Share

Bab 2

“Cuci muka sebentar ma, gerah,” jawab Rena seadanya.

“Duuuhhh, lama enggak ketemu Rena jadi tambah cantik ya. Hebat juga udah punya rumah sendiri. Mana rumahnya rapi banget lagi. Ini bukan karena ada kamu kan Fi jadi rumahnya rapi?” tanya Rita pada Fiona.

“Hahaha, enggak Ta. Rena memang rapi kok anaknya. Pinter dia urus rumah, cuma kurang bisa masak aja. Tapi meskipun kurang bisa, dia suka masak. Sekarang jadi udah lumayan enak masakan dia. Udah bisa laahhh dijadiin mantu,” ucap Fiona pada Rita.

Kedua wanita paruh baya itu tertawa dengan sangat bahagia hingga tidak memperhatikan Rena yang tersenyum kecut.

“Hahaha, oke oke. Gampang laahhh, nanti kita atur tanggalnya,” jawab Rita.

Rena sudah tidak fokus lagi mendengar percakapan mereka. Namun, hal yang membuat Rena kesal adalah Rendy yang terlihat sangat santai itu. Ingin sekali dia mencubit lengan pria itu hingga biru.

***

“Mamaaa! Apa maksudnya sih jadi menantu jadi menantu segala? Enggak lucu tahu bercandanya!” ucap Rena pada Fiona setelah Rita dan Rendy pulang.

“Emangnya kenapa sih Reeennn? Rendy kan anaknya baik. Mana ganteng, sukses pula. Terus jelas banget bibit bebet bobotnya bagus, kamu tahu sendiri tante Rita temen mama dari SMA. Kamu juga belum punya pacar kan?” jawab Fiona pada Rena.

Rena terdiam mendengar ucapan ibunya itu. Gadis itu juga tidak bisa menyalahkan sang ibu karena dia sendiri tak pernah bercerita bahwa ia dan laki-laki yang baru saja mamanya puji itu pernah menjalin hubungan. Malangnya, hubungan mereka kandas karena orang ketiga.

“Siapapun asal jangan Rendy,” batin Rena.

“Rena memang belum punya pacar, tapi Rena juga enggak mau sama Rendy. Urusan jodoh biar Rena sendiri yang cari. Mama jangan gangguin Rena,” ucap Rena tegas.

"Kalau gitu ya dicari dong, Ren. Mama itu cuma enggak mau kalau kamu jadi perawan tua."

"Apa sih ma, umur Rena bahkan baru 27 tahun iniiiiiii!"

Rena yang kesal pun naik menuju kamarnya. Setelah mengunci kamar, gadis itu menangis tersedu-sedu. Ingin sekali dia berteriak. Sekuat tenaga ia menahan isak tangisnya agar tak terdengar oleh sang ibu.

“Kenapaaa coba anak ini,” gumam Fiona.

***

Pagi ini selera makan Rena rusak. Fiona terus bercerita pada suaminya tentang Rita yang berkunjung semalam. Wanita paruh baya itu benar-benar bersemangat untuk menjodohkannya dengan Rendy.

“Maaa, Rena kan udah bilang enggak mau. Biarin Rena cari sendiri laahh,” ucap Rena dengan wajah yang sudah tertekuk.

“Memangnya kenapa sih Reeennn? Kamu kan juga udah kenal lama sama Rendy, satu sekolahan terus kan dulu. Enggak ada kurangnya loh anak itu,” ucap Fiona membujuk Rena.

“Justru karena Rena udah lama kenal sama Rendy ma, makanya Rena tahu kalau kita enggak bakalan cocok.”

“Dicoba dulu loh Ren, kalau enggak dicoba ya enggak bakalan tahu.”

“Enggak perlu ma, Rena enggak mau.”

“Memangnya apa sih yang menurut kamu enggak akan cocok?” tanya Fiona tak menyerah.

Arga, sang ayah menyimak perbincangan kedua ibu dan anak ini dalam diam.

"Dia enggak cinta sama sama anak mama, itu yang bikin enggak cocok," batin Rena.

Rena menarik nafas perlahan, lalu menghembuskannya dengan sedikit kasar. Kesabarannya sudah habis. Jika ia terus berada di meja makan, akan keluar kalimat tak menyenangkan dari mulutnya.

"Udah maaa, biarin aja Rena cari sendiri. Udah gede dia," ucap Arga yang akhirnya membuka mulut.

Di mata Arga, Rena adalah anak yang cukup dewasa untuk menentukan semuanya sendiri termasuk pasangan. Arga tidak berniat memaksa putri semata wayangnya itu.

"Mana bisa begitu sih paaa..." kata Fiona.

“Rena berangkat kerja dulu.”

Rena yang sudah tidak tahan itu meletakkan sendok dan garpu ke piring yang masih menyisakan nasi goreng setengah porsi. Dia yang biasa menggunakan jasa ojek online untuk ke stasiun, mendadak naik ke kamar untuk mengambil kunci mobil. Gadis itu tak ingin mendengar ocehan ibunya selagi ia menunggu ojek.

“Tumben kamu naik mobil?” tanya Fiona yang melihat putrinya memegang kunci mobil.

“Pulangnya nanti agak malem, mau main sama Laura,” jawab Rena bohong.

Rena pun berjalan dengan sangat cepat menuju mobilnya.

“Reeennnaaaa, si Rendy udah balik ke Indonesiaaaa…” ucap Laura di telepon saat Rena sedang menyetir.

“Iya, tahu...” jawab Rena seadanya.

“Kok bisaa? Bukannya kamu block instakilo nya Rendy ya?”

“Iya, masih kok. Tapi semalem dia sama mamanya ada main ke rumahku.”

“Aahh iya, hampir lupa! Mama kalian kan bestie banget.”

“Gitu lah! Gara-gara persahabatan mereka yang lengket itu, ada percakapan konyol kalau aku mau dijodohin sama Rendy.”

“Hah? Seriusan Ren? Terus si Rendy bilang apa?”

 “Dia santai banget dan malah ketawa-ketawa. Aku enggak sempat ngobrol sih sama dia kemaren. Harusnya dia tuh bantah gitu loh, nyebelin bangeeeettttt! Kapan-kapan aja deh aku ceritain. Aku lagi nyetir, di jalan mau ke kantor. Udah dulu ya, Ra.”

“Janji yaaa nanti cerita. Hati-hati Ren, byeee.”

Setelah mengucap “bye”, Laura pun mematikan teleponnya.

Kepala Rena benar-benar sakit. Mengapa hal seperti ini harus ada di kehidupannya yang sudah cukup berisik.

“Aku enggak mau sama mantan pacar yang mudah bosen dan selingkuhin akuuuuuu!!!” teriak Rena dari dalam mobil.

“Bisa gila aku,” gumam Rena.

Sesampainya di kantor, Rena pergi membeli kopi dan roti. Gadis yang bad mood itu langsung memasang earphone dan fokus untuk bekerja.

“Udah lama enggak ketemu, ternyata istriku tambah cantik,” ujar seorang pria pada Rena yang sedang fokus pada laptopnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status