“Cuci muka sebentar ma, gerah,” jawab Rena seadanya.
“Duuuhhh, lama enggak ketemu Rena jadi tambah cantik ya. Hebat juga udah punya rumah sendiri. Mana rumahnya rapi banget lagi. Ini bukan karena ada kamu kan Fi jadi rumahnya rapi?” tanya Rita pada Fiona.
“Hahaha, enggak Ta. Rena memang rapi kok anaknya. Pinter dia urus rumah, cuma kurang bisa masak aja. Tapi meskipun kurang bisa, dia suka masak. Sekarang jadi udah lumayan enak masakan dia. Udah bisa laahhh dijadiin mantu,” ucap Fiona pada Rita.
Kedua wanita paruh baya itu tertawa dengan sangat bahagia hingga tidak memperhatikan Rena yang tersenyum kecut.
“Hahaha, oke oke. Gampang laahhh, nanti kita atur tanggalnya,” jawab Rita.
Rena sudah tidak fokus lagi mendengar percakapan mereka. Namun, hal yang membuat Rena kesal adalah Rendy yang terlihat sangat santai itu. Ingin sekali dia mencubit lengan pria itu hingga biru.
***
“Mamaaa! Apa maksudnya sih jadi menantu jadi menantu segala? Enggak lucu tahu bercandanya!” ucap Rena pada Fiona setelah Rita dan Rendy pulang.
“Emangnya kenapa sih Reeennn? Rendy kan anaknya baik. Mana ganteng, sukses pula. Terus jelas banget bibit bebet bobotnya bagus, kamu tahu sendiri tante Rita temen mama dari SMA. Kamu juga belum punya pacar kan?” jawab Fiona pada Rena.
Rena terdiam mendengar ucapan ibunya itu. Gadis itu juga tidak bisa menyalahkan sang ibu karena dia sendiri tak pernah bercerita bahwa ia dan laki-laki yang baru saja mamanya puji itu pernah menjalin hubungan. Malangnya, hubungan mereka kandas karena orang ketiga.
“Siapapun asal jangan Rendy,” batin Rena.
“Rena memang belum punya pacar, tapi Rena juga enggak mau sama Rendy. Urusan jodoh biar Rena sendiri yang cari. Mama jangan gangguin Rena,” ucap Rena tegas.
"Kalau gitu ya dicari dong, Ren. Mama itu cuma enggak mau kalau kamu jadi perawan tua."
"Apa sih ma, umur Rena bahkan baru 27 tahun iniiiiiii!"
Rena yang kesal pun naik menuju kamarnya. Setelah mengunci kamar, gadis itu menangis tersedu-sedu. Ingin sekali dia berteriak. Sekuat tenaga ia menahan isak tangisnya agar tak terdengar oleh sang ibu.
“Kenapaaa coba anak ini,” gumam Fiona.
***
Pagi ini selera makan Rena rusak. Fiona terus bercerita pada suaminya tentang Rita yang berkunjung semalam. Wanita paruh baya itu benar-benar bersemangat untuk menjodohkannya dengan Rendy.
“Maaa, Rena kan udah bilang enggak mau. Biarin Rena cari sendiri laahh,” ucap Rena dengan wajah yang sudah tertekuk.
“Memangnya kenapa sih Reeennn? Kamu kan juga udah kenal lama sama Rendy, satu sekolahan terus kan dulu. Enggak ada kurangnya loh anak itu,” ucap Fiona membujuk Rena.
“Justru karena Rena udah lama kenal sama Rendy ma, makanya Rena tahu kalau kita enggak bakalan cocok.”
“Dicoba dulu loh Ren, kalau enggak dicoba ya enggak bakalan tahu.”
“Enggak perlu ma, Rena enggak mau.”
“Memangnya apa sih yang menurut kamu enggak akan cocok?” tanya Fiona tak menyerah.
Arga, sang ayah menyimak perbincangan kedua ibu dan anak ini dalam diam.
"Dia enggak cinta sama sama anak mama, itu yang bikin enggak cocok," batin Rena.
Rena menarik nafas perlahan, lalu menghembuskannya dengan sedikit kasar. Kesabarannya sudah habis. Jika ia terus berada di meja makan, akan keluar kalimat tak menyenangkan dari mulutnya.
"Udah maaa, biarin aja Rena cari sendiri. Udah gede dia," ucap Arga yang akhirnya membuka mulut.
Di mata Arga, Rena adalah anak yang cukup dewasa untuk menentukan semuanya sendiri termasuk pasangan. Arga tidak berniat memaksa putri semata wayangnya itu.
"Mana bisa begitu sih paaa..." kata Fiona.
“Rena berangkat kerja dulu.”
Rena yang sudah tidak tahan itu meletakkan sendok dan garpu ke piring yang masih menyisakan nasi goreng setengah porsi. Dia yang biasa menggunakan jasa ojek online untuk ke stasiun, mendadak naik ke kamar untuk mengambil kunci mobil. Gadis itu tak ingin mendengar ocehan ibunya selagi ia menunggu ojek.
“Tumben kamu naik mobil?” tanya Fiona yang melihat putrinya memegang kunci mobil.
“Pulangnya nanti agak malem, mau main sama Laura,” jawab Rena bohong.
Rena pun berjalan dengan sangat cepat menuju mobilnya.
“Reeennnaaaa, si Rendy udah balik ke Indonesiaaaa…” ucap Laura di telepon saat Rena sedang menyetir.
“Iya, tahu...” jawab Rena seadanya.
“Kok bisaa? Bukannya kamu block instakilo nya Rendy ya?”
“Iya, masih kok. Tapi semalem dia sama mamanya ada main ke rumahku.”
“Aahh iya, hampir lupa! Mama kalian kan bestie banget.”
“Gitu lah! Gara-gara persahabatan mereka yang lengket itu, ada percakapan konyol kalau aku mau dijodohin sama Rendy.”
“Hah? Seriusan Ren? Terus si Rendy bilang apa?”
“Dia santai banget dan malah ketawa-ketawa. Aku enggak sempat ngobrol sih sama dia kemaren. Harusnya dia tuh bantah gitu loh, nyebelin bangeeeettttt! Kapan-kapan aja deh aku ceritain. Aku lagi nyetir, di jalan mau ke kantor. Udah dulu ya, Ra.”
“Janji yaaa nanti cerita. Hati-hati Ren, byeee.”
Setelah mengucap “bye”, Laura pun mematikan teleponnya.
Kepala Rena benar-benar sakit. Mengapa hal seperti ini harus ada di kehidupannya yang sudah cukup berisik.
“Aku enggak mau sama mantan pacar yang mudah bosen dan selingkuhin akuuuuuu!!!” teriak Rena dari dalam mobil.
“Bisa gila aku,” gumam Rena.
Sesampainya di kantor, Rena pergi membeli kopi dan roti. Gadis yang bad mood itu langsung memasang earphone dan fokus untuk bekerja.
“Udah lama enggak ketemu, ternyata istriku tambah cantik,” ujar seorang pria pada Rena yang sedang fokus pada laptopnya.
Tangan Rena masih fokus memainkan rumus excel dengan lincah. Ia tak mendengar ucapan pria itu. Tak lupa sesekali menyeruput caffe latte dari kedai kopi kesayangannya.Pagi Rena yang semula berkabut perlahan berubah cerah. Ia tak peduli dengan suara-suara di luar earphone.Bekerja sambil minum kopi memang terbaik!“Rennn…” ucap Mitha sambil menarik pelan lengan baju Rena.Semua yang ada di ruangan itu sudah melirik pada Rena yang masih asyik dengan laptop dan sumpalan earphone di kedua telinganya.“Hmmmm… bentar Mit, bentar... Lagi tanggung…” jawab Rena yang masih saja fokus dengan laptopnya.Mitha pun melirik pria yang juga kini berada di depannya itu. Tak disangka, pria itu melemparkan senyum santai ekstra cerah yang membuat ketampanannya kini berada di level 1000/10. Mitha sendiri hanya bisa membalas senyum tampan itu dengan senyum kikuk sembari bergantian melirik ke Rena.“Reeennn, pak Bambang manggil kamu,” ucap Mitha agak keras pada Rena yang kira-kira sudah 5 menit belum juga me
Rena yang kehabisan kata-kata itu pun dengan cepat membalikkan badan dan berjalan menuju toilet. Ia merasa sakit di perutnya itu jadi upgrade level.Ferdian terus melihat punggung Rena hingga gadis itu lenyap dari pandangannya.“Aaaarrrgghhhh! Bisa gila aku!” teriak Rena dalam hati.Gadis itu pun mengacak-acak rambutnya tanpa sadar. Rambut ikal panjang ala Korea yang menghabiskan waktu catok 15 menit itu hancur dalam sekejap.Saat masuk ke toilet, ia masuk ke dalam bilik kloset dengan kecepatan yang luar biasa. “Haaddoohhhh... Ferdian batu begitu enggak mempan ditolak, ditambah lagi ada Rendy. Bikin kepala sakit aja, mana kaki belom sembuh juga,” gumam Rena.“Viii… Lihat kan tadi? Ada karyawan baru! Siapa deh tadi namanya? Rendy ya kalau enggak salah. Ganteng bangeeetttt!”Suara Mia, Rena sangat mengenali suara itu.“Duhh! Apa lagi sih iniiiiiiiiii,” batin Rena.“Hmmm, lumayan,” sahut Silvi, lawan bicara Mia sembari mencuci tangan.Usai mencuci tangan, Silvi mengeluarkan pewarna bibi
Rena yang merasa panas mengingat masa lalu itu meneguk es lemon tehnya dengan kasar.“Indy bahkan selalu ketakutan dulu pas lewat depan aku. Artinya apa? Artinya dia merasa bersalah ke aku. Dia tahu yang dia lakuin salah. Sementara kamu? Cuma kamu yang enggak merasa itu salah,” tambah Rena.Rena bahkan menatap Rendy frustasi. Ekspresinya bahkan mengisyaratkan dengan jelas bahwa gadis itu sedang mengumpat, “Hey bro, come on! Kamu pinter loh, masa logika sederhana begini enggak kepikiran!”Rendy meletakkan burgernya yang masih tersisa sedikit di atas piring dan menatap lurus ke mata Rena.“Tapi Ren…” ucap Rendy terlihat ingin membantah.“Apa?” tanya Rena ketus.Rendy diam dan merenung sesaat. Penjelasan Rena masuk akal juga. Benar juga dulu dia mulai dekat dengan Indy saat masih berpacaran dengan Rena. Meski status mereka bukan pacar, dia lebih sering menghubungi Indy daripada Rena.“Okee. Aku ngaku salah. Aku bersalah sama kamu, Ren. Maaf, aku belum sempat minta maaf dengan benar sama
Rena pun menununjukkan baju dan celananya kemudian sedikit berputar ala model."Heeemmm... Iiii.. Iyaaa.. bagus kok," jawab pak Bambang sambil mengeluarkan gaya andalan bapak-bapak saat ada sesi foto, jempol di tangan.Pak Bambang yang masih heran pun berlalu duduk dengan mata yang masih tertuju pada Rena.“Mit… Itu temen kamu kenapaaaa?” bisik pak Bambang pada Mitha.“Katanya bosen pak, mau ganti suasana,” jawab Mitha yang juga berbisik.“Bosen? Apa kerjaannya kurang ya?”Mendengar itu, Mitha menjauh dari pak Bambang. Dia tak ingin ikut terseret tambahan pekerjaan. Kemudian pak Bambang berjalan perlahan menuju ke meja Rena.“Reeeennn…” panggil pak Bambang hati-hati.“Hmmm? Ya pak?” tanya Rena yang kini sudah menoleh ke arah pak Bambang.“Kamu lagi bosen? Kerjaan lagi kurang banyak kah?” tanya pak Bambang yang masih berhati-hati.Wajah Rena langsung berubah cemberut.“Bapaaakkk… Kalau bapak tambahin lagi kerjaan saya, enggak akan ada yang selesai tepat waktu nanti. Saya aja sekarang u
Pelahan, Ferdian berjalan ke arah tempat mereka.Ferdian terus mendekat. Untungnya, pria itu melewati mereka dengan tenang dan duduk di tempat yang cukup jauh.“Fiiuuuhhhh,” ucap Mitha lega.Meski begitu, nafsu makan Rena yang sudah hilang tetap tidak bisa kembali.“Kenapa sih emangnya?” tanya Rendy.“Itu namanya Ferdian, dia suka sama Rena.”“Mitthhhaaaa…” ucap Rena dengan mata yang sudah membesar.Mendengar itu, raut wajah Rendy berubah menjadi tidak menyenangkan.“Hmmm… Terus kenapa kamu enggak mau dia gabung?” tanya Rendy pada Rena.“Dia adalah sumber penderitaan Rena di kantor,” celetuk Mitha.“Maksudnya?” tanya Rendy heran.“Ferdian itu pacaran sama anak divisi dia juga yang namanya Silvi. Tapi mereka putus karena Ferdian suka sama Rena. Dia bilang terang-terangan sama Silvi kalau dia mau fokus dapetin Rena,” jelas Mitha."Aaaahhhh, yang itu ternyata orangnya," batin Rendy.“Terus gimana? Kamu suka sama dia juga, Ren?” tanya Rendy pada Rena yang sudah memijat kepalanya. Kepala R
Untuk sesaat, Rena tidak mampu merespon perkataan Rendy. Otaknya benar-benar bekerja keras untuk memproses apa yang baru saja ia dengar.“Aku anggap gak denger apa-apa barusan, aku duluan,” ucap Rena pada Rendy.Gadis itu kesal. Rendy sungguh tidak bisa membaca situasi. Di tengah kekesalannya itu, bisa-bisanya Rendy bercanda.“Aku serius Ren,” ucap Rendy memegang tangan Rena.Rendy memegangnya untuk mencegah Rena pergi.“Aku mau balik kerja.”Rena pun melepaskan tangannya dari genggaman Nico.“Reenn…”Lagi-lagi Nico memengang tangan Rena.“Apa siiihhh Ren? Aku bener-benar gak mood untuk bercanda,” ucap Rena kesal.“Aku serius.”Rendy menatap mata Rena lurus. Pria itu tidak sedang bercanda.“Kita bicarain lagi pas pulang kerja nanti, aku beneran harus balik ke meja sekarang. Mesti cek ulang bahan-bahan buat rapat sore ini,” ucap Rena.Mendengar itu, wajah Rendy berubah menjadi lembut. Lebih mirip seperti anak anjing lucu yang dituruti keinginannya oleh sang majikan.“Gemas!” batin Rena
“Maksud kamu?” Rendy bingung dengan pertanyaan Rena. Apa maksud Rena? Bukankah Rena satu paket dengan kenangan mereka? “Aku bukan Rena yang sama dengan sepuluh tahun lalu Ren. Aku banyak berubah. Kamu juga pasti banyak berubah,” ucap Rena. “Hmmm… Iyaaa… Teeee…ruuusss?” Rendy masih tak mengerti apa maksud Rena. Pria itu bahkan sampai mengernyitkan dahinya. “Karena pernah pacaran sama aku, bisa jadi tanpa sadar kamu udah punya ekspektasi. Ekspektasinya yaaa dapet yang lebih baik dari aku. Selama kita pacaran, aku pasti punya sisi bagus dong. Sisi bagus itu tanpa sadar kamu harap untuk dapetin terus meskipun kamu pacarannya gak sama aku. Sampe sini paham dulu gak konsep awalnya?” tanya Rena. Meski Rendy tergolong cerdas, entah mengapa untuk masalah percintaan, Rena merasa Rendy agak-agak bodoh. Jadi, Rena memutuskan untuk menjelaskannya dengan lambat. “Iya, coba lanjutin dulu,” kata Rendy mengangguk. Meski belum menemukan jawaban atas pertanyaannya, Rendy berusaha mendengarkan pe
“Haduuuhhhh! Ini kenapa mama keluar segala sih?! Arrrggghhhhhh!” teriak Rena dalam hati.“Gak kenapa-kenapa ma, ini Rendy udah mau pulang kok. Iya kan Ren?” tanya Rena sambil melotot ke arah Rendy.“Oohhh iya. Niatnya tadi gitu sih tante, cuma saya pikir sapa tante dulu aja sebentar baru pulang,” ucap Rendy sambil merapikan bajunya yang kusut sehabis didorong Rena.“Ya sudah ayo masuk kalau gitu. Duuuhhhh senengnya calon mantu dateng,” ucap Fiona dengan wajah cerah.“Mamaaaaaaaaa….”Rena mendengus sebal. Jelas sekali Fiona mengabaikan anak perempuannya yang panas itu.“Kok kalian bisa barengan? Habis kencan yaaaa?” tanya Fiona usil saat mereka bertiga sudah duduk di kursi ruang tamu.“Enggak maaa, cuma anter pulang biasa,” jawab Rena cepat.Rena tidak ingin Rendy menjawab pertanyaan mamanya itu sembarangan.“Kiiiiii….&