Share

Kulamar Kau Dengan Sedotan
Kulamar Kau Dengan Sedotan
Penulis: Fortunata

Bab 1

“Brraaakkkk!!!”

Bunyi kursi menghantam meja itu kencang sekali sehingga membuat semua yang ada di sekitarnya menoleh ke arah sumber suara.

“Adduuhh, maaf ya, aku bener-bener enggak sengaja,” ucap seorang gadis dengan rambut sebahu dan potongan poni datar.

Permintaan maaf dengan nada yang dibuat-buat untuk terdengar imut itu benar-benar membuat jengkel siapapun yang mendengarnya.

“Kebangetan ya kamu!” sahut gadis yang sudah terduduk di lantai itu. Dia terlihat sangat kesakitan.

Gadis yang terduduk di lantai itu sudah tahu kalau dia sengaja didorong bersamaan dengan kursi. 

“Lohh… Lohhh… Kok marah? Kan aku udah bilang enggak sengaja, katanya kamu anak baiiikkkk. Kok anak baik marah? Anak baik harusnya ikhlas dong!”

Silvi benar-benar tersenyum puas melihat Rena yang meringis kesakitan.

“Udah ahh, mau lanjut kerja. Byeee,” ucap Silvi yang berniat untuk langsung pergi.

“Aaahhh satu lagi, anak baik harusnya enggak akan rebut pacar orang sih,” bisik Silvi pada Rena.

Silvi berlalu meninggalkan Rena dengan senyum puas. Orang-orang di sekitar tempat kejadian juga tidak berniat untuk membantu Rena dan mewajarkan tindakan Silvi.

“Aku enggak kasihan sih, biarin aja.”

“Wajar banget sih Silvi marah kayak gitu.”

"Rasain! Siapa suruh genit!"

Sudah menjadi hal biasa bagi Rena mendengar bisik-bisik tidak menyenangkan tersebut, sudah kebal.

"Bodo amat! Semua satu tim enggak ada yang waras." batin Rena.

“Ya ampun Renaaa!” teriak Ferdian yang baru saja datang.

Ferdian yang baru saja memasuki ruangan itu langsung membantu Rena untuk berdiri. Beberapa pasang mata di sekitar sana benar-benar menatap mereka tajam. Tentu saja, ada seorang Silvi yang memancarkan aura negatif dari kejauhan!

“Lepas!” ucap Rena.

Meski berucap dengan pelan, gadis itu menepis tangan Ferdian dengan marah.

“Aku anterin ke meja kamu ya, Ren?” tanya Ferdian lembut.

“Enggak usah, aku bisa sendiri. Permisi!”

Rena yang kesakitan itu berusaha berdiri dengan sekuat tenaga.

"Tapi, Ren..."

"Udah ya, Ferdian. Stop! Menurut kamu gara-gara siapa aku jadi begini? Aku mau balik ke mejaku dan jangan ikutin aku! Permisi!" ucap Rena menahan amarahnya.

Untung saja Ferdian tetap diam di tempat. Jika tidak, Rena benar-benar akan kehilangan akal sehatnya.

“Ren? Kok jalan kamu begitu sih? Kamu kenapa?” tanya Mitha saat Rena sudah sampai di kursinya.

“Biasa… Kelakuan Silvi,” jawab Rena singkat.

“Ya ampuuunnnnnn, bener-bener ya anak itu!” pekik Mitha.

Mitha bangkit dari kursi dan memeriksa keadaan Rena. Celana kain Rena ia tarik sampai ke lutut, terlihat kemerahan di lutut yang cukup mulus itu.

“Adduhhh, merah banget lagi, pasti besok biru nih. Aku cari kain sama air es buat kompres dulu,” kata Mitha.

“Makasih ya, Mit.”

Mitha tidak menjawab ucapan terima kasih Rena, dia buru-buru mencari kain dan es. Sekitar sepuluh menit kemudian, Mitha datang membawa baskom berisi es dan handuk kecil.

“Cepet angkat celananya!” perintah Mitha pada Rena.

Rena pun patuh pada gadis di depannya ini.

“Ahhh… Aaawwww! Pelan dikit, Mit,” ucap Rena kesakitan.

“Biarin, siapa suruh kamu enggak hati-hati. Udah tahu Silvi itu enggak waras. Dia tetep akan salahin kamu sebagai alasan putusnya hubungan dia sama Ferdian,” oceh Mitha.

Mitha benar-benar terlihat seperti ibu-ibu yang sedang memarahi anak dan mengobatinya di saat yang sama.

Tipe ibu-ibu yang akan berteriak 'Essss terroooossss!' saat anaknya mulai batuk. 

“Ya kan ke pantry lewatin ruangan tim dia, Mit. Pas aku lewat juga enggak ada dia, eeehhhh tiba-tiba didorong. Kurang ajar emang anak itu, tapi mau kuajak berantem juga males. Begonya di luar nalar soalnya,” ucap Rena tanpa filter.

Rena benar-benar kesal. Sudah berulang dia menjelaskan pada Silvi kalau Ferdian hanya menyukainya secara sepihak. Namun, Silvi tetap saja abai.

“Makanya hati-hati Renaaa!”

Mitha makin menekan lutut Rena dengan kasar. Rena hanya bisa meringis sepanjang Mitha mengompres lututnya.

***

“Ya ampuuunn, kok bisa sih kamu tambah ganteng begini…”

Terdengar suara Fiona berbincang akrab dengan seseorang dari balik pintu. Rena yang baru saja pulang kerja heran karena ibunya tertawa cukup kencang.

“Mama lagi ngobrol sama siapa ya? Seru banget kayaknya,” batin Rena.

“Ma... Rena pullaaannggg…”

“Kebetulan banget kamu udah pulang sayang. Sini sapa dulu tante Rita sama Rendy,” ucap Fiona dengan wajah berbinar-binar.

Rena membeku sesaat melihat siapa yang sedang duduk santai di rumahnya ini.

“Halo tante, tante apa kabar? Kamu juga... Ren... apa kabar?” tanya Rena canggung.

“Duduk dulu sini sayang,” ucap Fiona sambil menepuk sofa.

“Bentar ya ma, aku mau ke kamar sebentar simpen tas,” jawab Rena menunjuk arah kamarnya. Dia berusaha untuk berjalan normal dengan lutut yang masih memerah itu.

“Iya Ren, simpen dulu tas nya habis itu gabung sama kita,” ucap tante Rita.

“Iya tante, sebentar ya.”

Rena pun menuju kamarnya dengan buru-buru.

“Aduhh, Taa… Coba lihat deh anak kamu, enggak ngedip dari tadi lihatin Rena terus. Kenapa Ren? Tambah cantik kan anak tante?” goda Fiona pada Rendy.

Rendy yang ditanya seperti itu hanya tersenyum malu.

“Aaarrrrgggghhhhh!!! Kenapa dia ada di sini siiihhhhh??!!!” teriak Rena dalam hati sambil meninju bantal gulingnya saat sudah di kamar.

Rena kesal sekali, satu-satunya orang yang tidak ingin ia temui kini ada di rumahnya.

“Jadi keinget hal-hal jelek,” gumam Rena usai kelelahan meninju guling.

Dengan malas, gadis itu menuju kamar mandi untuk cuci muka. Setelah itu, ia melangkah gontai menuju ruang tamu.

“Naahhh ini dia anaknya, ngapain sih kamu lama banget di kamar?” tanya Fiona.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status