Share

Bab 3

Author: Sinar
Pada akhir lari malam itu, seluruh tubuhku tampak seperti baru saja mengalami pertarungan cinta yang hebat.

Kakiku terasa lemas, basah oleh keringat, bahkan napasku pun bergetar dengan cara yang tidak semestinya.

"Kamu berlari dengan baik untuk pertama kalinya." Dimas menyerahkan handuk kepadaku, sekali lagi terlihat seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Aku mengambil handuk itu, mencoba untuk tetap tenang, tetapi aku merasa seluruh tubuhku gemetar.

"Kamu belum pernah mengikuti kelas peregangan, 'kan?"

Aku menatapnya, tenggorokanku kering sampai terasa sesak. "Peregangan apa?"

Dia menatapku sambil tersenyum, suaranya rendah dan menggoda, "Peregangan yang membuat tubuhmu lebih rileks."

Setelah mengatakan itu, dia berbalik, lalu masuk ke dalam tenda.

Laura muncul dari sisi lain, lalu duduk di sampingku. Wajahnya dipenuhi dengan kebahagiaan karena merasa puas.

"Jangan takut, wanita nakal. Lari pertamaku lebih buruk darimu. Aku kembali dengan kaki selemas mi," ujar Laura.

Aku bertanya kepadanya dengan ragu-ragu, "Uh …. Bagaimana caranya melakukan kelas peregangan itu?"

Dia tersenyum seperti rubah licik. "Kamu akan tahu begitu kamu masuk."

Aku menelan ludah.

Tenda itu hanya diterangi dengan lampu kecil yang redup. Lantainya ditutupi dengan matras yoga, sementara di udara ada aroma mint dan sedikit ... keringat pria.

Dimas berdiri di tepi matras sambil menjulurkan jarinya ke arahku.

"Datanglah padaku, membungkuklah, lalu hadapkan wajahmu sejauh mungkin ke lantai," ujar pria itu.

Aku membeku di tempat, masih mencerna kata-katanya.

Ketika dia melihatku tidak bergerak, dia mengangkat alisnya, lalu berkata, "Apa kamu takut aku akan memakanmu?"

Aku tidak bisa mengatakan apa-apa, hanya bisa mengikuti instruksinya.

Telapak tangan yang panas mendarat di bagian belakang pahaku, bergerak ke atas menyusuri garis-garis otot.

"Otot-ototmu terlalu tegang, perlu dilonggarkan sedikit."

Setiap gerakan jarinya seperti menyalakan api.

Ketika dia menyentuh pangkal pinggulku, tubuhku tersentak.

"Jangan bersembunyi." Suaranya merendah, "Lakukan peregangan secara perlahan, atau kamu akan mudah terluka."

"Kamu … kamu menyentuhku …."

"Di mana?"

"Kamu jelas tahu."

Dimas tidak mengatakan apa-apa, hanya perlahan-lahan bergerak ke atas. Ujung jarinya dengan lembut menekan noda basah di area selangkangan celanaku.

"Ini adalah tempat yang paling mudah membuat gugup," kata Dimas.

Napasku tercekat. Aku mencoba melepaskan diri, tetapi pinggulku ditahan dengan lembut olehnya.

"Tenang saja." Telapak tangannya yang hangat menekanku. "Kamu harus mempelajari peregangan malam ini."

Kata-katanya seperti sebuah mantra, yang perlahan-lahan menghilangkan sisa-sisa kewaspadaanku.

Aku tidak berani menggerakkan tubuhku. Namun, bagian itu perlahan menegang dan bergetar, seakan merindukan kehadiran yang lebih dalam.

Tiba-tiba, Dimas menyelipkan satu tangan di bawah pinggangku, menopang bahuku dengan tangan yang lain, lalu membalikkan tubuhku.

Lututnya berada di antara kedua kakiku, seolah memaksaku untuk melebarkannya.

Aku mengepalkan tangan tanpa sadar, suaraku bergetar, "Kamu …. Apa yang kamu lakukan …."

Dia tidak menjawab, hanya menatap kain yang basah kuyup oleh keringat, serta menempel di dadaku.

"Apa kamu tahu?" Dia menundukkan kepala, membuat wajahnya berada dekat dengan dadaku. Napasnya memburu ketika berkata, "Aku sangat suka melihatmu ketakutan, tapi juga menginginkannya di saat yang sama."

Tenggorokanku tercekat. Aku tidak bisa menghentikan kakiku yang mulai melemas.

"Kamu …. Jangan main-main …."

"Menurutmu apa yang aku lakukan di kelas?" Dimas tersenyum di telingaku. "Mandy, aku sudah merasakan keinginanmu malam ini."

Tubuhku membeku, tanpa sadar aku mencoba menopang tubuhku untuk berdiri. Namun, dia menekan pergelangan tanganku, membuat seluruh tubuhku tenggelam ke dalam matras, tidak bisa bergerak.

"Nggak …" erangku dengan wajah memerah.

Dimas membungkuk, bibirnya hampir menyentuh tulang selangkaku.

"Melihat penampilanmu sekarang, apakah kamu nggak menginginkannya, atau kamu nggak ingin berhenti?" tanyanya.

Saat otakku seakan hampir meledak, tirai tenda dibuka oleh seseorang.

Seorang pria yang bertelanjang dada melangkah masuk sambil membawa dua botol anggur di tangannya.

Dia menatapku sambil menjilati sudut mulutnya. "Kak Dimas, gadis ini …. Apa kamu ingin bermain bertiga malam ini?"

Panas yang menyengat di tubuhku belum reda, tetapi hatiku sudah kembali bergetar. "Bermain bertiga?"

Dimas hanya menjawab dengan acuh tak acuh, "Tentu saja dia bersedia."

Dia menatapku dengan tangan yang masih menekan pangkal kakiku. Tatapannya sedikit turun ketika dia berujar, "Mandy, bermain bertiga adalah cara terbaik bagi kita untuk menghilangkan stres."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 7

    "Dodi …." Mulutku masih tersumpal, suara itu hanya bisa bergulir di tenggorokanku. "Aku nggak bisa menahannya lagi …."Aku tergeletak di lantai ruang pendingin itu dengan tubuh yang mati rasa, serta napas tersengal. Pandanganku buram, tetapi benakku masih memikirkan keselamatan sahabatku.Bagaimana keadaannya? Apakah dia masih hidup?Tepat saat kesadaranku hampir sepenuhnya menghilang, aku mendengar suara langkah yang tergesa-gesa, disusul suara yang tidak asing dari dinding ruang tertutup itu, "Periksa seluruh gedung! Selamatkan mereka sekarang juga!"Itu Dodi.Saat pintu didobrak terbuka, cahaya dan udara dingin menyergap masuk. Aku melihat ekspresi di wajah Dodi berubah dari dingin menjadi luar biasa marah. Dia segera menghampiriku, membuka semua ikatan di tubuhku dengan tangannya sendiri, lalu menggenggam tanganku yang sedingin es. "Mandy, kami sudah datang."Akhirnya, aku tak mampu menahan tangisanku lagi."Laura .…" Aku terisak, "Dia ... dia pingsan setelah minum alkohol ….""Ten

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 6

    Ketika hampir fajar, angin gunung tiba-tiba menjadi lebih kuat.Aku baru saja keluar dari tenda. Rambut dan pakaianku tertiup angin, sementara wajahku masih memiliki bekas janggut Pak Kai.Dia tertidur dengan puas.Aku tidak melakukan apa-apa.Aku hanya 'tidak sengaja' menumpahkan sebotol anggur saat dia menyentuh pinggangku, menumpahkannya ke seluruh tubuhnya. Aku membujuknya ke kamar mandi, lalu mengambil kesempatan untuk mengulur-ulur waktu mandi.Aku sudah muak dengan kata-katanya tanpa perlu menggerakkan tubuhku.Seluruh rantai industri klub malam, kebiasaan merekam video, proses pembuatan film khusus, semuanya terungkap.Aku bahkan bertanya kepadanya, "Kalau aku nggak ingin bermain sekarang, bisakah aku berhenti?"Pak Kai menjilat sudut mulutnya, lalu berkata, "Nggak masalah apakah kamu pergi atau nggak, tapi video-video itu nggak akan pergi bersamamu. Selama video-video itu masih ada, kamu akan tetap kembali dengan patuh."Aku tahu bahwa ini adalah hal yang sudah sering dia laku

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 5

    Aku menatap layar ponselku. Jari-jariku terlalu kaku untuk memegangnya, tetapi aku menguatkan diri agar tidak menjatuhkannya.Aku tidak membuka pratinjau video, tetapi satu tangkapan layar itu sudah cukup untuk menghancurkanku.Di dalam tenda, dalam cahaya yang redup, rambutku tampak acak-acakan. Aku tidak mengenakan pakaian, pinggangku tertekuk dalam lengkungan yang memalukan.Itu bukanlah penampilan yang ingin aku tunjukkan pada siapa pun.[Patuhlah, atau video ini akan dikirimkan pada semua orang di keluargamu.]Aku menatap pesan itu, lalu tiba-tiba menjadi tenang.Bukan karena aku tidak merasa takut lagi, tetapi aku memahami satu hal. Tidak peduli seberapa keras usahaku untuk melarikan diri, aku bukan tandingan orang-orang ini.Begitu aku melangkah ke dalam jurang, tidak ada jalan bagiku untuk keluar dengan penuh martabat.Terlebih lagi, Laura masih berada di tangan mereka, belum melihat sifat asli orang-orang ini.Kalau begitu, aku akan bersikap tegas. Aku akan tetap tinggal secar

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 4

    "Tentu saja dia bersedia."Kata-kata Dimas seperti seember air es yang disiramkan ke tubuhku. Tubuhku yang berapi-api langsung terasa dingin sampai ke tulang.Pria yang membawa botol itu mendekat. Wajahnya tampak penuh kegembiraan seperti serigala yang sedang birahi."Orang baru memang benar-benar berbeda. Dia sangat memesona. Melihatnya saja membuatku ingin menjilatnya," ujar pria itu.Aku meronta tanpa sadar, tetapi Dimas masih menekanku hingga tidak bisa bergerak."Aku …. Aku nggak mau melanjutkan!" Suaraku bergetar, tidak ada sedikit pun keyakinan."Mandy." Dimas akhirnya berbicara, nadanya sangat tenang, "Apa yang kamu janjikan sebelum kamu lari?"Aku tertegun."Jangan memakai celana dalam, tenanglah, patuh sepanjang waktu. Jangan berteriak untuk berhenti." Dimas mengulangi kata demi kata. "Kamu masih ingat, 'kan?""Tapi …." Suaraku terbata-bata. "Aku nggak tahu kalau harus bermain bertiga!""Ada banyak hal yang nggak kamu ketahui. Kalau kamu benar-benar nggak menginginkannya, bag

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 3

    Pada akhir lari malam itu, seluruh tubuhku tampak seperti baru saja mengalami pertarungan cinta yang hebat.Kakiku terasa lemas, basah oleh keringat, bahkan napasku pun bergetar dengan cara yang tidak semestinya."Kamu berlari dengan baik untuk pertama kalinya." Dimas menyerahkan handuk kepadaku, sekali lagi terlihat seolah-olah tidak ada yang terjadi.Aku mengambil handuk itu, mencoba untuk tetap tenang, tetapi aku merasa seluruh tubuhku gemetar."Kamu belum pernah mengikuti kelas peregangan, 'kan?"Aku menatapnya, tenggorokanku kering sampai terasa sesak. "Peregangan apa?"Dia menatapku sambil tersenyum, suaranya rendah dan menggoda, "Peregangan yang membuat tubuhmu lebih rileks."Setelah mengatakan itu, dia berbalik, lalu masuk ke dalam tenda.Laura muncul dari sisi lain, lalu duduk di sampingku. Wajahnya dipenuhi dengan kebahagiaan karena merasa puas."Jangan takut, wanita nakal. Lari pertamaku lebih buruk darimu. Aku kembali dengan kaki selemas mi," ujar Laura.Aku bertanya kepada

  • Kupuaskan Nafsuku di Klub   Bab 2

    Laura mengirimiku pesan pribadi: [Apa gunanya berpura-pura suci? Kamu sudah berjanji padanya. Apakah kamu sudah siap?]Aku: [Siap untuk apa?]Laura memberikanku nomor resi pengiriman. [Aku sudah memesankannya untukmu kemarin. Ini adalah peralatan eksklusif. Akan dikirim besok pagi.]Aku baru saja ingin meminta penjelasan ketika Laura kembali mengirimkan pesan lain: [Pakai ini saja supaya kamu bisa bebas beraktivitas.]Sore berikutnya, kurir pun tiba.Begitu aku membuka kotaknya, wajahku langsung memerah.Di dalamnya ada satu set celana ketat yang sangat elastis berwarna hitam. Tampaknya tidak ada yang istimewa, tetapi bagian atasnya cukup pendek hingga menunjukkan perut. Celananya hanya berupa lapisan tipis. Celana ini tampak sangat ketat begitu dipakai di tubuh. Jika tidak memakai pakaian dalam ....Bukankah seluruh bagian tubuh bisa terlihat?Aku menyentuh paha bagian dalamku tanpa sadar. Posisi jahitannya dibuat dengan sangat pas, seakan sengaja dibuat di bagian yang sensitif.Ada j

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status