Share

Kubuat Suamiku Lumpuh
Kubuat Suamiku Lumpuh
Author: Ina Qirana

Bab 1

 

"Seminggu yang lalu aku udah nikah siri sama Susan, aku harap kalian bisa akur ya tinggal di sini."

 

Rahangku mengeras menatap wanita yang memakai dress ungu selutut itu, wajahnya memang tak asing lagi, dia penyanyi dangdut yang berasal dari kampung sebrang.

 

Wanita itu tersenyum tapi aku hanya menatap datar wajah bulatnya, ingin sekali aku menjamb*k rambutnya, lalu menyeret wanita itu ke jalanan karena sudah berani menghancurkan hati ini hingga berkeping-keping.

 

"Kenapa harus di rumah ini, Mas? Kamu 'kan bisa bawa dia ke tempat lain, ngontrak kek atau beli rumah baru." Kutatap wajah Mas Ferdi setajam elang 

 

Lelaki yang sudah menikahiku sepuluh tahun lamanya itu sangat berambisi ingin memiliki anak laki-laki, apalah daya ketiga anak kami semuanya perempuan, dan yang lebih buruk aku tak bisa mengandung lagi.

 

Lelaki itu sangat mengharapkan hadirnya bayi laki-laki dari rahim perempuan ini, tapi aku takkan membiarkan hal itu terjadi.

 

"Duh buang-buang duit aja, rumah ini besar punya enam kamar, ngapain harus ngontrak apalagi beli rumah baru, kamu juga enak kerjaan rumah ada yang bantuin, kalau siang ada temennya." Mas Ferdi mendelik sambil melepas sepatu.

 

Dasar tidak peka, tidak punya perasaan ia fikir aku ini robot yang tak memiliki hati dan rasa cemburu?

 

"Ya sudah, tinggallah di sini sesuka hati, bila perlu kamu bawa seratus perempuan lagi ke sini kalau dia tak kunjung melahirkan anak lelaki."

 

Inginku memang pergi dari rumah ini dan bercerai dengan lelaki tak berperasaan itu. Namun, aku tak berdaya untuk melakukan hal itu.

 

"Nah gitu dong, sekarang kamu pindah kamar ya ke depan, karena kamar kamu sekarang akan dipakai Susan."

 

Mataku membeliak, bukan hanya menggeser posisiku tapi perempuan yang katanya masih perawan ini juga merampas tempat tidurku.

 

"Ga apa-apa kok, Mas, di kamar yang mana aja yang penting nyaman," sahut Susan, dengan nada dibuat-buat manis.

 

Cuihh! Rasanya aku ingin melempar air liur ini ke wajahnya.

 

"Tapi kamar itu yang paling luas di rumah ini, Yang, nurut sama aku ya biar Yuli aja yang pindah ke depan," balas Mas Ferdi.

 

Oh Tuhan, di depan mataku ia berani memanggil wanita itu dengan sebutan sayang, sementara aku yang sudah lumutan ini dari awal menikah hingga kini tak pernah dipanggil semesra itu.

 

"Ya udah deh kalau Mas maksa." Perempuan itu mengulum senyum, sok manis, sok kecentilan.

 

Awas kamu ya, selama aku masih bernapas takkan kubiarkan kau mengecap kebahagiaan walau sedikit.

 

"Gitu dong, ya udah kamu beresin ya, Yul, kasian Susan pasti kecapean."

 

Sambil berdecak aku masuk ke kamar belakang, kamar yang paling luas di rumah ini,  kemarin hatiku hanya berdarah saat Mas Ferdi selalu mengatakan ingin mendapatkan anak lelaki dari wanita lain.

 

Sekarang setelah ia membawa wanita itu kemari dan kami dibiarkan tinggal satu atap, rasanya hatiku hancur seperti debu.

 

*

 

"Mas ayo makan, sekalian ajak istri barumu makan juga aku sudah masak banyak." Aku tersenyum penuh arti.

 

"Waah banyak banget, tapi ini daging sapi 'kan bukan kambing?" tanya Mas Ferdi.

 

Mas Ferdi menatap makanan yang berderet rapi di atas meja makan, ada sop, sate dan semur, ditambah tumis sayur-sayuran.

 

"Iya daging sapi, Mas, ayo makan."

 

Hahaha tentu saja yang kumasak itu daging kambing, dan bersiaplah darah tinggi serta kolestrol akan menyerang tubuhmu setelah ini, Mas.

 

Aku mengulum senyum kala Mas Ferdi makan dengan lahap daging kambing yang selama ini ia hindari karena memiliki riwayat darah tinggi. Sejak dulu sudah keahlianku memasak daging kambing sampai tak tercium bau prengusnya.

 

Tak hanya Mas Ferdi, wanita yang telah menjadi maduku itu pun terlihat lahap menyantap hidangan yang kusediakan, entahlah dari cara makannya ia seperti orang kelaparan.

 

"Yul, kamar buat Susan udah rapi?" tanya Mas Ferdi dengan mulut penuh.

 

"Hem, tentu saja," jawabku sambil mengunyah makanan.

 

Aku memang jahat, tapi Mas Ferdi bahkan lebih jahat, aku hanya ingin ia sadar bahwa hanya aku istri yang akan menemaninya dalam keadaan senang, sakit, susah dan terpuruk.

 

"Bagus, malam ini kamu harus tidurkan Dara lebih cepat, aku ga mau dia ngeganggu kami," titahnya lagi, dasar tak berperasaan.

 

Lihat saja entah malam ini atau malam kapan kau akan terkapar lemah, Mas.

 

"Ya, kamu tenang saja, Mas, anak-anak akan kuurus, dan aku ga akan menggangumu walau sedetik." Hampir saja sendok yang kugenggam ini menjadi patah.

 

"Terima kasih ya, Mbak, sudah mau menerima kehadiranku," sahut Susan dengan nada dibuat manis.

 

"Hem." Aku hanya menganggukkan kepala menahan gemuruh dalam dada, serta aliran darah yang terasa mendidih.

 

"Mas bilang juga apa 'kan, Yuli pasti nerima kamu." Mas Ferdi menatap istrinya sambil senyum.

 

Aku membuang muka dengan dada mulai naik turun tak beraturan, rasa cemburu benar-benar menyerang hatiku.

 

Makan malam ini telah usai ditandai dengan suara sendawa yang keluar dari mulut Mas Ferdi, sambil tersenyum penuh arti ia melirik Susan, aku tahu betul arti tatapan itu apa.

 

Namun, senyumku mengembang kala semangkuk besar sop kambing dan puluhan tusuk sate kambing telah berpindah ke perutnya.

 

"Aku tidur dulu ya, Yul." Mas Ferdi merangkul pinggang Susan di hadapanku.

 

Aku menahan napas kuat-kuat sambil menganggukkan kepala.

 

Malam ini aku tidur bersama Dara di kamar Dita--anak keduaku-- bagaimanapun juga aku tak sanggup tidur seorang diri membayangkan Mas Ferdi sedang bercinta dengan wanita lain.

 

Kupeluk tubuh Dara saat kudengar suara-suara aneh yang berasal dari kamar sebelah tempat Mas Ferdi dan Susan sedang bercinta, dan tanpa terasa air mataku luruh membasahi pipi dan bantal.

 

Malam ini terasa panjang dan menyakitkan, malam ini hatiku hancur untuk kesekian kalinya, hingga tak terasa rasa kantuk menyerang lalu aku terlelap.

 

*

 

"Mbak! Mbak Yulii!" Terdengar suara teriakan dari dalam kamar Susan.

 

"Mbak! Tolongin Mas Ferdi!"

 

Aku menatap pintu kamar yang tertutup itu sambil menyeringai, lalu menutup pintu depan dan bersiap mengantar anak-anak ke sekolah.

 

 

Bersambung 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
biarkan dia terkapar!
goodnovel comment avatar
Hanum Anindya
emang mas Ferdy nggak bisa membandingkan daging kambing sama daging sapi?.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status