Share

Bab 8

Author: Mami ice bear
last update Last Updated: 2025-05-04 12:40:21

“Kamu yakin mau ke sana sekarang?”

Niko menatap Lisa yang sudah berdiri di depannya dengan ekspresi tegas. Alih-alih menjawab, wanita itu justru memicingkan mata dan menatapnya tajam. Tanpa mengubah posisi, Lisa memutar tubuh menghadap Niko sepenuhnya.

“Kalau tidak sekarang, lalu kapan lagi?” suaranya dingin, menusuk langsung ke hati Niko.

Niko menelan ludah. “Mungkin kita bisa periksakan dulu ke rumah sakit. Sebelum kamu—”

“Aku ini lagi ngidam lho, Mas!” Lisa menyela dengan cepat, suaranya meninggi. “Apa kamu pikir aku ini cuma lagi bercanda, Mas?” Matanya menyala penuh amarah.

Niko memejamkan mata sejenak. Dalam hati, ia memang sedikit ragu jika simpanannya itu hamil, tapi ia tak mungkin mengatakan itu pada Lisa.

“Bukan begitu, Sayang. Hanya saja…”

Niko menghentikan ucapannya saat melihat tatapan Lisa berubah. Ditambah lirikan mata orang tua wanita itu. Membuatnya merasa terpojok.

“Kamu yang membuat aku hamil, Mas!” suara Lisa bergetar, bukan karena ketakutan, melainkan penuh tekanan. “Tapi kamu nggak mau menuruti ngidamku? Kebangetan banget si kamu!”

“Kamu ini niat serius sama anak saya nggak sih! Kalau nggak sanggup, ya sudah biar gugurkan saja kandunganmu Lisa!” berang laki-laki yang ternyata adalah ayah kandung dari Lisa. “Kita bisa cari calon suami baru yang lebih baik dari kamu!”

“Kamu pikir, anakku itu nggak laku, sampai harus mengemis perhatian padamu? Kalau bukan karena hamil, aku tidak akan pernah merestui pernikahan kalian!” geram laki-laki tua itu lagi.

“Laki-laki mental pengecut sepertimu, sama sekali tak layak menjadi menantuku!” sambungnya.

“Asal kamu tahu ya! Ngidam itu normal untuk wanita hamil. Kalau nggak dituruti, bisa ngeces nanti bayinya!” sambung seorang wanita, ibu kandung Lisa.

Niko hanya bisa diam, tapi tubuhnya menegang. Kini dirinya merasa serba salah. Jika boleh jujur, laki-laki itu benar-benar merasa lelah, sejak tadi berada dalam posisi ini.

“Kamu yang berbuat, lalu sekarang kamu berniat lari dan lepas dari tanggung jawab, begitu?!” Lisa menatapnya tajam, penuh amarah dan tuntutan. “Apa yang aku mau, itu anak kita yang mau, Mas!”

Niko mendekat, mencoba mengulur tangannya untuk meraih pundak Lisa. “Aku tidak sedikitpun meragukanmu, Sayang. Hanya saja.…”

“Apa?! Mau alasan apalagi kamu sekarang?” sambar Lisa, nadanya semakin ketus.

Niko menghela nafas dalam. Dengan lembut, ia merangkul pundak Lisa dan menuntunnya duduk kembali di sofa.

“Cafe baru itu cukup jauh, Sayang. Aku takut nanti kamu capek di mobil terus.”

Niko mencoba mencari alasan lagi.

Lisa masih terdiam, mendengarkan ucapan Pras dengan ekspresi tak terbaca.

“Aku nggak mau kamu kecapean, Sayang,” lanjut Niko, berusaha membujuk dengan nada lembut. “Ditambah cafe itu pasti rame banget deh. Karena baru buka.”

Lisa menggigit bibir bawahnya, berpikir. Ucapan Niko kali ini masuk akal, dan ia pun tahu bahwa kehamilan muda memang rentan. Wanita itu tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada janinnya.

“Hmm…” Lisa bergumam, mengangguk perlahan. Jari telunjuknya menyentuh dagunya, menandakan ia sedang berpikir keras.

“Tapi aku beneran pengen makan itu, Sayang,” jawab Lisa.

“Baiklah, kita beli makanan yang kamu mau. Tapi sekalian mampir ke rumah sakit ya,” ujar Niko pada akhirnya. “Sekalian kita tes bagaimana kondisi kandungan kamu.”

“Oke.” jawab Lisa tegas dan diiringi senyum yang mengembang. Namun, tak lama kemudian, ia kembali menatap Niko dengan sorot mata menusuk. “Dan kamu!” Jari telunjuknya kini terangkat, menuding tepat ke wajah laki-laki itu.

“Jangan berpikir aku bisa berkilah ya. Pemeriksaan ini aku lakukan demi membuktikan kalau aku itu hamil. Dan setelah bukti akurat dari rumah sakit keluar, aku akan meminta Ayah dan Ibu menikahkan kita besok. Deal?” Lisa menyipitkan matanya. “Kita akan menikah saat itu juga, di depan kedua orang tuaku. Jangan harap kamu bisa lari dari tanggung jawabmu, Mas!”

“Aku pastika sekali lagi, kalau aku memang benar hamil!” ucap Lisa dengan lantang.

Ya! Niko sebenarnya berencana akan melakukan tes DNA pada kandungan Lisa yang berusia 10 minggu. Sebab laki-laki itu sebenarnya juga masih merasa ragu tentang kehamilan sang kekasih.

Mendengar ucapan Lisa, Niko tak bisa berkata-kata. Ia hanya mengangguk, meski dalam kepalanya, ia masih berusaha mencari celah untuk keluar dari situasi ini.

Lisa bangkit berdiri. “Aku akan bersiap. Tunggu lima belas menit lagi.”

“Jika sampai kau berani menyakiti anakku, kau akan berurusan dengan kami!” tukas ayah Lisa yang kemudian berlalu masuk ke kamar bersama sang istri.

“Haish! Bagaimana kalau Lisa benar-benar hamil dan anak itu benar-benar anakku?!” keluh Niko.

Usai mengatakan hal itu, entah angin apa yang membuat Niko bangkit dari posisinya saat ini.

“Tapi, meski Lisa sedang hamil pun, aku rasa anak itu tetap membutuhkan kehangatan dari ayahnya bukan.”

Ya. Laki-laki itu tidak ingin menunggu sendirian. Ia memilih mengikuti Lisa, dan berjalan masuk ke kamar wanita itu dengan langkah santai.

Lisa yang sedang berdiri membelakangi pintu, menatap pantulan dirinya di cermin besar yang menempel di lemari pakaian, segera menyadari kehadiran Niko.

“Mau apa kamu, Mas?” tanyanya, alisnya sedikit mengernyit.

Tanpa menjawab, Niko mendekat dan tiba-tiba melingkarkan kedua tangannya di pinggang Lisa. Wajahnya dibenamkan di ceruk leher wanita itu, menghirup aroma khas tubuhnya.

“Aku merindukanmu…” bisiknya lirih.

Lisa tak mengatakan apapun, namun tubuhnya tak menolak. Dalam sekejap, suasana berubah panas, hasrat menguasai keduanya.

“Aarghhh lakukan lagi Mas… teruskaan….”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 62

    “Nino masih belum ketemu juga, Nik?”Suara Rukmini terdengar serak namun penuh tekanan. Tatapannya menusuk ke arah putra sulungnya, Niko, yang duduk di sofa dengan wajah gelisah. Sudah satu minggu Nino menghilang tanpa jejak, tepat sejak hari pernikahan Niko dengan Lisa—wanita yang dulunya juga adalah kekasih Nino sendiri.Pertanyaan itu seakan menambah beban yang sudah bertumpuk di pundak Niko. Ia menghela napas berat, menunduk sambil memijit pelipis. Namun sebelum sempat menjawab, suara lain terdengar.“Andini, kamu beneran nggak tau dimana Nino?” Rukmini langsung mengalihkan fokusnya pada sang menantu, tatapannya tajam penuh curiga.Andini yang sejak tadi duduk tenang, hanya mengangkat wajahnya sekilas. Ekspresinya datar, tak ada sedikitpun rasa terintimidasi.“Nggak,” jawabnya singkat, tanpa basa-basi.Jawaban itu membuat dahi Rukmini berkerut. “Kamu itu, Ndin, mertua ngajak ngomong serius malah jawabannya sengak.” Suaranya meninggi, penuh kekesalan yang sudah lama dipendam.Andi

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 61

    “Neng yakin mau tampung mereka di sini?”Suara Mbok Nah terdengar pelan, hampir seperti bisikan. Pertanyaan itu meluncur setelah langkah kaki Lisa dan Niko lenyap dari ruang makan. Suasana mendadak lengang, menyisakan aroma nasi goreng yang sudah dingin.Andini masih duduk di kursinya, menyentuh cangkir teh hijau yang uapnya mulai menipis. Wajahnya tampak tenang, nyaris datar, meski jelas ada sisa ketegangan di ruangan itu.“Memang kenapa, Mbok?” tanyanya lembut, berbeda jauh dari nada bicara keras dan menusuk yang ditujukan pada Lisa beberapa menit lalu.Mbok Nah mengalihkan pandangannya sejenak, lalu menatap kembali. Ada keraguan di sorot matanya, seperti orang yang menyimpan kalimat tetapi enggan mengucapkannya.“Em … gapapa sih, Neng.”Andini tersenyum tipis, senyum yang lebih seperti menahan lelah ketimbang ramah.“Ngomong aja, Mbok. Gapapa kok. Lagian, pesanku cuma satu. Mbok Nah jangan pernah ikutin kemauan mereka. Ini bukan soal siapa yang bayar Mbok Nah. Tapi orang-orang mac

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 60

    “Mas! Kamu belain dia?”Lisa mencebik, bibirnya menekuk penuh kekesalan. Matanya menyipit, menatap suaminya dengan tajam seakan mencari pengakuan. Ketidakpuasan jelas menguasai wajahnya.Beberapa saat sebelumnya, Lisa masih saja meributkan hal kecil, tentang sarapan yang tak sesuai dengan seleranya. Hingga suasana ruang makan menjadi riuh. Sementara Andini tetap duduk dengan tenang, tak tergoyahkan oleh keributan yang dibuat oleh adik madunya. Sedangkan Niko datang terlambat. Laki-laki itu mencoba menengahi. Namun, di mata Lisa, jelas sekali sikap Niko lebih berpihak pada Andini.“Aku nggak belain siapa-siapa, Lisa,” ucap Niko pelan, suaranya nyaris tenggelam.Kalimat itu bukannya menenangkan, justru terdengar ragu. Bahunya menurun, sorot matanya tak berani menatap lama pada istrinya yang sedang meledak-ledak.Andini masih bersikap cuek. Ia sibuk dengan piring berisi nasi gorengnya, menyendok perlahan seolah suara keras Lisa hanyalah dengungan lalat di telinga. Bahkan saat Lisa melot

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 59

    “Mbok! Mana sarapannya?!”Suara melengking Lisa menggema, menghantam dinding-dinding rumah besar itu. Nada tinggi yang terdengar kasar membuat pagi yang seharusnya tenang berubah gaduh.Andini yang baru saja menutup pintu kamarnya tersentak kecil. Keningnya berkerut.‘Berulah apalagi orang itu?’ batinnya. Dengan langkah santai namun penuh rasa waspada, ia berbalik arah dan menuruni tangga.Di ruang makan, Mbok Nah terlihat tergopoh, terburu-buru mendekat. Usianya sudah senja, namun ia tetap berusaha sigap. Sementara di ujung meja makan, Lisa berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya memerah menahan emosi.“Itu sarapan, Non,” ucap Mbok Nah sambil menunjuk nasi goreng hangat yang sudah tersaji, lengkap dengan telur mata sapi yang masih mengepul di piring kecil.Lisa mendengus keras. Ia mengangkat telunjuknya, menunjuk ke arah hidangan tersebut dengan tatapan penuh rasa muak.“Ini kamu bilang sarapan?”Mbok Nah menelan ludah, suaranya ragu tapi tetap sopan.“Memang … mau sarapan

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 58

    Andini mendekat. Langkahnya ringan, nyaris tanpa suara, tapi penuh tekanan tak kasatmata yang menggulung seperti badai kecil dalam kamar mereka. Begitu jarak cukup dekat, ia berdiri tegak di depan Niko. Kepalanya sedikit mendongak, sedangkan sorot matanya menusuk lurus ke arah mata pria itu, seperti sedang menilai seekor serigala yang menyamar jadi manusia.“Denger ya, Mas,” ucapnya datar, nyaris tanpa nada. Tapi justru itu yang membuat ucapannya menggigit.“Mbok Nah itu memang pembantu, tapi dia tahu tempatnya di mana. Dia nggak sok pamer status mentang-mentang aku baikin, dia juga nggak ngelunjak. Nggak datang tanpa diundang kayak jaelangkung, apalagi bawa koper segede gaban kayak mau ngungsi.”Andini berhenti sejenak, nafasnya naik-turun perlahan, menahan emosi yang mengendap di dada. Lalu suaranya kembali terdengar, lebih tajam.“Sementara istri barumu itu—baru juga lima menit masuk rumah ini, udah ngajak ribut hawanya. Mau minta privilege karena lagi hamil? Emang dia siapa? Karn

  • Kukembalikan Suami Benalu pada Ibunya   Bab 57

    “Ya sudah, suruh saja dia tidur di kamar pembantu.”Suara Andini terdengar datar, tanpa jeda sedikit pun untuk sekedar setitik empati. Keputusan telah dibuat, dan nada bicaranya menutup semua peluang kompromi yang coba diusik oleh Niko. Laki-laki itu pun hanya bisa menatap punggung istrinya yang kini mulai melangkah naik ke lantai dua, meninggalkan ruang tamu dengan Lisa dan Ibu Rukmini yang masih mematung. Suasana di bawah nyaris membeku, hanya suara detik jam dinding yang terdengar samar.Namun rupanya, Niko belum siap menyerah.Langkahnya tegas mengayun cepat ke lantai atas, menyusul Andini yang baru saja masuk ke kamar. Ia menutup pintu perlahan, mencoba agar percakapan selanjutnya tidak terdengar orang rumah. Tapi siapa pun tahu, itu percuma saja.“Jangan gitu dong, Sayang,” bujuk Niko sambil mendekat, mencoba menyentuh bahu istrinya.Andini hanya menepis tangan itu pelan, lalu menghempaskan tubuh ke kursi rias. Ia mengambil kapas dan mulai menghapus sisa make up di wajahnya, ge

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status