Share

Bab 2

Penulis: Sinar
Laura mengirimiku pesan pribadi: [Apa gunanya berpura-pura suci? Kamu sudah berjanji padanya. Apakah kamu sudah siap?]

Aku: [Siap untuk apa?]

Laura memberikanku nomor resi pengiriman. [Aku sudah memesankannya untukmu kemarin. Ini adalah peralatan eksklusif. Akan dikirim besok pagi.]

Aku baru saja ingin meminta penjelasan ketika Laura kembali mengirimkan pesan lain: [Pakai ini saja supaya kamu bisa bebas beraktivitas.]

Sore berikutnya, kurir pun tiba.

Begitu aku membuka kotaknya, wajahku langsung memerah.

Di dalamnya ada satu set celana ketat yang sangat elastis berwarna hitam. Tampaknya tidak ada yang istimewa, tetapi bagian atasnya cukup pendek hingga menunjukkan perut. Celananya hanya berupa lapisan tipis. Celana ini tampak sangat ketat begitu dipakai di tubuh. Jika tidak memakai pakaian dalam ....

Bukankah seluruh bagian tubuh bisa terlihat?

Aku menyentuh paha bagian dalamku tanpa sadar. Posisi jahitannya dibuat dengan sangat pas, seakan sengaja dibuat di bagian yang sensitif.

Ada juga kartu dengan tulisan tangan: [Nona Mandy, silakan nikmati pengalaman indah yang dibawa oleh jalan pegunungan, kecepatan angin, serta benturan.]

[Bebas dari pakaian dalam adalah bentuk penghormatan terbaik untuk tubuh.]

Jari-jariku gemetaran hingga kartu itu terjatuh ke tanah.

Pada pukul setengah tujuh malam, aku dan Laura pergi ke kaki gunung dengan taksi.

Jalan pegunungan itu terpencil, hanya ada beberapa lampu jalanan. Cahayanya redup, serta udaranya lembab.

Begitu aku melangkah keluar dari mobil, Laura menunjukkan senyum misterius. "Apa kamu memakai sesuatu di dalam?"

Aku memarahinya dengan suara rendah, "Dasar mesum."

Laura mencondongkan tubuh untuk berbisik di telingaku, "Kamu akan berterima kasih padaku untuk itu, dasar wanita nakal."

"Malam ini, hanya akan ada beberapa orang dari kita di seluruh pegunungan ini. Nggak ada yang akan mengganggu kita."

Aku ingin membalas, tetapi ketika aku mendongak, aku melihat Dimas berdiri tidak jauh dari sana.

Dia mengenakan pakaian olahraga kompresi berwarna hitam, dengan tubuh yang tampak sangat bagus. Bahu dan punggungnya lebar, perutnya berotot, bahkan sorotan cahaya menerpa sudut-sudut tubuhnya.

Aku baru saja hendak menyapa ketika dia berjalan menghampiriku. Tatapannya meluncur dari kakiku ke wajahku, sudut mulutnya terangkat sedikit.

"Bagus," kata Dimas.

"Apa katamu?"

"Kamu berpakaian dengan baik." Dia menatap lekukan kecil yang ada tepat di bawah pusarku. "Cocok sekali untukmu."

Wajahku memanas, tetapi tubuhku lebih jujur.

Aku mulai merasa tidak nyaman di bagian bawah, seperti ada sesuatu yang bergesekan dengan jahitan celanaku. Aku bisa merasakannya di setiap langkahku.

Dimas mencondongkan kepalanya ke telingaku, lalu berkata dengan suara pelan, "Saat kita mulai berlari nanti, angin akan bertiup ke celah-celahnya. Itu akan membuatmu merasa lebih baik."

Jantungku seakan berhenti berdetak. "Kamu …."

"Apa kamu takut?"

Setelah berkata demikian, tiba-tiba Dimas menarik pengukur waktu dari belakangnya, lalu berujar, "Naiklah sejauh lima ratus meter, lalu kembalilah dalam waktu sepuluh menit. Ingat, jangan berhenti."

Setelah mengatakan itu, Dimas berbalik untuk berlari. Aku pun mengikutinya tanpa sadar.

Awalnya kami hanya melakukan lari malam biasa. Jalan pegunungan ini tidak terlalu curam, jadi napasku masih teratur.

Namun, dalam jarak kurang dari lima puluh meter, aku menemukan masalah.

Tanahnya tidak rata. Sensasi bergelombangnya langsung menembus celana, naik ke tubuhku.

Ditambah dengan bahannya yang sangat ketat, setiap gesekan membuatku merasa seperti disapu dengan lembut oleh ujung lidah. Ini merangsang saraf-saraf yang ada di tubuhku.

Aku menggertakkan gigi, tidak berani berhenti. Namun, kakiku makin lama menjadi makin lemah.

Di tengah jalan, aku tidak lagi berani mengambil langkah besar. Setiap langkah berikutnya, gesekan menjadi lebih intens. Perut bagian bawahku terasa panas, bahkan napasku pun mulai bergetar.

Langkah Dimas tiba-tiba melambat. Dia berbalik, lalu mengulurkan tangannya ke arahku.

"Apa kamu sudah nggak bisa bertahan lagi?" tanya Dimas.

Saya menggigit bibirku, tetapi tidak mengatakan apa-apa.

Dimas berjalan mendekat. Satu tangannya menekan pinggang belakangku, sementara tangan lainnya menopang perutku dengan lembut. "Jangan mengacaukan pernapasanmu. Kencangkan inti tubuhmu, jangan menjepit terlalu kencang."

Aku tertegun. "Menjepit … apa?"

Dimas berbisik di telingaku, "Mulut kecilmu."

Kepalaku seakan berdengung.

"Kamu ... kamu nakal …."

Dia tidak tertawa, hanya menempelkan tangannya di kedua sisi panggulku. Nadanya seperti sedang memberi ceramah, "Darahmu sekarang mengalir dengan deras. Kepekaan saraf adalah reaksi yang normal. Jangan takut, santai saja. Berlari seharusnya akan membuat tubuhmu menjadi lebih rileks."

Suaranya pelan, tetapi sangat menggoda. Ini seperti bulu yang menyapu gendang telinga.

Seluruh tubuhku tiba-tiba merasa lemas, jantungku berdetak tak terkendali.

Dimas melirik ke arahku, lalu tiba-tiba membungkuk untuk berbisik di telingaku, "Semuanya bisa terlihat dengan jelas, apa kamu masih ingin berpura-pura suci?"

Aku menunduk, melihat bahwa bagian kecil di area selangkanganku sudah basah. Bahkan ketika angin berembus di atasnya, rasanya seperti sedang dijilat.

"Teruslah berlari," tambah Dimas. "Buatlah sedikit lebih basah."

Kakiku lemas, aku hampir jatuh berlutut.

Acara lari malam ini sama sekali bukan olahraga, melainkan penyiksaan, godaan, serta pelatihan seksual dengan gerakan lambat. Malam ini, aku mungkin akan terlalu basah untuk berlari.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 7

    "Dodi …." Mulutku masih tersumpal, suara itu hanya bisa bergulir di tenggorokanku. "Aku nggak bisa menahannya lagi …."Aku tergeletak di lantai ruang pendingin itu dengan tubuh yang mati rasa, serta napas tersengal. Pandanganku buram, tetapi benakku masih memikirkan keselamatan sahabatku.Bagaimana keadaannya? Apakah dia masih hidup?Tepat saat kesadaranku hampir sepenuhnya menghilang, aku mendengar suara langkah yang tergesa-gesa, disusul suara yang tidak asing dari dinding ruang tertutup itu, "Periksa seluruh gedung! Selamatkan mereka sekarang juga!"Itu Dodi.Saat pintu didobrak terbuka, cahaya dan udara dingin menyergap masuk. Aku melihat ekspresi di wajah Dodi berubah dari dingin menjadi luar biasa marah. Dia segera menghampiriku, membuka semua ikatan di tubuhku dengan tangannya sendiri, lalu menggenggam tanganku yang sedingin es. "Mandy, kami sudah datang."Akhirnya, aku tak mampu menahan tangisanku lagi."Laura .…" Aku terisak, "Dia ... dia pingsan setelah minum alkohol ….""Ten

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 6

    Ketika hampir fajar, angin gunung tiba-tiba menjadi lebih kuat.Aku baru saja keluar dari tenda. Rambut dan pakaianku tertiup angin, sementara wajahku masih memiliki bekas janggut Pak Kai.Dia tertidur dengan puas.Aku tidak melakukan apa-apa.Aku hanya 'tidak sengaja' menumpahkan sebotol anggur saat dia menyentuh pinggangku, menumpahkannya ke seluruh tubuhnya. Aku membujuknya ke kamar mandi, lalu mengambil kesempatan untuk mengulur-ulur waktu mandi.Aku sudah muak dengan kata-katanya tanpa perlu menggerakkan tubuhku.Seluruh rantai industri klub malam, kebiasaan merekam video, proses pembuatan film khusus, semuanya terungkap.Aku bahkan bertanya kepadanya, "Kalau aku nggak ingin bermain sekarang, bisakah aku berhenti?"Pak Kai menjilat sudut mulutnya, lalu berkata, "Nggak masalah apakah kamu pergi atau nggak, tapi video-video itu nggak akan pergi bersamamu. Selama video-video itu masih ada, kamu akan tetap kembali dengan patuh."Aku tahu bahwa ini adalah hal yang sudah sering dia laku

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 5

    Aku menatap layar ponselku. Jari-jariku terlalu kaku untuk memegangnya, tetapi aku menguatkan diri agar tidak menjatuhkannya.Aku tidak membuka pratinjau video, tetapi satu tangkapan layar itu sudah cukup untuk menghancurkanku.Di dalam tenda, dalam cahaya yang redup, rambutku tampak acak-acakan. Aku tidak mengenakan pakaian, pinggangku tertekuk dalam lengkungan yang memalukan.Itu bukanlah penampilan yang ingin aku tunjukkan pada siapa pun.[Patuhlah, atau video ini akan dikirimkan pada semua orang di keluargamu.]Aku menatap pesan itu, lalu tiba-tiba menjadi tenang.Bukan karena aku tidak merasa takut lagi, tetapi aku memahami satu hal. Tidak peduli seberapa keras usahaku untuk melarikan diri, aku bukan tandingan orang-orang ini.Begitu aku melangkah ke dalam jurang, tidak ada jalan bagiku untuk keluar dengan penuh martabat.Terlebih lagi, Laura masih berada di tangan mereka, belum melihat sifat asli orang-orang ini.Kalau begitu, aku akan bersikap tegas. Aku akan tetap tinggal secar

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 4

    "Tentu saja dia bersedia."Kata-kata Dimas seperti seember air es yang disiramkan ke tubuhku. Tubuhku yang berapi-api langsung terasa dingin sampai ke tulang.Pria yang membawa botol itu mendekat. Wajahnya tampak penuh kegembiraan seperti serigala yang sedang birahi."Orang baru memang benar-benar berbeda. Dia sangat memesona. Melihatnya saja membuatku ingin menjilatnya," ujar pria itu.Aku meronta tanpa sadar, tetapi Dimas masih menekanku hingga tidak bisa bergerak."Aku …. Aku nggak mau melanjutkan!" Suaraku bergetar, tidak ada sedikit pun keyakinan."Mandy." Dimas akhirnya berbicara, nadanya sangat tenang, "Apa yang kamu janjikan sebelum kamu lari?"Aku tertegun."Jangan memakai celana dalam, tenanglah, patuh sepanjang waktu. Jangan berteriak untuk berhenti." Dimas mengulangi kata demi kata. "Kamu masih ingat, 'kan?""Tapi …." Suaraku terbata-bata. "Aku nggak tahu kalau harus bermain bertiga!""Ada banyak hal yang nggak kamu ketahui. Kalau kamu benar-benar nggak menginginkannya, bag

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 3

    Pada akhir lari malam itu, seluruh tubuhku tampak seperti baru saja mengalami pertarungan cinta yang hebat.Kakiku terasa lemas, basah oleh keringat, bahkan napasku pun bergetar dengan cara yang tidak semestinya."Kamu berlari dengan baik untuk pertama kalinya." Dimas menyerahkan handuk kepadaku, sekali lagi terlihat seolah-olah tidak ada yang terjadi.Aku mengambil handuk itu, mencoba untuk tetap tenang, tetapi aku merasa seluruh tubuhku gemetar."Kamu belum pernah mengikuti kelas peregangan, 'kan?"Aku menatapnya, tenggorokanku kering sampai terasa sesak. "Peregangan apa?"Dia menatapku sambil tersenyum, suaranya rendah dan menggoda, "Peregangan yang membuat tubuhmu lebih rileks."Setelah mengatakan itu, dia berbalik, lalu masuk ke dalam tenda.Laura muncul dari sisi lain, lalu duduk di sampingku. Wajahnya dipenuhi dengan kebahagiaan karena merasa puas."Jangan takut, wanita nakal. Lari pertamaku lebih buruk darimu. Aku kembali dengan kaki selemas mi," ujar Laura.Aku bertanya kepada

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 2

    Laura mengirimiku pesan pribadi: [Apa gunanya berpura-pura suci? Kamu sudah berjanji padanya. Apakah kamu sudah siap?]Aku: [Siap untuk apa?]Laura memberikanku nomor resi pengiriman. [Aku sudah memesankannya untukmu kemarin. Ini adalah peralatan eksklusif. Akan dikirim besok pagi.]Aku baru saja ingin meminta penjelasan ketika Laura kembali mengirimkan pesan lain: [Pakai ini saja supaya kamu bisa bebas beraktivitas.]Sore berikutnya, kurir pun tiba.Begitu aku membuka kotaknya, wajahku langsung memerah.Di dalamnya ada satu set celana ketat yang sangat elastis berwarna hitam. Tampaknya tidak ada yang istimewa, tetapi bagian atasnya cukup pendek hingga menunjukkan perut. Celananya hanya berupa lapisan tipis. Celana ini tampak sangat ketat begitu dipakai di tubuh. Jika tidak memakai pakaian dalam ....Bukankah seluruh bagian tubuh bisa terlihat?Aku menyentuh paha bagian dalamku tanpa sadar. Posisi jahitannya dibuat dengan sangat pas, seakan sengaja dibuat di bagian yang sensitif.Ada j

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status