Jatuh Miskin
Penulis: Galuh Arum

Pernikahan Besar

Semua orang menatap tidak berkedip padaku. Pasalnya, hari ini, hari pernikahanku dengan Mas Bambang. Pria yang usianya lebih tua tiga puluh dua tahun dariku. 

Mereka bilang aku menikah karena harta kekayaan. Siapa sangka, pekerjaan yang kudapat kini membantu aku hidup dalam kekayaan besar.

Saat mereka membuang ayah mereka, kini aku mendapatkan dengan berjuta milyar kekayaan yang dimiliki Mas Bambang.

Mereka bilang aku wanita culas. Oh, tidak. Aku dengan tulus merawat pria tua itu yang ternyata belum memindahkan aset kekayaannya pada anak-anaknya. 

Teringat dua bulan lalu, ia berkata mau menikah denganku. Aku janda anak satu, yang terusir dari rumah karena wanita kedua mantan suamiku.

"Sa, menikah sama saya saja. Pasti hidup kamu terjamin, dan kamu bisa membalas dendam pada semua orang yang menghinaku dulu." Kala itu Mas Bambang merasa iba dengan nasib hidupku.

"Sa, kamu bengong?" tanya Mas Bambang. 

Lamunan ini terhenti saat Mas Bambang bertanya padaku. Aku terkesiap saat melihat mantan suamiku berada di salah satu tamu undangan.

Namun, pria bernama Wiji itu, belum menyadari jika aku, mantan istri yang ia campakan berdiri bersanding dengan pemilik hotel ini.

Gerumulan orang berbondong-bondong menaiki pelaminan di mana aku menjadi ratu semalam. Mas Wiji berdiri tepat di hadapanku. Netra kami bersirobok, aku tersenyum, tetapi ia masih saja menganga. 

Apa kamu kaget, Mas? Yah, mungkin kamu tidak percaya, kalau wanita yang kamu buang kini menjadi ratu dalam pesta mewah malam ini. 

Kegilaanku kali ini memang ada sebab. Aku tidak memanfaatkan keadaan, tetapi Mas Bambang yang meminta hal seperti itu. Pria tua itu iba dengan apa yang aku alami, di usir hanya karena wanita jalang. 

Lima orang anak Mas Bambang menatapku sinis. Mereka bilang, aku kacang lupa kulitnya. Aku disewa mereka untuk mengurus sang ayah, tetapi justru mengambil semua hak mereka. Bukan salah diri ini, tapi salahkan mereka yang tak peduli dengan ayahnya. 

Aku bukan culas. Akan tetapi, Mas Bambang bilang, karena mereka tak mau mengurusnya, malah meminta orang untuk merawatnya. Kini, ia ingin aku yang memiliki semua kekayaannya. Semua, termaksud hotel, dan perusahaan.

"Selamat, Pak Bambang." Dia lancar mengucapkan kata. 

Namun, ia melirik ke arahku, lalu menunduk kembali. Mungkin ia sadar aku yang dulu diusirnya.

Aku puas, tenyata mantan suamiku hanya sebagian kecil dari karyawan suamiku sekarang. Lihat, aku, Mas. Kubuat kau jatuh miskin bersama gundikmu.

Aku bersumpah demi anakku dan kesusahan yang kau berikan pada kami saat terusir dari rumahmu.

Harusnya aku dan Arman masih hidup layak, tapi kamu membuat kami menderita.

***

Acara sudah selesai. Aku membantu Mas Bambang turun dari kursi rodanya. Seperti biasa, aku membantunya berganti baju dan kebutuhan lainnya.

"Sa, tidak usah melayaniku selayaknya seorang istri. Aku hanya ingin kamu perlakukan aku seperti biasa. Tidak perlu khawatir, aku tidak meminta hak sebagai seorang suami."

Aku bergeming. Dia memang baik, bahkan terhadap anakku Arman. Kini, Armand bisa menikmati hidup enak setelah ia merasakan pedih hidup di jalanan. Makan enak juga nonton tv dan kamar bagus.

Lagi, aku teringat masa sulit itu. Masa di mana aku tinggal berpindah-pindah dari jembatan satu ke jembatan lain. Tidur tida jelas da kedinginan.

“Bu, kapan kita bisa makan seperti itu?” 

 

Anakku menunjuk sebuah tempat makan dengan ruangan ber-AC.

 

“Nanti, Nak. Kalau botol dan kardus ini sudah menjadi uang.”

 

“Asik, benar, ya? Jangan bohong lagi, kemarin Ibu bilang kita akan makan ayam, tapi garam dan nasi yang kumakan. Pantas saja mereka bilang aku tidak berkembang.”

 

Kulihat bentuk tubuh anakku, memang ia seperti kurang gizi. Ah, tepatnya memang kekurangan gizi karena kami hanya memakan nasi dan garam. Kalau lagi banyak pendapatan dari menjual botol dan kardus, bisa aku membeli telur. Itu hanya sebulan beberapa kali.

 

Semenjak aku diusir dari rumah suamiku, entah, takdir berkata aku harus hidup menjanda dengan serba kekurangan. Suamiku gila wanita, harta, tahta, dan wanita yang membuatnya mengusir kami. Aku benci mereka.

 

“Bu, itu ada botol,” ucap Arman anakku. 

 

Ia berlari dengan senang memungut botol minuman yang sengaja dibuang pemiliknya. Aku menghela napas. Kapan aku bisa mendapatkan pekerjaan layak. Menjadi pemulung adalah jalan satu-satunya untuk bertahan hidup.

 

Tidur diemperan membuat aku tidak nyaman. Pernah hampir aku dinodai preman, kalau saja Arman tidak berteriak, mungkin semua akan terjadi. 

 

“Bu, kita nanti kehujanan lagi, nggak?”

 

“Semoga saja. Ibu sudah dapat rumah kecil, untuk kita tidur.”

 

“Ibu yakin, kita nggak diusir lagi?”

 

“Yakin.”

 

“Asik.”

 

Aku menyeka bulir bening yang menghiasi pipi. Untung saja aku melihat berita tentang iklan menjaga lansia. Segera aku mendatangi tempat itu.

 

Aku terkesiap saat Mas Bambang memanggilku berulang Kali. 

 

"Kamu melamunkan apa?"

 

"Ah, tidak, Mas Hanya berpikir, mereka semua menganggap aku hanya ingin harta saja."

 

"Kamu selemah itu?"

 

"Tidak Mas. Aku akan melindungi harta Bapak dari mereka."

 

"Bagus."

 

"Tadi saat acara, aku melihat mantan suamiku hadir di sana. Bahkan ia naik dan mengucapkan selamat."

 

"Wah, bagus, dong."

 

"Iya, Mas."

 

"Arman anakmu tidak bisa hadir, ya?"

 

"Sudah saya hubungi pihak pesantren, tapi tidak boleh pulang. Arman hanya bicara kalau titip salam untuk Mas."

 

"Wah ,salam balik."

 

Anakku Arman kini berada di sebuah pesantren. Kemauan Arman sendiri, karena ia ingin memperdalam agama. Anak itu bilang, kalau aku sudah berada di tempat aman. Ia ingin bersekolah di pesantren seperti cita-citanya dulu. 

 

Bersyukur mas Bambang mau memberikan biaya untuk Arman masuk pesantren. 

 

Bukan aku ingin membuangnya, tapi itu kemauannya. Karena Arman bilang, bukan kekayaan yang membuat orang menjadi baik. Akan tetapi, ilmu agama dan jalan pikiran yang akan membuatnya lebih baik.

 

Kembali aku membantu Mas Bambang, sampai ia sudah siap untuk tidur. Sebelum itu, tidak lupa semua obatnya kuberi padanya.

 

"Sa, jika nanti saya meninggal, ingat, harta semua ini atas nama kamu. Sebelum kita menikah, aku sudah berikan padamu dan Arman. Jika mereka mempermasalahkan, atau terjadi sesuatu pada kamu dan Arman, harta ini akan menjadi milik panti asuhan dan panti jompo  yang aku tunjuk."

 

"Baik, Pak. Saya doakan, Mas Bambag sehat selalu."

 

"Terima kasih, jika saya tidak ada, kamu menikahlah dengan seorang yang mencintai kamu."

 

Aku hanya bisa tersenyum getir. Kasihan melihat diriku ini, kenapa Mas Bambang begitu baik mau memberikan semuanya. Aku hanya wanita yang beruntung. 

 

Suara geduran pintu membuat aku terkesiap. Siapa yang membuat kegaduhan malam ini. 

 

"Raisa, buka!"

 

Entah siapa yang berteriak memanggil namaku.

 

**Bersambung.... 

 

 

 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Taufik Hidayat
Terus berkarya perintis
goodnovel comment avatar
Norliza Yusop
saya suka begini..bab tk terlalu banyak tp padat isi kisahnya..terus berkarya thor!
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
Baik banget ya ....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status