Ammar keluar dari ruang bersalin, begitu juga dengan Umi. Ayudia memilih untuk berjuang seorang diri. Bukan maksudnya sombong dan merasa kuat, namun ia lebih nyaman jika sendiri. Sebenarnya ia sangat ingin didampingi oleh Uti. Tapi Ayudia merasa kasihan jika Utinya harus datang ke kota yang jaraknya sangat jauh. Apalagi Atuk sudah mulai sering mengeluh sakit di bagian bagian pinggang dan lutut.
Ayudia akan mempertaruhkan nyawanya demi sang buah hati, apapun yang akan terjadi asal anak-anak lahir selamat. Ia tak berhenti merapalkan do'a. Memohon pada sang Khaliq agar memberinya kemudahan. Akan tetapi, sampai menjelang terik kembali, tepatnya pukul lima lewat tujuh menit, Ayudia belum juga lengkap bukaannya.
Tenaganya sudah habis terkuras oleh seribu kali lipat rasa sakit yang timbul akibat induksi. Ammar tak akan tahu sakitnya berjuang dengan jalan induksi.
Pandangannya perlahan kabur, perawat yang menunggu mulai panik. Beberapa lainnya berlari menghambur ke luar
Ketika matahari memanggang jalanan berdebu, Ammar masih bergerak gelisah. Bersembunyi di bawah pohon beringin. Angin yang berhembus kencang tak mampu menyejukkan diri Ammar. Sudah lebih dari satu jam setengah Ammar menunggu teman Adam yang ia sendiri belum tahu namanya.Umi dan Abah pun sama gelisahnya dengan Ammar. Beberapa kali Umi melakukan panggilan telepon untuk menanyakan sudahkah ia dapatkan darah tersebut. Ammar menjawab belum. Ia ragu untuk mengungkap kebenaran bahwa bukan dirinya yang berhasil menyelamatkan Ayudia. Resah kembali bergelayut, Ammar tak ingin nama Adam membumbung tinggi di lisan Abah, Umi. Terutama Ayudia.Tiga puluh menit kemudian, Abah kembali menghubungi. Abah sempat memaki Ammar karena tak bergerak juga. Sebenarnya bukan memaki, namun kondisi Ammar yang tengah sensitif, menganggap usulan-usulan yang Abah lontarkan adalah sebuah ujaran kemarahan.Tak tahan bolak-balik di teror oleh Abah serta Umi. Akhirnya, Ammar mengaku juga. Mengatak
Gumpalan awan yang menghitam, mulai menyebar ke seluruh atap bumi. Menutup teriknya matahari siang itu. Mendung berselimut. Tak perlu kerja keras, awan yang dipenuhi uap tersebut, sudah tak mampu menampung butiran air yang menggumpal di dalamnya. Hujan ... membasahi gersangnya pepohonan kering.September 2021, bulan sembilan masih berada di musim kemarau. Hampir satu bulan lebih, Kampung Kipyuh tak mendapat hawa dingin dari derasnya hujan. Sepertinya daerah yang tengah terlewati pun lama tak terguyur hujan. Terbukti, petrichor mulai menusuk hidung, baunya masuk hingga ke dalam mobil.Mobil panther yang tadinya melaju kencang, perlahan mengurangi kecepatannya. Kaca depan mengembun, meski wiper aktif bergoyang ke kanan kiri, namun tetap saja, embun juga menembus ke bagian dalam. Menyulitkan sang pengemudi untuk melaju, sesekali ia harus mengelap pakai tisu yang ada di dashboard.Jika dilihat dari sebaran awan yang merata, Kampung Kipyuh sepertinya juga mendapat ja
Hampir 7 hari tanpa keberadaan Ammar di rumah, membuat Ayudia serasa bagai burung yang diliarkan ke alam. Meski sudah tak ada lagi sikap ketus dari Ammar, namun pria tersebut kadang masih suka lupa dan bicara dengan kata-kata yang menohok. Apalagi sekarang Ammar lebih sering cemburu saat Ayudia hanya menjawab pertanyaan dari santri pria yang kebetulan lewat di depan rumah. Menurut informasi yang Ayudia dengar dari Fatma juga Najma. Nama Ammar terseret kasus Nur. Kata mereka, Nur tak mengakui hubungan gelapnya dengan suami salah satu warga, dan malah menyebut bahwa ia memiliki hubungan lebih dari seorang santri dan ustadnya dengan Ammar. Parahnya, Nur bilang, ia sering berduaan dengan Ammar. Entah bagaimana jalan pikiran gadis itu. Kata Fatma; biarkan saja Kakak kandungnya itu memakan ucapan yang sering dilontarkan. Karena tak mengakui dosa yang diperbuat, Nur diarak keliling kampung. Warga juga menyematkan kalung di leher Nur. Bukan kalung rangkaian bunga, apal
Tanpa terasa, si kembar sudah satu bulan. Sejak pamong desa dan pengurus pesantren membebaskan Ammar dari tuduhan perselingkuhan, sejak saat itu ia gencar sekali mencari perhatian dan simpati Ayudia. Ammar sigap membantu menjaga Hanan dan Hamim, mengganti popok dan cekatan membuatkan susu formula untuk tambahan nutrisi keduanya.Ya, Ammar telah berhasil membuktikan jika ia tak memiliki hubungan dengan Nur. Segala media sosial yang pernah ia gunakan untuk bertukar pesan dengan Nur, ia jadikan bukti. Satu fakta terbukti, namun aib lain ikut terbongkar. Banyak yang menganggap Ammar pria kurang baik. Buktinya ia sering berbalas WA dengan Nur kala sudah menjadi suami Ayudia.Dari bukti Ammar pula, penangguhan Nur ditarik. Nur dikeluarkan dari pesantren dengan tidak hormat. Tanpa boleh membawa selembar kain pun. Pesantren juga menyerahkan semua urusan Nur ke aparatur desa. Terserah mau diapakan. Ammar sudah tak peduli lagi. Namun, ia masih mendengar bisik-bisik santri putri,
Alhamdulillah.Dokter beserta lima perawat datang cepat untuk menangani Han. Bersyukur dan banyak puji-pujian Ayudia tuturkan untuk Sang Pencipta. Juga untuk dokter yang begitu lihai dan cekatan menangani Han. Bayi yang belum genap selapan itu kembali bergerak normal. Tak lagi kejang seperti tadi. Namun gerakannya melambat, lebih lambat lagi.Dokter meminta orang tua Han dan Mim ke ruangannya."Ada yang ingin saya sampaikan, mari Pak ... Bu, ke ruangan saya." Ujar dokter. Perawakannya tinggi bongsor, ia juga memakai hijab dan kacamata melingkari inderanya. Giginya penuh dengan pagar besi yang berkilau bak berlian. Jalannya agak pincang, entah karena apa. Kewibawaan kurang menyertainya, jika belum pernah berada di poli bagiannya, mungkin orang akan mengira ia bukan dokter. Jas putih yang biasa menjadi kebanggaan teman sejawatnya juga tak ia gunakan.Ammar mengangguk tegas, beda dengan Ayudia yang masih terus-terusan menyeka pipi yang basah. Mereka jalan se
Dokter Airin membantu Ayudia untuk berdiri. Ia memang dokter, insan yang diberi kelebihan rezeki untuk mengenyam pendidikan mahal dan bisa menyandang profesi bergengsi. Hampir separuh manusia memimpikan itu. Namun bukan berarti ia punya kuasa atas sehat dan sakit. Segala yang terjadi adalah campur tangan Tuhan. Hidup mati manusia bukan di tangannya. Dokter Airin tengah berusaha mengurai cinta Ayudia pada Han dan Mim. Agar perempuan itu ingat; mencintai makhluk dengan berlebih itu tidak baik. Meski pada anaknya.Menurut beberapa fakta, talasemia merupakan penyakit yang diakibatkan oleh mutasi gen, sehingga sel darah merah pembawa oksigen ke seluruh tubuh tak bisa berfungsi normal. Penyebabnya, faktor genetik. Dokter Airin menjelaskan maksudnya lagi. Artinya, gen dari ke-dua orang tua berperan penting. Ya, talasemia adalah penyakit keturunan. Dengan garis bawah; belum bisa disembuhkan. Cara menangani hanya dengan transfusi rutin bagi pengidap talasemi mayor.Bagaimana bi
Usai kabar meninggalnya Mim sampai ke telinga Ayudia, perempuan tersebut menjerit tragis. Ia tak rela anaknya pergi. Ayudia ingin hidup dengan Mim dan Han. Walau belum ada tiga bulan mereka bersama, namun jalinan batin terpaut kental. Raga Ayudia ikut lemah, Uti dan Atuk terpaksa tak diberi kabar karena kondisinya yang kurang baik. Akan sulit kala orang sepuh tersebut melakukan perjalanan ekstrim. Hanya Pak Lik Ayudia yang berkunjung untuk ikut mengantar sang cucu yang belum sekalipun beliau temui sebelumnya. Selang seminggu kepergian Mim, Han menyusul. Pikiran-pikiran buruk Ayudia sempat nyalang ke arah sana, namun ribuan do'a tetap ia lantunkan untuk keselamatan Han. Bayi mungil itu yang jadi sebab Ayudia kuat. Kini, kabar kematian Han tersiar di penjuru pesantren, juga seluruh kampung. Ayudia tak kedip memandang jasad tak bernyawa Han, bulir tak lagi jatuh. Ayudia tak lagi bisa menangis. Untunglah kerangka dan memori Ayudia adalah buatan Tuhan, jik
Baru kali ini Ayudia menunggu malam serasa menunggu bedug lebaran. Saat Maghrib terdengar, Ayudia bergegas ke kamar mengambil wudhu. Namun di dalam, Ammar ternyata sudah menunggu di atas sajadah yang tergelar."Dia ... kita sholat jamaah, ya. Kita berdoa sama-sama, agar Allah berikan petunjuk untuk rumah tangga kita."Ayudia mengangguk. Tak lagi berharap petunjuk lain, hatinya sudah mantap melangkah sendiri. Doa yang tersemat pun selalu minta kemudahan supaya ia lepas lebih cepat dari Ammar. Dari keluarga priyayi. Semakin lama perempuan itu tinggal, ia merasa lebih asing. Lebih kecil dan tak pantas berada di lingkungan tersebut."Assalamualaikum warahmatullah ...."Usai mengucap salam terakhir, Ammar ulurkan salim ke Ayudia. Pria itu ingin melakukan kebiasaan jamaah dengan sang istri di hari-hari berikutnya. Bisa dihitung dengan jari, berapa kali Ammar menjadi imam untuk Ayudia selama satu tahun terakhir. Banyak waktu sudah ia abaikan. Kebersamaan terlewa